Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

KPK

DIDERA masalah di pucuk pimpinan, tidak membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi lembek. Pada Rabu (9/9), KPK menyegel delapan rumah mewah di kawasan Buahbatu Bandung yang diduga milik US, mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Jabar-Banten.

Kedelapan rumah mewah tersebut disita karena ada indikasi kuat kerugian negara yang besar. Sebelum ada putusan pengadilan yang menegaskan jumlah kerugian negara, kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, pihaknya bisa melakukan penyitaan.

KPK tampaknya memperkuat perannya ke bawah, setelah sebelumnya kerap melakukan workshop mengenai prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), tanggung jawab DPRD, peran dan fungsi DPRD, peran perwakilan, kelembagaan, dan fungsi legislasi DPRD.

KPK mempunyai visi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. Dengan peran penting DPRD, KPK berharap dapat bersinergi dalam mewujudkan visi tersebut. Dengan kata lain, KPK mengajak anggota DPRD menjadi mitra KPK sebagai agen perubahan menuju Indonesia yang bebas dari korupsi.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Azis Syamsudin menilai, meski saat ini mantan Ketua KPK non-aktif Antasari Azhar tengah tersandung perkara hukum, namun secara institusi fungsi dan peran KPK tidak boleh melemah atau dilemahkan pihak mana pun. Sebab, kata Azis, kewenangan dan operasional kerja KPK dilindungi undang-undang.

Azis mengatakan, hal itu untuk menanggapi pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai bahwa institusi KPK akan lemah gara-gara perkara testimoni Antasari ketika bertemu dengan Anggoro Widjaja, salah satu tersangka dalam kasus suap PT Masaro Radiokom. "Tidak ada satu institusi dan seorang pun yang bisa melemahkan institusi KPK.

Sebab, lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-undang (UU) No. 30 Tahun 2002," tegas Azis ketika berkunjung ke Kejaksaan Agung, belum lama ini. Jadi, menurut Azis, secara institusi, KPK harus tetap berjalan. Soalnya, yang sedang tersangkut masalah hukum adalah oknum individunya, bukan lembaganya.

Memang spirit pembentukan KPK sebagai salah satu institusi negara untuk pemberantasan korupsi tidak boleh terhenti hanya karena Antasari, karena KPK sebagai institusi negara jelas lebih besar dan lebih penting daripada Antasari.

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, tegas disebutkan bahwa pimpinan KPK dilaksanakan secara kolektif kolegial, artinya keputusan strategis tersebut dapat diambil oleh empat pimpinan KPK yang ada. Sehingga, meski sedang dirundung masalah, KPK tampaknya terus bergerak membongkar satu demi satu kasus korupsi. Setelah kasus pengadaan alat pemadam kebakaran yang menjebloskan mantan Gubernur Jabar, Danny Setiawan, para pelaku korupsi lainnya tampaknya sudah ada dalam bidikan KPK.

Namun kita berharap, KPK dalam menjalankan perannya tetap berlaku adil dan tidak terkesan tebang pilih agar masyarakat tetap memberikan kepercayaan terhadap lembaga ini. Memang tidak mudah duduk dalam lembaga yang memiliki otoritas demikian luas karena godaan dengan beragam cara tentu akan senantiasa menghampiri mereka yang duduk dalam lembaga ini.(Jumat, 11 September 2009) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar