Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Bantuan Korban Gempa

KALAU kita menengok korban gempa di Kec. Pangalengan, Minggu (13/9), suasananya terasa sangat berbeda. Puluhan kendaraan antre di pinggir-pinggir jalan, khususnya di posko-posko bencana alam, baik yang resmi didirikan oleh pemerintah maupun inisiatif masyarakat.

Tingkah polah masyarakat yang memberikan "bantuan" juga beragam. Saat "GM" menelusuri pinggiran jalan menuju Pangalengan, serombongan kendaraan bertuliskan "Bantuan untuk korban gempa Pangalengan" di bagian depan dan belakang, menyeruduk dalam antrean yang cukup panjang. Kendaraan-kendaraan itu dikawal dengan sirine. Tadinya kita menyangka, di belakang rombongan tersebut terdapat rombongan truk pengangkut bantuan. Namun setelah mereka lewat, tak terlihat satu pun truk yang membawa muatan untuk korban bencana alam.

Tidak lama setelah rombongan teresebut, puluhan bahkan mungkin rombongan ratusan sepeda motor dan mobil yang bertuliskan "bantuan untuk korban gempa" menyalip dengan kecepatan tinggi. Mereka tampaknya dikawal voorider tak resmi. Cara mereka berkendaraan, sepertinya tengah menghadapi kondisi yang sangat gawat di Pangalengan, yang memerlukan pertolongan bersifat emergensi. Namun lagi-lagi, di belakang rombongan tersebut tak terlihat truk-truk pengangkut bantuan. Kecuali sebuah mobil pick-up yang membawa barang bantuan sepenuh bak mobil tersebut.

Kata sebuah hadis, kalau tangan kanan kita memberikan bantuan, tangan kiri tidak perlu tahu. Kita berhusnuzan, mungkin barang-barang bantuan yang mereka salurkan juga tak terlihat atau mungkin gaib (karena mungkin ada juga makhluk gaib yang menjadi korban bencana).

Karena kegaibannya itu barangkali, dengan bantuan yang demikian hebat, ternyata masih banyak korban yang tidak bisa menikmatinya. Seorang pegiat sosial yang sejak hari pertama gempa terlibat memberikan bantuan mengeluhkan masih minimnya bantuan yang diterima korban. Kalaupun ada, korban gempa "dipaksa" untuk buka dan sahur mi instan yang jumlahnya tak seberapa.

Di sisi lain, kita juga melihat sikap pemerintah daerah yang masih kurang tanggap. Di pos-pos bantuan yang ada di sepanjang jalur menuju Pangalengan, tak satu pun terlihat papan data korban bencana dan upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah. Kesannya, pemerintah hanya menampung bantuan di posko --yang sebetulnya bisa dilakukan juga oleh para pegiat sosial-- sementara upaya atau rencana rekonstruksi belum terlihat.

Namun sangat memprihatinkan kalau musibah yang menimpa para korban ini ada yang sampai menjadikannya sebagai objek untuk mengeksploitasi bantuan tanpa arah yang jelas.

Mudah-mudahan ini tidak terjadi. Dan, untuk itu, kita harapkan, informasi tentang rekonstruksi dan rehabilitasi pascagempa bisa diketahui dengan mudah oleh masyarakat, yang akan memberikan bantuannya ke sana.

Bencana ini tentu harus diterima semua pihak, khususnya para korban. Mereka harus bangkit dan kalau bisa segera melepaskan ketergantungan kepada pemerintah dan para dermawan. Kalau tidak, mereka harus siap menanggung penderitaan lebih lama.(Senin, 14 September 2009) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar