Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Sumpah Pemuda

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe,
bertoempah darah jang satoe, Tanah air Indonesia

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe,
berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe
menjoengjoeng bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Djakarta, 28 Oktober 1928

HARI ini, 28 Oktober 2009, adalah Hari Sumpah Pemuda. Hari di mana seluruh pemuda Indonesia berikrar dan menyatupandangkan ucap dan tindakannya sebagai pandu pertiwi. Mereka mengonsolidasikan diri sebagai sebuah kesatuan pemuda yang kemudian mewarnai sejarah bangsa.

Ketika para pemuda mengikrarkan sebuah sumpah yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda, di dalamnya nama Indonesia dipakai sebagai perekat atau identitas pemersatu seluruh komponen pemuda dari berbagai suku dan agama untuk memperjuangkan sebuah tanah air, bangsa, dan bahasa yang satu, yakni Indonesia.

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, Sumpah Pemuda.(Rabu, 28 Oktober 2009) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar