Welcome


Kamis, 31 Desember 2009

Sang Pluralis

SEORANG pengamat asing memandang, Indonesia tidak akan pernah mendapatkan figur pemimpin yang seperti K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam 100 tahun ke depan. Dr. Larry Marshal dari La Trobe University, Australia, menyebut Gus Dur sebagai pemikir cemerlang yang memiliki pandangan luas. Marshal bahkan sangsi Indonesia bisa melahirkan pemikir-aktivis seperti Gus Dur dalam jangka waktu seratus tahun ke depan. Apresiasi dan pujian dari masyarakat intelektual dunia ini bukan sekali ini saja. Gus Dur kerap menerima sejumlah penghargaan dari banyak lembaga internasional yang bersimpati terhadap perjuangannya selama ini.

Dalam konferensi tahunan ketujuh yang diadakan Globalization for The Common Good, From The Middle East to Asia Facific: Arc of Conflict or Dialogue of Cultures and Religions, 30 Juni-3 Juli 2008, di Melbourne, Australia, para peserta dan pembicara yang berasal dari universitas-universitas terkemuka pelbagai negara ini hampir selalu menyebut Gus Dur sebagai contoh ideal pemuka agama tradisional yang begitu gigih memperjuangkan semangat toleransi dan perdamaian.

Bahkan, Prof. Muddathir Abdel-Rahim dari International Institute of Islamic Thought and Civilization Malaysia, menunjuk Gus Dur sebagai sosok yang berhasil membalik prasangka banyak kalangan tentang wajah Islam yang cenderung dipersepsi tidak ramah terhadap isu-isu toleransi dan perdamaian. Prof. Abdullah Saeed dari The University of Melbourne juga mengakui posisi penting Gus Dur dalam upaya kontekstualisasi nilai-nilai universal Alquran. Dr. Natalie Mobini Kesheh dari Australian Baha'i Community mengatakan, satu-satunya pemimpin Islam dunia yang begitu akomodatif terhadap komunitas Baha'i adalah Gus Dur. Prof. James Haire dari Charles Stuart University, New South Wales, berkali-kali memberi pujian kepada mantan Presiden Republik Indonesia yang ia nilai paling gigih dalam memberi perlindungan terhadap kelompok minoritas.

Di sisi lain, khususnya di dalam negeri, Gus Dur adalah tokoh yang pernyataan-pernyataannya kerap mengundang kontroversi. Di satu sisi ia mengedepankan sekularisme, tapi di sisi lain ia habis-habisan menunggangi simbol-simbol keagamaan seperti pesantren, ke-kiai-annya, atau ke-Gus-annya. Di sana-sini ia berteriak agar jangan terlalu mengeksploitasi hukum Islam dalam kehidupan berbangsa yang pluralis. Namun ketika ada yang hendak melengserkannya dari kursi kepresidenan, tiba-tiba muncul istilah "fikih dalam menghadapi makar terhadap pemimpin umat". Tiba-tiba saja ayat-ayat Alquran digunakan untuk mengecam orang-orang yang hendak menjatuhkan dirinya. Tapi, itulah Gus Dur.

Sebagai politisi dan pejuang hak asasi manusia (HAM), Gus Dur memang manusia yang sangat langka. Dan, kemampuannya melakukan pembedaan secara jernih mengenai posisinya itu adalah sesuatu yang mengagumkan. Perjuangannya untuk tetap membela hak-hak minoritas tak pernah surut kendati tampak tidak menguntungkan secara politik. Ketika kebanyakan politisi angkat tangan dan bungkam terhadap kasus minoritas Ahmadiyah, Gus Dur justru tampil di garda depan sebagai pembela hak-haknya. Selamat jalan Gus....(Kamis, 31 Desember 2009)**

Rabu, 30 Desember 2009

Waktu

"Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan seperti seorang pengembara. Apabila engkau telah memasuki waktu sore, janganlah menanti datangnya waktu pagi. Dan apabila engkau telah memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya waktu sore. Ambillah waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu untuk (bekal) matimu."

(H.R. Bukhari)

MATAHARI tahun 2009 segera tenggelam, dan fajar tahun 2010 segera akan terbit. Banyak sudah sukacita bahkan derita yang kita lalui. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari waktu dan tempat. Kesadaran kita tentang waktu berhubungan dengan bulan dan matahari, baik dari segi perjalanannya (malam saat terbenam dan siang saat terbitnya) maupun kenyataan bahwa sehari sama dengan sekali terbit sampai terbenamnya matahari, atau sejak tengah malam hingga tengah malam berikutnya.

Waktu yang dialami manusia di dunia berbeda dengan waktu yang dialaminya kelak di hari kemudian. Ini disebabkan dimensi kehidupan akhirat berbeda dengan dimensi kehidupan duniawi. Di dalam surat Al-Kahfi ayat 19 Allah berfirman, "Dan berkata salah seorang dan mereka, 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab, 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari'". Ashhabul-Kahfi yang ditidurkan Allah selama tiga ratus tahun lebih, menduga bahwa mereka hanya berada di dalam gua selama sehari atau kurang.

Dalam filosofi bangsa Arab, waktu ibarat pedang, al waqtu kash shoif. Maksudnya, kalau kita pandai menggunakan pedang, maka pedang itu akan menjadi alat yang bermanfaat. Tapi kalau tidak bisa menggunakannya, bisa-bisa kita sendiri yang akan celaka. Begitu juga dengan waktu, kalau kita pandai memanfaatkannya maka kita akan menjadi orang yang sukses. Tapi kalau tidak, maka kita sendiri yang akan tergilas oleh waktu.

Di belahan bumi barat, masyarakat di sana mengenal falsafah, time is money, waktu adalah uang. Paham ini sangat materialistis. Kesuksesan, kesenangan, kebahagiaan, kehormatan, semuanya diukur dengan materi. Maka mereka akan merasa rugi jika ada sedikit saja waktu yang berlalu tanpa menghasilkan uang. Uang menjadi tujuan hidupnya.

Sedangkan bagi seorang muslim, begitu banyak yang diingatkan Alquran akan pentingnya waktu. Misalnya wadh dhuha (demi waktu dhuha), wal fajri (demi waktu fajar), wal laili (demi waktu malam), dan masih banyak lagi. Dalam ayat-ayat tersebut Allah bersumpah dengan menggunakan kata waktu. Menurut para ahli tafsir, dengan menggunakan kata waktu ketika bersumpah, Allah SWT ingin menegaskan bahwa manusia hendaknya benar-benar memperhatikan waktu, karena sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia.

Dalam surat al-Ashr ayat 1-3, Allah berfirman: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan supaya menetapi kesabaran."

Mudah-mudahan di tahun 2010 yang tinggal satu hari lagi, kita bisa lebih efektif dan efisien dalam menggunakan waktu.(Rabu, 30 Desember 2009) **

Selasa, 29 Desember 2009

Menyiapkan Berlakunya UU No. 22 Tahun 2009

SEBANYAK 10.000 leaflet tentang Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Minggu (27/12) pagi disebar oleh sejumlah petugas polwiltabes serta mojang dan jajaka (moka).

Kasatlantas Polwiltabes Bandung, AKBP Prahoro Tri Wahyono, S.I.K. didampingi Kaur Regident, AKP Etty Haryati, S.H. di sela-sela pembagian leaflet di Ciwalk, kepada wartawan mengungkapkan, selain peluncuran program Weekend Tebar Pesona, Satlantas Polwiltabes pun meluncurkan program duta lantas. Katanya, dengan menunjuk mojang dan jajaka sebagai duta lantas, diharapkan masyarakat akan sadar peraturan lalu lintas, terutama UU Lalu Lintas yang baru, yaitu UU No. 22/2009.

Kita berharap, dengan diberlakukannya UU No. 22/2009 ini tingkat pelanggaran lalu lintas akan jauh lebih menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena sanksi denda maupun kurungan yang diberlakukan dalam UU ini jauh lebih berat dibandingkan UU LLAJ sebelumnya.

Tentunya untuk menegakkan aturan hukum tersebut, petugas di lapangan harus benar-benar dibekali dengan mental yang siap. Jangan sampai produk hukum yang akan diberlakukan mulai tahun 2010 ini malah menjadi ajang untuk meningkatkan nilai uang penyelesaian masalah di jalanan. Akibatnya, wibawa petugas lalu lintas menjadi luntur dan bisa merusak korps secara keseluruhan.

Dulu sering bila ada pelanggaran yang diselesaikan di lapangan, oknum petugas sering berkilah bahwa masyarakat sendiri salah mau menyogok petugas. Mereka kerap menyalahkan masyarakat pengguna kendaraan. Padahal sesungguhnya ketika seseorang memutuskan untuk menjadi petugas kepolisian, tentu harus siap menghadapi segala godaan yang bisa merusak kewibawaannya. Mereka orang-orang yang dilatih untuk menegakkan hukum, tentu segala risiko yang akan muncul di lapangan sudah bisa diantisipasi. Artinya, secara internal tentu diberlakukan sanksi tegas bagi petugas yang tindakannya bisa merusak korps kepolisian secara keseluruhan.

Kepribadian petugas kepolisian yang akan mengawal aturan baru tersebut, tentu akan sangat menunjang sukses tidaknya implementasi UU No. 22/2009 tersebut. Begitu juga kelengkapan sarana penunjang, seperti rambu-rambu lalu lintas akan sangat membantu pelaksanaannya di lapangan. Jangan sampai antara petugas dengan pelanggar aturan terjebak dalam debat karena sarana penunjang yang tidak lengkap.

Dan yang lebih penting lagi, tentu kita berharap, pihak kepolisian juga memanfaatkan teknologi secara optimal. Artinya perangkat teknologi yang ada benar-benar mampu menunjang kenyamanan masyarakat dalam berkendaraan. Jangan sampai sebaliknya, keberadaan teknologi penunjang arus lalu lintas malah dimanfaatkan untuk memperdaya para pengguna kendaraan agar terjebak melakukan pelanggaran.

Begitu juga kepada masyarakat, dengan diberlakukannya UU No. 22/2009 ini, kita harapkan bisa lebih tertib lagi dalam menggunakan kendaraannya, serta melengkapi semua kebutuhan penunjang kendaraan sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Kecuali kalau "betah" menjadi objek penyumbang dana negara sebagaimana besaran denda yang diatur dalam UU tersebut.(Selasa, 29 Desember 2009) **

Senin, 28 Desember 2009

Ayu Azhari

SIAPA yang tak kenal Ayu Azhari, bintang seksi yang kerap bikin sensasi. Tapi kalau Siti Khadijah? Tentu tidak banyak yang tahu, karena nama itu identik dengan istri pertama Rasulullah SAW. Ayu yang lahir dengan nama Siti Khadijah Azhari pada 19 November 1969 ini berencana mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Sukabumi 2010-2015 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Ayu dianggap mampu meraih dukungan suara untuk menjadikan partai berlambang banteng itu mengantarkan kadernya, Heri Haryanto menjadi orang nomor satu di Sukabumi. Saat berkunjung ke dapur Redaksi HU Galamedia beberapa waktu lalu, ia memang sosok yang komunikatif. Ini modal bagi Ayu, meski perjalanan kariernya penuh sensasi dan kontroversi, sehingga kiprahnya kerap menimbulkan pro dan kontra.


Seperti dikutip detik.com, Sabtu (26/12), di Facebook muncul kelompok yang pro dan kontra terhadap Ayu. Ada "Ayu Azhari for Sukabumi" yang sudah memiliki pengikut 13 orang. Grup lainnya yang mendukung pencalonan Ayu Azhari adalah "Beri Dukungan Ayu Azhari Ikut Pilkada Sukabumi". Dalam deskripsinya, kelompok yang digawangi Rastin Aguana ini memajang salah satu berita di surat kabar terbitan Ibu Kota tentang majunya Ayu menjadi bakal calon wabup. Delapan orang sudah menjadi pengikut di grup ini. Kelompok lainnya adalah "Ayu Azhari for Wakil Bupati Sukabumi 2010-2015" yang sudah memiliki 13 anggota.

Sedangkan kelompok yang menolak Ayu Azhari menjadi bakal calon Wabup Sukabumi baru satu kelompok saja, namun pengikutnya lebih banyak dibanding 3 kelompok pendukung Ayu. Hingga pukul 06.20 WIB sudah ada 39 pengikut. "Tolak Ayu Azhari menjadi Balon Wabup Kabupaten Sukabumi", demikian nama kelompok itu. Dalam deskripsinya, moderator kelompok ini mempertanyakan kompetensi dan kapasitas Ayu menjadi bakal calon pemimpin pemerintahan di Sukabumi.

Sebagai selebriti, perjalanan hidup Ayu dilalui dengan penuh liku dan sensasi. Ayu menikah tiga kali, suami pertamanya rocker Indonesia, Wisnu Djodi Gondokusumo, yang kemudian bercerai dengan satu orang anak. Ia kemudian menikah dengan Teemu Yusuf Ibrahim, seorang ekspatriat dan kembali bercerai dengan dikaruniai tiga orang anak.

Berikutnya, Ayu menikah dengan Mike Tramp, salah seorang personel grup musik rock White Lion. Dari perkawinannya dengan Tramp, Ayu dikaruniai seorang anak yang lahir pada akhir 2006 lalu. Setelah menikah dengan Tramp, Ayu lebih banyak tinggal di Amerika bersama sang suami. September 2008, bertepatan dengan malam 17 Ramadan, Ayu melahirkan anak keenamnya di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat.

Indonesia memang berbeda dengan Argentina. Namun nama Ayu disebut pengamat politik Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Tedi Nurhadi akan menjadi Evita Peron-nya Sukabumi. Sebagian penggemar Ayu di Sukabumi mungkin tidak tahu kalau calon wabup tersebut pernah juga bermain telanjang di sebuah bathub bersama bintang film Amerika, Frank Zagarino dalam film Outraged Fugitive/Without Mercy (1995).

Tentu kalau sampai terpilih nanti, Ayu tidak akan seperti Evita Peron, yang melarang semua film yang pernah dibintanginya beredar di Sukabumi.(Senin, 28 Desember 2009) **

Sabtu, 26 Desember 2009

Natal

SAUDARA kita, umat Kristiani baru saja melaksanakan perayaan Natal. Beragam acara dilakukan, layaknya Idulfitri di kalangan umat Islam. Hakikat dan arti Natal sesungguhnya adalah berbagi. Berbagi sukacita, berbagi damai sejahtera, berbagi motivasi dll.

Natal bukanlah pesta, Natal bukanlah kemewahan, Natal bukanlah sekadar menyayikan lagu Natal, namun Natal adalah sebuah renungan tentang kesederhanaan, keterbatasan, dan penderitaan. Tentu bagi para penganut Kristen, tidak perlu membatasi pengetahuan Natal hanya sebatas Santa Claus baik hati yang suka bawa karung goni berisi hadiah Natal buat anak-anak kecil yang dilarang menangis saat bertemu dengannya. Jangan batasi pula dengan dekorasi Natal yang serbaglamour.

Mari kita kembalikan hati dan pikiran kita kepada sejarah Natal yang penuh ancaman di balik penderitaan pembunuhan bayi pada waktu itu. Namun di balik semua penderitaan tersebut ada harapan akan masa depan. Masa depan yang tak 'kan pernah suram.

Natal bisa kita artikan perayaan kelahiran suci. Kelahiran Kristus bagi kaum Kristiani adalah wujud janji Allah yang dikumandangkan sejak Adam-Hawa jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3:15) dan disampaikan berulang-ulang dalam Perjanjian Lama, yang paling jelas pada Yesaya 7:14 yang menulis seorang perawan akan melahirkan seorang bayi-perjanjian. Apa yang diperingati dalam Natal adalah pengucapan syukur terhadap segala belas-kasihan dan anugerah kehidupan dari Allah.

Tahun berganti tahun, tiap Natal selalu ada momentum lahir baru dan di tahun yang baru juga selalu berharap hidup yang baru dan segala sesuatu yang lama di tahun kemarin diharap diganti dengan hal-hal yang baru. Namun sampai di manakah manusia hidup baru? Begitu menjelang akhir tahun, segala sifat-sifat lama manusia kerap kambuh lagi. Apakah makna lahir baru dan hidup baru cuma pada saat Natal dan Tahun Baru saja? Natalan tiap tahun selalu diwarnai dengan berbagai kemewahan, parsel-parsel, pesta, dan pernik-pernik mewah lainnya dan tiap pergantian tahun biasa diwarnai dengan tiup terompet dan pesta kembang api serta berbagai acara hura-hura lainnya. Tapi itu cuma bisa dinikmati oleh segelintir orang yang hidup dalam kemewahan belaka, sementara mereka yang hidup dalam kekurangan jauh lebih banyak.

Berbagai bencana masih mewarnai pada saat Natal dan Tahun Baru ini mengingatkan kepada semua umat tentang kesederhanaan hidup yang hanya sekali ini, setelah mati entah ke mana. Tidak ada lagi parsel yang biasa dikirim ke rumah gedongan dan acara-acara mewah yang berlebihan yang biasa diadakan oleh orang-orang kaya tapi lupa diri. Sekarang dengan banyak peristiwa seperti di atas maka mereka pun harus rela meniadakan parsel-parsel dan segala acara mewah lainnya. Sanggupkah hidup berbagi rasa dengan mereka yang benar-benar membutuhkan? Sejauh manakah makna Natal dan Tahun Baru benar-benar dihayati dan diamalkan, bukan pesta pora dan hura-hura. Buka hati ada damai. Buka mata ada terang. Buka kasih ada sukacita. (Sabtu, 26 Desember 2009)**

Jumat, 25 Desember 2009

Serikat Pekerja

SERIKAT pekerja kerap dipandang perusahaan seperti pemadam kebakaran, yang sangat diperlukan hanya ketika terjadi gejolak internal perusahaan. Ketika perusahaan sudah kembali mapan dan harmonis, para pekerja kembali asyik dengan dirinya dan tidak menganggap serikat pekerja sebagai sebuah wadah vital komunitas pekerja.

Namun ada juga yang memandang, serikat pekerja sebagai ancaman bagi berlangsungnya sebuah perusahaan. Karena sekelompok kecil karyawan yang melihat kebobrokan manajemen perusahaannya dipandang bisa berkembang menjadi sebuah kekuatan yang bisa menjadi "lawan" perusahaan. Seperti musuh dalam selimut.



Bagi pekerja adanya serikat seperti ini tentu bisa dijadikan alat untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang mungkin tidak diberikan oleh perusahaan. Karena tidak sedikit perusahaan yang tidak memberikan hak-hak pekerja, seperti hak cuti hamil, gaji ke-13 atau tunjangan hari raya (THR), upah lembur, jaminan sosial dan kesehatan, dan lain-lain. Melalui wadah ini, mereka bisa membicarakannya dengan pihak perusahaan.

Maka untuk melindungi hak-hak pekerja tersebut, dikeluarkanlah UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Sedangkan pasal 25 ayat (1) menyebutkan, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak: a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh; e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dan perusahaan yang mencoba menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apa pun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Maka bagi perusahaan PT LLP kalau benar sampai melakukan isolasi bahkan PHK terhadap 6 pekerjanya yang akan mendirikan serikat pekerja, tentu akan berhadapan dengan konsekuensi hukum yang berat. Sekarang tinggal seberapa jauh kesungguhan para pekerja yang telah diintimidasi itu untuk memperjuangkan hak-haknya. Ini tentu bakal menjadi pelajaran penting bagi masyarakat.(Kamis, 24 Desember 2009)**

Doa Ibu

"Tiga macam golongan yang doanya mustajab dan tidak diragukan lagi kedahsyatannya. Yakni doa orang tua kepada anaknya, doa musafir (orang yang sedang bepergian), dan doa orang yang dizhalimi."

(H.R. Bukhari dan Muslim)

DOA seorang ibu untuk anaknya dikabulkan Tuhan, begitu pula kutukannya. Karena makbulnya doa ibu, maka kebanyakan orang-orang yang sukses dalam hidupnya, adalah mereka yang dekat dengan ibunya, dan senantiasa didoakan oleh ibunya.

Bukan cuma surga yang berada di kaki ibu, tetapi juga "sekolah kehidupan". Peran ibu dalam mendidik anak memang lebih besar ketimbang seorang ayah. Riset terbaru di Amerika Serikat (AS) menunjukkan, anak yang dirawat ayah berusia lebih matang, tidak begitu memiliki otak cemerlang semasa kanak-kanak. Sebaliknya, anak di bawah pangkuan atau didikan ibu yang lebih matang, akan mempunyai otak lebih cemerlang.

Riset ini berdasarkan tes terhadap sejumlah anak atas kemampuan berpikir selama masa kanak-kanak atau menjelang remaja. Kelebihan ibu dalam peran mereka dalam mengurus anak diperlihatkan pada riset ini. Riset ditujukan untuk menguji kemampuan daya ingat, menangkap pelajaran, dan konsentrasi.

Maka berbuat baiklah kepada ibumu, karena segala kesuksesan, kekayaan, dan kebahagiaanmu sepenuhnya bersumber dari kekuatan doa ibu. Sebaliknya, segala sebab kejatuhan, kehinaan, dan kemiskinan akan seketika menghajarmu akibat doa buruk ibu yang tersakiti hatinya.

Dalam buku Mukjizat Doa Ibu! yang ditulis Lidia Yurita dituturkan rahasia-rahasia luar biasa bagaimana cara kerja doa seorang ibu bisa menggetarkan 'Arsy, melontarkan jawaban sontak dari-Nya, entah itu mulia atau nista. Inilah bacaan berharga untuk muslim/muslimah agar lebih mampu menyelami segala kemukjizatan doa ibu dan memuliakannya dengan cinta.

"Sesungguhnya doa ibu tidak mungkin meleset. Ibuku selalu ridha pada anak-anaknya dan sangat mencintai mereka, selalu berdoa memohon kebaikan untuk mereka di setiap waktu, berdoa dengan hati yang bersih tanpa ada dendam dan kebencian. Maka saya melihat segala urusan saya sebagai hasil dari doa ibu secara nyata dan tidak ada keraguan sedikit pun. Berapa banyak pintu kebaikan terbuka untuk saya dengan tidak disangka-sangka dan berapa banyak tipu daya orang-orang hasad dan dengki menjadi runtuh karena karunia Allah disebabkan doa ibu yang dikabulkan-Nya". Demikian diungkapkan Prof. Dr. Shalih al-'Ayid, penulis Huquuq Ghairil Muslimiin fil Bilaad al-Islaamiyyah.

Memang sepatutnya setiap ibu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya. Doa ibu akan terkabulkan sebagaimana doa para nabi kepada umatnya. Berkah dan ijabah doa ibu akan memudahkan anak dalam meraih kesuksesan dan kebahagiaan hidup, di dunia dan akhirat. Namun bila hati bening ibu tersakiti oleh kedurhakaan anak sehingga murka dan telanjur meminta sesuatu balasan untuk sang anak, sungguh siksa Allah pun akan segera dirasakan. Secara nyata akan langsung terbukti. Sungguh doa ibu sangat luar biasa mustajabnya. Selamat Hari Ibu!. (Selasa, 22 Desember 2009)**

Selasa, 22 Desember 2009

Lagi, Tentang PKL

KEMBALI kericuhan "kecil" mewarnai penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Kota Bandung, Senin (21/12). Antara petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan sejumlah PKL nyaris terjadi baku hantam. Penertiban PKL itu nyaris ricuh karena sejumlah pedagang menolak barangnya dibawa petugas Satpol PP.

Kota Bandung memiliki catatan buruk soal penertiban PKL yang berujung pada kerusuhan massa, yakni yang terjadi di kawasan Alun-alun dan Jln. A. Yani beberapa tahun lalu. Pola penanganan konvensional seperti ini seharusnya bisa ditinggalkan, diganti dengan cara-cara yang lebih manusiawi.

Masyarakat, khususnya para PKL di Kota Bandung tadinya berharap, studi banding yang dilakukan para anggota DPRD dan Wali Kota Bandung ke Solo dan Surabaya Oktober 2009 lalu akan membawa "oleh-oleh" yang membahagiakan. Yakni pola penanganan PKL yang lebih proporsional dan tidak memandang mereka sebagai "sampah kota" yang harus disapu bersih dari kota. Bayangkan, untuk "menyapu bersih" para PKL dan pelanggar Perda K3 lainnya di tujuh titik dalam 10 hari kerja Senin (21/12) hingga Kamis (31/12), kata Kepala Satpol PP Kota Bandung, Ferdi Ligaswara, menghabiskan anggaran operasional 300 juta.

Wali Kota Bandung, Dada Rosada seusai melakukan studi banding ke dua kota tersebut mengatakan, untuk mencegah berjamurnya PKL di Kota Bandung, hanya bisa dilakukan dengan pemberian Bawaku Makmur dan relokasi. Relokasi di Bandung, katanya, tidak mudah, tapi pernah ada yang menawarkan bangunan bioskop di Cicadas yang sudah tidak terpakai untuk dijadikan sebagai penampungan PKL yang ada di trotoar Cicadas.

Sebelumnya 11 anggota Komisi B Kota Bandung ke Batam, kata Iqbal, untuk melihat pola penertiban PKL. Hasilnya, mereka melihat pemerintah setempat juga menyediakan lahan relokasi yang memadai bagi PKL yang jumlahnya mencapai 6.000 itu.

Ironisnya, setelah DPRD dan Wali Kota Bandung melakukan studi banding ke Solo dan Surabaya, DPRD Kota Bandung meminta Wali Kota Dada Rosada lebih berani dan tegas mengatasi masalah PKL dan berapa pun dana yang dibutuhkan akan dikeluarkan oleh dewan.

Seorang anggota dewan mengungkapkan, jumlah PKL yang ada di Surakarta hanya 5.000 orang dan itu jauh berbeda dengan yang ada di Bandung. Jika Bandung harus mengundang seluruh PKL untuk makan bersama, seperti yang dilakukan Wali Kota Solo, tentu tidak mungkin.

Masalahnya bukan itu, konsistensi terhadap aturan harus dijalankan semua jajaran petugas yang bertanggung jawab atas penegakan Perda K3. Mereka harus bisa steril dari uang-uang pemberian para PKL, sehingga bisa lebih berwibawa di mata para PKL. Sejalan dengan itu, lahan-lahan untuk relokasi perlu disediakan karena tidak mungkin menyapu bersih para PKL tanpa memikirkan lahan nafkah untuk mereka. Terlebih dikaitkan dengan Kota Bandung sebagai tujuan wisata belanja, tentu pemerintah harus lebih adil dalam membuka ruang ekonomi, termasuk pada kalangan bawah ini. Terlebih dalam sebuah percakapan, Wali Kota Bandung sendiri pernah mengatakan merasa berutang budi pada para PKL, karena dukungan mereka saat pecalonkannya sebagai Wali Kota Bandung periode kedua ini.(Rabu, 23 Desember 2009) **

Minggu, 20 Desember 2009

Konflik yang Tak Kunjung Selesai

KESAL dengan kinerja anggota DPRD Kab. Bandung, ratusan orang dari Komite Peduli Jawa Barat (KPJB), Pemuda Soreang (Peso), dan Forum Peduli Kab. Bandung (FPKB), terlibat aksi saling dorong dengan pihak kepolisian saat melakukan demo di Gedung DPRD Kab. Bandung, Kamis (17/12). Massa yang mencari pimpinan dan anggota dewan, berusaha masuk ke dalam Gedung Dewan yang dijaga polisi.

Ratusan orang datang ke Gedung DPRD Kab. Bandung sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka mengecam pimpinan dan anggota dewan yang dianggap tidak becus bekerja dan lebih mendahulukan kepentingan kelompoknya (HU Galamedia, Sabtu, 19/12)

Konflik antara legislatif dan eksekutif di Kab. Bandung masih terus berlanjut. Masing-masing pihak tetap pada pendiriannya dan tidak ada yang mau mengalah. Pihak legislatif yang didominasi kubu 'Merah Putih" merasa "menang" karena kuorum terkuasai. Dalam sebuah kesepakatan yang dibuat pada 4 Desember lalu, 8 pimpinan partai politik, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tetap dalam satu kubu sampai 2014, kecuali dalam hal pilkada. Dan yang keluar dari kesepakatan ini, diharuskan membayar hingga Rp 1 miliar. Dengan kesepakatan yang dibuat ini, mereka akan mempermanenkan kekuatan kuorum yang mencapai 40 suara, dari 50 suara anggota DPRD Kab. Bandung. Sementara yang tersisa tinggal Partai Golkar 9 suara dan Hanura 1 suara.

Pihak eksekutif sendiri tetap beranggapan, ada permasalahan internal di DPRD Kab. Bandung yang harus diselesaikan dulu, sehingga tidak bersedia menghadiri rapat-rapat yang diundang dewan. Akibatnya tentu banyak program yang masuk dalam perubahan APBD 2009 yang tidak bisa direalisasikan. Begitu pula bahasan Rancangan APBD 2010 yang jadi terbengkalai. Ini tentu berefek banyak. Puncaknya mungkin akan terjadi pada laporan pertanggungjawaban bupati (LPJ) nanti, kalau masalah ini tidak segera diselesaikan.

Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang LPPD, LPJ Kepala Daerah, dan Informasi LPPD menyebutkan, laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD yang selanjutnya disebut LKPJ, adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 tahun anggaran atau akhir masa jabatan, yang disampaikan kepala daerah kepada DPRD. Adapun yang dilaporkan sekurang-kurangnya mencakup arah kebijakan umum pemerintahan daerah; pengelolaan keuangan daerah secara makro, termasuk pendapatan dan belanja daerah; penyelenggaraan urusan desentralisasi; penyelenggaraan tugas pembantuan; dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. Tentu ini konflik baru yang ada di depan mata.

Sebetulnya kunci dari penyelesaian konflik tersebut ada pada bupati yang juga Ketua DPD Partai Golkar (PG) dan wakil bupati yang juga Ketua DPC PDIP Kab. Bandung, yang tergabung dalam Koalisi PG, PDIP, dan PKB. Mereka punya tugas bersama sampai akhir masa jabatan, 5 Desember 2010 nanti. Akan lebih bijaksana kalau mereka bisa duduk bersama, menyelesaikan permasalahan yang pernah ada. Tidak melebar ke mana-mana, sehingga masyarakat yang dirugikan.(Senin, 21 Desember 2009)**

Sabtu, 19 Desember 2009

Tahun Baru 1431 Hijriah

HARI ini kita memasuki hari kedua 1431 Hijriah. Momentum tahun baru hijriah ini memang tidak sehiruk-pikuk tahun baru masehi. Tidak ada arak-arakan kendaraan, tidak ada bunyi letusan mercon, bahkan televisi-televisi juga nyaris tidak memberitakan pergantian tahun baru ini.

Padahal tidak semuanya demikian. Kalau kita menelurusi, ada aktivitas-aktivitas ritual menyambut datangnya tahun baru Islam, yang jatuh pada malam Jumat kliwon ini. Pergantian tahun hijriah berbeda dengan tahun baru masehi, yang berlangsung tengah malam. Tahun baru hijriah berganti setelah matahari jatuh ke ufuk pada 30 Zulhijah 1430 Hijriah.

Di sejumlah pesantren, kegiatan menyambut tahun baru hijriah sangat terasa. Di Pesantren Ciwaringin Cirebon, ritualitas itu sangat terasa, bahkan di tempat ziarah Sunan Gunung Djati. Bahkan lebih ke timur lagi, di Jln. Wahidin Pekalongan, ritualitas menyambut datangnya tahun baru hijriah lebih terasa lagi. Ribuan orang dari berbagai daerah di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya tumplek mengikuti istigasah yang dipimpin Habib Lutfhy bin Yahya.

Tahun baru hijriah harus kita jadikan sarana hijrah menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam Islam disebutkan, haasibuu qobla antuhaasabuu. Artinya, hitunglah dirimu sebelum kamu sekalian dihitung (hisab). Sebagai rasa syukur maka sebaiknya kita sebagai muslim yang taat, memanfaatkan tahun baru ini untuk menginstrospeksi diri, mengevaluasi diri, bermuhasabah atas segala perencanaan, perbuatan, dan program hidup yang telah dilakukan di tahun sebelumnya. Jadikan saat-saat seperti ini sebagai momen yang tepat bagi kita untuk selalu berintrospeksi, amal-ibadah apa yang sudah kita capai dan hal apa saja yang masih kurang. Sehingga instrospeksi tersebut nantinya bisa memperbaiki dan memperbarui kekurangan-kekurangan kita di masa depan serta kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan, tidak akan diulangi lagi.

Hijrah adalah langkah perubahan Nabi Muhammad SAW untuk membuat sesuatu yang lebih baik di masyarakat Madinah. Di tempat yang baru, Nabi Muhammad SAW ternyata berhasil membangun peradaban baru yang lebih mencerahkan. Peristiwa hijrah ke Madinah ini oleh sahabat Umar Bin Khattab dipakai sebagai awal penanggalan Islam.

Buat kita, hijrah sudah selayaknya menjadi momentum penting dengan membuka lembaran hidup yang baru. Kita berusaha untuk betul-betul membuat perubahan yang nyata, ada juga perubahan fisik yang akan membantu niat kita. Mari kita memulai lembaran baru ini dengan rumus sederhana yang sudah terkenal, yaitu 3M.

Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulailah saat ini juga.

"Ya Allah, berilah kami kesempatan untuk memperbaiki diri ini. Berikan kami kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada-Mu. Ya Rabbi, berikan kami petunjuk agar kami selalu berada pada jalan yang Engkau ridai. Kami akan berusaha mengubah segala sikap, sifat, dan perbuatan yang telah salah selama ini kepada orang-orang terdekat kami, terutama mereka yang sangat kami kasihi, kami cintai, dan kami sayangi".(Sabtu, 19 Desember 2009) **

Jumat, 18 Desember 2009

Pilbup

PEMILIHAN bupati (pilbup) di Kab. Bandung rencananya digelar 9 Agustus 2010 untuk putaran satu. Dan, kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kab. Bandung, Osin Permana, kalau harus dua putaran, putaran keduanya kemungkinan dilaksanakan pada 11 Oktober 2010. Pelantikan dan serah terima jabatan bupati lama ke bupati baru dilaksanakan pada 5 Desember 2010.

Daya tarik pilbup mulai terasa dari sekarang. Di tubuh Partai Golkar (PG) Kab. Bandung bahkan sudah mengambil ancang-ancang untuk kandidat kuat Ketua DPD Partai Golkar periode 2009-2010, maupun untuk kandidat bupati 2010-2015. Sejumlah Ketua PK PG, sudah membuat kesepakatan tertulis mengusung dua nama untuk kedua jabatan tersebut.

Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD PG Jabar Korwil Kab. Bandung dan Bandung Barat, H. Agus Yasmin menganggap sah-sah saja kesepakatan yang dibuat para PK itu. Namun ia berharap, kesepakatan yang dibuat tidak sampai menutup ruang bagi munculnya kader terbaik partai tersebut.

Terlebih, petinggi PG Jabar, H. Irianto M.S. Syafiuddin dalam Rapat Pleno 1 DPD PG yang berlangsung Rabu (16/12) di Jln. Maskumambang, menekankan dalam Musda PG kabupaten/kota agar semaksimal mungkin memberi ruang bagi tertampungnya kader potensial. Dan, menurutnya, pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan bagian dari agenda musda.

Lazimnya dalam penjaringan kandidat kepala daerah, PG selalu melakukan survei. Survei tersebut, kata Agus Yasmin, dilakukan oleh lembaga independen untuk DPD PG provinsi satu lembaga survei independen, sedangkan untuk pusat menggunakan tiga lembaga survei independen. Hal ini sejalan dengan pesan Ketua DPD PG Jabar yang mengharapkan kandidat kepala daerah di samping memiliki kecakapan, wawasan politik yang baik, komunikatif, juga populis.

Ini tentu baru hanyalan sebuah tahapan, karena yang menentukan jadi-tidaknya seseorang terpilih sebagai kepala daerah bukan partai, tapi masyarakat. Sehebat apa pun kandidat kepala daerah yang lolos dalam penjaringan di tingkat partai, ia harus siap berkompetisi dengan kandidat andal lainnya, baik dari partai lain maupun kandidat independen.

Bagi Kab. Bandung, Pilbup 2010 diperkirakan yang paling dinamis dibandingkan dengan pilbup-pilbup sebelumnya. Karena informasi yang lebih terbuka seperti sekarang ini, memberikan kesempatan bagi banyak orang yang punya kecakapan dalam segala aspek untuk tampil dan merebut hati masyarakat. Sebaliknya, informasi yang lebih terbuka, juga membuka ruang banyaknya kampanye negatif, baik melalui Facebook, Twitter, dan media pertemanan lainnya. Karena keborokan sekecil apa pun akhirnya dengan mudah dilemparkan ke ruang publik dan menjadi bahan perhatian banyak orang.

Kandidat dengan track record yang baik dan dengan komunikasi publik yang dikemas dengan baik pula, menjadi bagian penting dalam ajang Pilbup 2010 di Kab. Bandung nanti. (Kamis, 17 Desember 2009)**

Rabu, 16 Desember 2009

Anggota DPRD


TIDAK sedikit anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang makmak-mekmek saat duduk di kursi dewan dan tidak memperhitungkan bakal kembali ke asal. Ketua DPC PDI Perjuangan Kab. Bandung, H. Yadi Srimulyadi menceritakan, ada mantan anggota dewan yang saat tidak terpilih lagi, hidupnya terpuruk. Kebiasaan hidup dengan ekonomi biaya tinggi terbawa-bawa. Sehingga cepat menguras kekayaan yang didapatnya selama menjadi anggota dewan. Ia pun hidup sebagai tukang ojek.

Bahkan, katanya, ada juga anggota dewan yang menjadi salah satu petinggi di eksekutif, yang ketika tidak terpilih lagi, dengan cepat hidupnya terpuruk. Bahkan pulang kampung dan menjadi buruh.

Posisi sebagai anggota dewan memang amanah. Ketika mereka tidak bisa menjaga amanah yang diemban sebagai wakil rakyat, bahkan lupa daratan, maka ketika kembali ke masyarakat seperti orang yang terjatuh dari ketinggian. Rasa hormat kepadanya hilang, ucapannya menjadi bahan cibiran.

Memang kehidupan sebagai wakil rakyat diimpikan sebagian masyarakat, terutama kader partai. Menurut PP No. 37/2008, untuk provinsi dengan APBD di atas Rp 1,5 triliun, seorang Ketua DPRD dalam satu bulan mendapat gaji maksimum Rp 32.250.250, Wakil Ketua Rp 22.787.500, dan anggota Rp 12.862.000. Sedangkan untuk kabupaten/kota dengan APBD di atas Rp 500 miliar, seorang Ketua DPRD mendapat gaji Rp 24.721.375 per bulan, wakil ketua Rp 17.677.450 per bulan, dan anggota Rp 10.624.600 per bulan.

Itu belum seberapa tentunya, karena masih ada fasilitas dan tunjangan-tunjangan lainnya. Seperti yang sekarang dinikmati anggota DPRD Kota Bandung, yang tengah melakukan perjalanan ke Laos, Kamboja dan beberapa kota besar di Indonesia. Begitu pula 100 anggota DPRD Provinsi Jabar yang sebentar lagi akan menikmati mobil inventaris dengan anggaran Rp 16 miliar. Namun apakah pendapatan dan fasilitas yang mereka nikmati itu sudah seimbang dengan keringat yang mereka keluarkan?

Kerapkali dalam perjalanan yang dilakukan anggota dewan, yang dibungkus dengan program studi banding, ketika pulang tidak membawa "oleh-oleh" hasil studi bandingnya itu. Pada sebuah perusahaan swasta yang berkembang, seorang karyawan yang mengikuti seminar atau studi banding ke perusahaan lain, harus menularkan ilmunya kepada karyawan yang lain melalui presentasi yang didisajikan dan didiskusikan, agar memiliki visi yang sama terhadap sebuah permasalahan yang berkembang. Sehingga divisi tersebut memiliki pemahaman yang sama. Di lingkungan dewan, hasil kunjungan jarang yang dipresentasikan kepada anggota dewan lainnya.

Begitu pula dalam kunjungan anggota dewan, jarang, bahkan hampir tidak pernah mengajak objek yang menjadi perhatiannya. Misalnya studi banding mengenai pedagang kaki lima (PKL), tak pernah mengajak koordinator PKL itu sendiri. Begitu pula studi banding mengenai pendidikan, yang diajak kepala sekolah, komite sekolah sebagai representasi dari masyarakat jarang diajak. Sehingga kerap terjadi, hasil studi banding hanya di tataran konsep dan susah diimplementasikan.
(Rabu, 16 Desember 2009) **

Selasa, 15 Desember 2009

Putusan MA





HINGGA hari ini, pemerintah masih belum mengambil keputusan jadi-tidaknya ujian nasional (UN) dilaksanakan. Sikap mengambang ini jelas menggusarkan berbagai pihak, baik yang pro pelaksanaan UN maupun yang menolak. Pihak yang pro butuh kepastian hukum untuk lebih menyiapkan pelaksanaan UN tersebut. Sementara yang kontra, tentu akan melakukan tekanan yang lebih keras agar UN tidak jadi dilaksanakan.

Bahkan Ketua Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip), Yanti Sriyulianti meminta agar Mahkamah Agung (MA) segera melakukan eksekusi atas dikabulkannya permohonan ditolaknya UN sebagai penentu kelulusan siswa di sekolah. Hal itu perlu dilakukan agar hak atas perlindungan anak dapat diwujudkan.

Sebagai salah satu penggugat atas penolakan UN yang dimenangkan oleh MA, Yanti mengatakan salah satunya adalah dengan segera meminta salinan keputusan MA. Sebab, saat ini pihaknya belum menerima salinan atas MA tersebut.

MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 itu diputus pada 14 September 2009. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan Kristiono dkk.

Dalam isi putusan ini, para tegugat yakni presiden, wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru. Atas dikabulkannya gugatan itu, penggugat yang menamakan diri Tim Advokasi Korban UN (Tekun) dan Education Forum mendesak pemerintah mematuhi putusan MA tersebut.

Dengan ditolaknya kasasi yang diajukan pemerintah, maka Presiden RI harus merevisi kebijakan UN dengan menghapusnya sebagai syarat utama kelulusan. Mendiknas diminta membangun sistem pendidikan yang lebih baik jika UN ditiadakan dengan putusan kasasi MA ini.

Tentu sangatlah tidak adil kalau pendidikan yang ditempuh para siswa selama tiga tahun gagal hanya karena satu mata pelajaran yang diujikan dalam UN tidak lulus. Hal ini bukan hanya mengusik rasa keadilan dalam pelaksanaan UN, tapi juga merupakan ketidakkadilan dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Karena, tidak sedikit sekolah-sekolah yang standar kualitas pendidikannya dibawah namun hasil UN-nya bisa melampaui sekolah-sekolah favorit.

Kalau sampai UN ini jadi dihapuskan, tentu kita berharap ada metode lain yang bisa mengukur standar kualitas hasil pendidikan siswa yang lebih baik. Artinya, para siswa dari sekolah-sekolah yang menerapkan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang lebih baik akan mendapatkan peluang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih baik pula. Tidak seperti sekarang, para siswa dari sekolah-sekolah yang bermutu gagal mendapatkan pendidikan di jenjang selanjutnya karena terjegal hasil UN.

Pendidikan hakikatnya adalah menciptakan manusia yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Maka, harus dipikirkan pula proses yang lebih baik dan adil agar memberikan kesempatan yang sama untuk para siswa, terutama yang berkualitas.
(Selasa, 15 Desember 2009) **

Minggu, 13 Desember 2009

"Membudidayakan" Korupsi

DALAM pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Unpad, Jumat (11/12), Sjahruddin Rasul
mengatakan, Corruption Perception Index (CPI) atau Indek Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia menurut Transparansi Internasional menun
jukan ada kenaikan skor 0,2 dari sebelumnya 2,6 menjadi 2,8.
Kenaikan angka ini memang belum ada apa-apanya karena dari 180
negara yang di survei, IPK Indonesia masih bercokol di urutan
111.
Kita menyadari, penegakan hukum untuk membahas tindak pidana
korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini, terbukti
mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode
penegakan hukum secara luar biasa, melalui pembentukan suatu
badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta
bebas.
Sehingga lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK seka
rang ini menjadi satu-satunya harapan masyarakat Indonesia yang
menginginkan Indonesia bersih dari korupsi dan naik urutan IPK-
nya.
Tidak mudah memang memberantas korupsi di Indonesia. Bahkan
terkesan di lembaga-lembaga tertentu sengaja tetap dipelihara
bahkan di "budidayakan". Bahkan cara orang berkorupsi pun semakin
hari kemampuannya semakin meningkat.
Ini salah cerita dari kalangan para kepala sekolah. Hasil audit
BOS dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagian sekolah ada
catatan yang harus dibetulkan dalam laporan keuangannya, dan
sebagian yang lain lolos. Namun ketika manajer BOS setempat
melakukan pemeriksaan, banyak catatan yang menyebutkan adanya
penyimpangan. Ujung-ujungnya, semua sekolah diminta
mengumpukan dana 10% ke manajer BOS - tidak melalui rekening
BPK - untuk mengurus masalah tersebut. Hebatnya, semua kepala
sekolah dikumpulkan disebuah sekolah, kemudian semuanya harus
membuat pernyataan diatas materai bahwa tidak ada pungutan
tersebut. Hal ini bisa terjadi kenapa? Ada intimidasi.
Cerita lain, saat Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun 2009/2010,
petunjuk pelaksanaan (Juklak) PSB belum keluar dari kepala daer
ah. Sehingga, aturan larangan memungut uang dari para orang tua
siswa masih kabur. Sejumlah komite sekolah tetap mengajak orang
tua siswa untuk membayar dana sumbangan pendidikan bulanan
(DSPB) dan dana sumbangan pendidikan tahunan (DSPT). Ketika
Juklak PSB keluar, kepala dinas pendidikan setempat, menghimbau
sekolah untuk tidak melakukan pungutan apapun kepada orang tua
siswa.
Pungutan yang sudah terlanjur dirapatkan, tetap berjalan. Aturan
nya semua pungutan harus dikembalikan. Lalu dananya kemana? Raib,
dan tak jelas pertanggungjawabannya. Bahkan, banyak komite seko
lah yang juga tidak tahu penggunaan dana tersebut. Ketika ada
pemeriksaan baik dari BPK atau kejaksaan, kepala sekolah yang
paling panik.
Korupsi, semakin hari semakin canggih. Hal ini tentunya karena
lemahnya para penegak hukum, terutama yang tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) memberantas korupsi. Selama mereka masih mau
menerima uang dari koruptor, tentu korupsi akan terus berkembang,
karena mereka bisa menjadi mesin ATM, dan terus di-"budidayakan".
(Senin, 14 Desember 2009)**

Sabtu, 12 Desember 2009

IPAL

KALAU kita lewat Jln. Moch. Toha Bandung, pemandangan yang sering terlihat adalah, jalan di sekitar kawasan industri, terutama dari pertigaan Jln. Mengger dengan Jln. Palasari, kerap terlihat rusak. Padahal perbaikan jalan tersebut belum lama ini baru selesai dilaksanakan, namun kembali rusak.

Rusaknya ruas jalan tersebut, karena hampir setiap hari, sekalipun tidak ada hujan, air dari selokan di kiri kanan jalan tiba-tiba meluap. Bahkan kalau malam hari, tidak sedikit pabrik yang berada di kawasan tersebut, membuang air limbahnya yang masih panas ke selokan, sehingga kerap terlihat kepulan uap berbarengan dengan melubernya air di selokan.

Padahal di kawasan ini sudah dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpadu yang berada di Cisirung. Namun karena belum digarap secara optimal, sejumlah pabrik tetap saja membuang limbahnya ke selokan atau sungai yang berada di kawasan itu. Ironisnya, tidak pernah satu industri pun yang diseret ke pengadilan karena telah membuang limbah cairnya ke sungai. Maka sungai atau selokan yang ada di sini sebenarnya bisa dijadikan "tujuan wisata", karena airnya kerap berubah warna.

IPAL Terpadu hakikatnya sangat diperlukan untuk daerah-daerah kawasan industri. Namun masalahnya, pembuatan IPAL Terpadu sendiri ternyata belum bisa mengintegrasikan sistem instalasinya, agar semua pabrik yang ada di kawasan industri itu bisa menyalurkan limbahnya ke sana, untuk kemudian dinetralisasi sebelum akhirnya di buang ke sungai.

Gagasan tersebut pernah juga dilontarkan untuk kawasan industri Rancaekek. Namun hingga sekarang, rencana ini tetap menggantung dan industri-industri yang berada di Rancaekek, mengolah limbah cairnya sendiri-sendiri. Bahkan ada yang tak dilengkapi IPAL sehingga kerap "ngadodoho" datangnya hujan. Begitu hujan datang, limbah cair pabrik pun dengan leluasa digelontorkan ke selokan atau sungai.

Wakil Bupati Kab. Bandung, H. Yadi Srimulyadi pernah melontarkan gagasan untuk melengkapi semua kawasan industri dengan fasilitas memadai. Menurutnya, di kawasan industri, para pengusaha tidak perlu lagi memikirkan IPAL, semua idealnya disediakan pemerintah. Sehingga begitu investor menginvestasikan dananya, sudah tidak perlu lagi memikirkan perizinan, kelengkapan sarana, listrik, kebutuhan air, dan lain-lain.

Tentu kita berharap juga saat masyaraat Desa Cangkorah, Giriasih, Laksana Mekar, dan Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung Barat berencana membangun IPAL Terpadu, seyogianya benar-benar terintegrasi dengan semua pabrik yang ada di sana. Sehingga pengangkutan limbah cair tidak perlu secara manual menggunakan mobil tangki, melainkan melalui instalasi yang terhubung dengan semua pabrik di kawasan itu.

Kehadiran industri bagaimanapun akan mendorong penguatan ekonomi masyarakat, sehingga kehadirannya benar-benar harus dibuat nyaman. Jangan sampai kesannya pemerintah seolah-olah menarik-narik investor, setelah mereka datang malah dijadikan objek untuk memperkaya diri. Akhirnya, kerusakan lingkungan pun tak dapat dicegah. (Sabtu, 12 Desember 2009) **

Kredit Usaha Rakyat

AGAMA mengajarkan, kalau kita ingin tambah rezeki dan panjang usia, maka kembangkanlah silaturahmi. Maka, acara yang digagas Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (KUMKM) dan Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Jawa Barat, pada Rabu, 9 Desember 2009 lalu bertajuk "Mapag Menteri KUMKM", di Gedung Sentra Bisnis Usaha Kecil (Senbik), Jln. Soekarno-Hatta Bandung, terasa sekali maknanya.

Pada silaturahmi pertamanya di Kota Bandung, Menteri KUMKM yang baru, Syarifuddin Hasan menjanjikan adanya pengalokasian dana khusus untuk kredit usaha rakyat (KUR) mulai tahun 2010 sebesar Rp 20 triliun. Selain itu, ia berusaha memangkas 2% tingkat suku bunga yang semula 16% menjadi 14%, menambah bank pelaksana yang semula 6 bank menjadi 15 bank, dan yang lebih penting, menyederhanakan persyaratan kredit.

KUR dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya krisis keuangan global yang terjadi bagi pelaku UKM. Maka dari itu pemerintah melalui berbagai kementerian bersatu membuat program KUR tersebut. Namun semangat perbankan dalam menyalurkan program KUR berbeda dengan apa yang dilakukan pemerintah. Pihak perbankan masih menganggap feasibility dan bankable sebagai penilaian dalam menyalurkan KUR.

Pada tahun lalu, kalau boleh dikatakan, penyaluran KUR terkesan mengalami kemunduran. KUR yang tersalurkan pada pelaku UMKM hanya Rp 2,4 triliun. Itu artinya dalam satu bulan KUR hanya tersalur Rp 300 miliar hingga Rp 350 miliar. Padahal hingga 31 Desember 2008, realisasi KUR yang sudah disalurkan sebesar Rp 12,4561 triliun untuk 1.656.544 debitur. Atau rata-rata kredit per debitur Rp 7,52 juta. Dari total KUR yang tersalurkan, BRI menyalurkan Rp 9,03 triliun atau sekitar 72,5%.

Berdasarkan data Kementerian Negara Koperasi dan UKM, sejak diluncurkan pada November 2007, nilai KUR yang disalurkan kepada UMKM dan koperasi telah mencapai Rp 16,256 triliun.

Lambatnya penyaluran KUR ini, seringkali karena alasan meningkatnya kredit bermasalah (NPL) oleh bank pelaksana. Padahal NPL sampai 10% pun, bank-bank pelaksana tersebut masih aman karena nilai kredit yang disalurkan tidak melebihi jaminan yang sudah ditempatkan pemerintah.

Faktanya dari NPL yang terjadi pada tahun 2008 di sebuah bank pemerintah terhadap sejumlah 82.572 debitur KUR, ternyata hanya 1.615 yang berkategori kredit macet milik Bank Perkreditan Rakyat (0,1%), koperasi 1,5% serta UKM 0,13%. Sisanya, sejumlah 38.331 debitur memiliki utang kartu kredit, 38.247 utang individu (kredit pribadi, kredit konsumen, kredit karyawan, kredit profesional, dll.), dan 3.855 utang perusahaan.

Untuk itu, kita harapkan, makin besarnya alokasi KUR ini benar-benar bisa dimanfaatkan kalangan KUMKM di Jawa Barat. Tentunya kita juga harus benar-benar ikut mengawasi, jangan-jangan karena sosialisasi terhadap KUMKM kurang, "jatah" kredit ini lagi-lagi dicaplok pengusaha besar yang berubah wujud menjadi beberapa UKM. (Jumat, 11 Desember 2009)**

Perang Bubat

RENCANA pembuatan film Perang Bubat tampaknya tidak akan mulus, melihat penolakan yang dilakukan beberapa budayawan Sunda dan anggota DPRD Jabar. Padahal sejak awal dimunculkan rencana itu, pembuatan film tersebut justru diharapkan bisa lebih meluruskan atau mengungkap fakta sejarah yang mendekati kebenaran, yang lebih menyatukan pemikiran urang Sunda dengan Jawa.

Tentu pembuat film tidak akan gegabah membuat film tersebut dengan membangkitkan luka lama saat --menurut catatan sejarah-- Mahapatih Gajah Mada memperdaya Raja Galuh dan membuat putrinya Dyah Pitaloka bunuh diri karena merasa dipermalukan. Bagaimana sebenarnya jalan sejarah yang terjadi?

Dalam cerita yang kita dapat selama ini, Perang Bubat terjadi karena adanya permainan orang-orang yang punya ambisi dan ego yang keblinger. Semestinya rombongan dari Sunda Galuh disambut tepat pada waktunya, tapi karena adanya berita menyesatkan, yang menyebutkan bahwa rombongan Sunda Galuh bakal telat tujuh hari --padahal mereka datang tepat waktu-- membuat pihak Majapahit tidak menyambut rombongan sebagaimana mestinya. Jadi timbul salah paham, rombongan dari Sunda Galuh merasa dilecehkan (padahal hanya salah pengertian dan miskomunikasi).

Cerita yang kita dapat selama ini seperti mendukung konsistensi sikap Gajah Mada yang bersumpah Palapa, untuk menjadikan daerah-daerah yang belum tunduk terhadap Majapahit sebagai wilayah kekuasaan, juga makin membuat kesalahpahaman semakin besar. Tentunya film ini tidak akan dibuat segegabah itu.

Kita tentu berharap, hadirnya film yang bisa lebih mendorong kesepahaman dan rasa kekeluargaan antara orang Sunda dengan orang Jawa ini, bisa memberikan perspektif baru dalam dunia perfilman kita yang deras dihujani film-film murahan. Terlebih film ini rencananya dianggarkan sampai Rp 5 miliar, sehingga tentu benar-benar digarap secara matang.

Dari sisi biaya, dibandingkan dengan film-film box office di luar negeri tentu tidak seberapa. Kita pun tentu masih ingat, dengan biaya sekitar Rp 200 miliar, film Titanic, sebuah karya kolosal mampu memuncaki tangga box office seluruh dunia sepanjang masa dengan pemasukan mencapai Rp 1,8 triliun dan merupakan rekor yang belum bisa ditandingi film mana pun. Atau film Aliens yang dibuat dengan biaya sekitar Rp 20 miliar.

Kita memahami kalau sebagian kalangan budayawan maupun DPRD Jabar boleh tidak setuju dengan pembuatan film ini, karena selain biaya yang dianggarkan cukup besar, juga ada kekhawatiran munculnya sentimen Sunda-Jawa. Namun kalau kita tidak ada keberanian untuk mengungkap fakta sejarah yang lebih mendalam, tentu sentimen ini akan tetap berpotensi muncul untuk generasi yang akan datang. Karena belum ada fakta baru yang bisa lebih menyatukan rasa hubungan kekeluargaan antara kedua suku itu.

Akan lebih bijaksana kalau penggarap diberi kesempatan untuk memparkan fakta sejarah, seperti apa yang akan diangkat dalam film tersebut. Siapa tahu ada nilai sejarah yang sangat berharga dari rencana tersebut, bukan hanya untuk kita, tapi untuk anak-anak cucu kita. (Kamis, 10 Desember 2009)**

Korupsi

TAHUN 2003 dan 2004, Cina ditetapkan para peneliti dan para aktivis antikorupsi sebagai negara paling korup di dunia. Disusul kemudian oleh Indonesia, India, Brasil, dan Peru. Tahun 2005, Cina masih menduduki tempat teratas dan disusul India, Brasil, Peru, dan Filipina.

Atas hasil penelitian itu, ketika Konferensi Asia Afrika Amerika di Taman Mini, seorang pejabat/delegasi Cina menyatakan keheranannya kepada seorang pejabat Indonesia yang menemuinya bersama beberapa pejabat negara-negara itu.

Delegasi Cina, "Hai, Pak Pejabat, sepertinya korupsi di Indonesia hampir menyamai di negeri kami, tapi kok negara Anda bisa keluar dari lima besar. Apakah sudah ada gerakan antikorupsi besar-besaran di pemerintahan Anda?"

Delegasi India, Brasil, Peru, dan Filipina, "Iya nih, kita juga terkejut mendengar itu. Bagaimana bisa?"

Dengan senyum ramah dan nada ceria sang pejabat Indonesia menjawab, "Ooo... mudah saja, itu semua gampang diatur."

Delegasi Cina, "Caranya bagaimana?"

Pejabat Indonesia, "Caranya, siapkan uang sepantasnya dan berikan pada para peneliti itu dengan permintaan supaya negara saya diturunkan dari peringkat lima besar..."

Anekdot ini menggambarkan begitu piawainya pejabat kita dalam menjarah uang rakyat. Korupsi memang penyakit akut yang ada sejak republik ini berdiri dan stadiumnya makin tinggi. Dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer dan Mochtar Lubis, kita baca tentang orang-orang yang mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri ketika yang lain-lain berjuang mempertaruhkan nyawa merebut kemerdekaan bangsa dan negara.

Pramoedya pernah menulis cerita tentang pegawai negeri yang melakukan korupsi kecil-kecilan. Pada waktu itu koruptor mulai diseret ke pengadilan. Mr. M, seorang pegawai negeri diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman karena korupsi, walaupun dilihat dengan skala sekarang korupsinya tidak berarti. Tapi Mr. M itu pada zaman Soeharto sempat diangkat jadi menteri. Di Indonesia memang tidak ada undang-undang yang melarang koruptor atau bekas koruptor diangkat menjadi menteri atau pejabat negara yang lain.

Begitu pula ketika zamannya Demokrasi Terpimpin, korupsi kian marak, tetapi yang diseret ke pengadilan hampir tidak ada, atau kalaupun ada dibebaskan atau dijatuhi hukuman ringan saja, sehingga di kalangan rakyat lahir pemeo: maling ayam dihukum tiga bulan, tapi kalau maling duit negara jutaan, bebas. Pada waktu itu hukum kian tersendat-sendat jalannya dalam menghadapi koruptor, sehingga rakyat mengartikan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) menjadi kasih uang habis perkara!

Pada masa Orde Baru, korupsi makin tumbuh dan berkembang, sampai ada istilah korupsi berjemaah. Dan, ilmu itu terus dikembangkan sampai sekarang --juga oleh orang-orang yang secara politis menjatuhkannya.

Hari ini, 9 Desember 2009, ribuan orang turun ke jalan untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia. Mampukah membersihkan virus korupsi yang menggerogoti rasa keadilan masyarakat ? (Rabu, 09 Desember 2009)**

Remaja dan Seks

APA yang diungkapkan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. dr. Sugiri Syarief, M.P.A. pada pembukaan grandfinal lomba rap dan Ajang Ngumpul Remaja Tingkat Nasional di Bandung, Minggu (6/12) ini tentu berdasarkan hasil survei yang akurat. Katanya, 47% remaja di Kota Bandung mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Persentase tersebut relatif lebih kecil dibandingkan kasus yang sama di Jabotabek yang mencapai 51%, Surabaya 54%, dan Medan 52%.

Persentase ini juga memang relatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK Pusbih) menunjukkan, hampir 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah.

Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan. Semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan. Selain itu, ada sebagian responden mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersial.

Perasaan berdosa melakukan hubungan seks pranikah begitu memudarnya di kalangan remaja kita. Tentu ini sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh kita semua. Apakah ini karena begitu longgarnya pengawasan para orangtua dalam mengendalikan anak-anaknya yang telah remaja? Atau karena para orangtuanya juga mengalami masalah yang sama sebelum mereka menikah?

Dan yang lebih menyedihkan, wibawa para penyampai nasihat keagamaan sepertinya kalah dibandingkan informasi yang mereka dapat dari internet atau dari media audio visual lainnya. Padahal sedikitnya 600 juta situs seks dan pornografi saat ini mengintai pelajar pengguna internet. Situs-situs ini bisa diakses siapa saja yang terkoneksi internet. Para pelajar termasuk yang mungkin mengakses situs-situs ini.

Siapa yang sangat dirugikan seks pranikah ini? Ada fakta penelitian menarik. Dari sebuah hasil penelitian, disebutkan bahwa ada korelasi antara pasangan nikah yang kemudian bercerai dengan hubungan seks pranikah yang mereka lakukan. Ternyata, banyak pasangan nikah yang kemudian bercerai pernah melakukan hubungan seks pranikah!

Hubungan seks pranikah yang dilakukan oleh pasangan akan cenderung menyebabkan berkurangnya kekuatan ikatan tali cinta di antara mereka.

Dua fakta di atas tentu bukan tanpa alasan yang kuat. Karena kita lihat di Amerika Serikat, misalnya, banyak orangtua tunggal. Saya yakin, mereka, yang saat ini jadi orangtua tunggal, pada awalnya tidak berkeinginan untuk berpisah dengan pasangan yang dicintainya.

Murthadha Mutahhari mengatakan, pemisahan antara dua pihak yang saling mencintai tidak akan memperlemah ikatan tali cinta di antara mereka, tapi bahkan memperkuat.(Selasa, 08 Desember 2009)**

Geng Motor

KEEKSOTIKAN Kota Bandung yang mengundang para wisatawan datang ke sini dinodai aksi-aksi geng motor yang begitu menyeramkan. Mereka bisa beraksi tanpa pandang bulu dan menyerang secara keroyokan.

Kawanan ini bisa tiba-tiba datang dari arah belakang kendaraan kita, seperti sekelompok setan jalanan. Mereka dengan tiba-tiba bisa menyerang kendaraan yang digunakan siapa pun yang dilewatinya. Tidak hanya menimbulkan kerusakan dan korban luka, beberapa di antaranya sampai menghilangkan nyawa orang lain.

Aksi-aksi yang dilakukan kawanan ini sebenarnya bisa ditekan kalau pihak polisi bisa melakukan tindakan tegas dan tanpa pandang bulu (disinyalir, para anggota kawanan ini banyak dari keluarga aparat pemerintah dan penegak hukum). Hal ini terbukti saat Kapolda sebelumnya yang bertindak tegas, bisa melenyapkan aksi-aksi mereka. Ketika tindakan dari petugas polisi mengendur, mereka kembali berulah.

Pada Jumat (4/12) lalu, remaja yang tergabung dalam geng motor melakukan penyerangan terhadap SMK Merdeka di Jln. Pahlawan Bandung. Empat dari pelaku, langsung bisa disergap polisi dan menjalani pemeriksaan di Mapolresta Bandung Tengah.

Beruntung aksi penyerangan itu tidak sampai menimbulkan korban luka maupun korban jiwa. Pasalnya waktu penyerangan bersamaan dengan pelaksanaan salat Jumat, sehingga di SMK Merdeka tidak ada kegiatan belajar mengajar.

Para pelaku, menurut petugas, dikenai pasal pelanggaran tindak pidana pasal 406 KUHPidana tentang Perusakan dan 170 KUHPidana tentang Pengeroyokan.

Geng motor awalnya hanya kumpulan anak-anak remaja yang hobi ngebut dengan motor, baik siang maupun malam hari di Kota Bandung. Mereka melakukan balapan motor alias trek-trekan di jalan umum. Tapi kini, geng motor sudah meresahkan masyarakat, karena sepak terjangnya makin beringas. Kelompok ini pun sekarang sudah menyebar ke berbagai wilayah, meski organisasi induknya tetap berada di Kota Bandung, Jawa Barat.

Di Bandung pada tahun 1999 polisi pernah menemukan buku putih kawanan geng motor. Dokumen setebal 20 halamam itu, menurut petugas yang menemukannya, antara lain berisi sumpah di mana setiap anggota geng motor harus berani melawan polisi berpangkat komisaris ke bawah. Anggota harus berani melawan orangtuanya sendiri. Sumpah terakhir, mereka harus bernyali baja dalam melakukan kejahatan.

Di Bandung sendiri ada empat kawanan geng yang cukup terkenal. Mereka adalah Exalt to Coitus (XTC), Grab on Road (GRB), Berigadir Seven (Briges), dan Moonraker, yang pada hakikatnya memiliki ideologi sama, mencetak anggota dari kalangan siswa SMP dan SMA, menjadi remaja yang berperilaku jahat dan tak lepas dari tiga sumpah di atas. Anggota bukan saja laki-laki, tetapi banyak juga remaja putri yang senang ngumpul-ngumpul, berbaur dengan remaja putra.

Selain menggantungkan harapan pada petugas kepolisian, tentunya kebersamaan dan gotong royong warga, perlu dihidupkan lagi, karena dalam beberapa kasus, partisipasi masyarakat ternyata bisa juga membuat ciut nyali mereka. (Senin, 07 Desember 2009)**

Selamat Datang Para Haji Mabrur

KELOMPOK terbang (kloter) 1 jemaah haji asal Jawa Barat, Kamis (3/12) mulai tiba di debarkasi (tempat pemulangan) Bekasi. Keluarga dan sahabat dengan rindu menunggu kepulangan mereka setelah menunaikan ibadah penyempurna Rukun Islam.

Kehadiran kembali ribuan jemaah haji yang telah menunaikan penyempurna ibadah Rukun Islam itu, kita harapkan benar-benar bisa memelihara kehajiannya. Penyempurnaan Rukun Islam dan Rukun Iman adalah seumpama pilar sebuah bangunan yang kokoh berdiri, menyangga atap atau langit-langit. Tiang-tiang itu ibarat kokohnya hubungan dengan Allah (hablum minallah). Maka lengkapilah pilar-pilar utama tersebut dengan dinding dan langit-langit yang kokoh pula agar tampak sebagai sebuah bangunan yang indah, melalui hubungan antarsesama yang baik (hablum minannas).

Kehadiran para jemaah haji kembali ke daerahnya masing-masing kita harapkan bisa menularkan kesalehan ibadahnya. Hablum minallah mudah-mudahan telah sempurna mereka jalani dan marilah kita kembangkan amal ibadah kita dengan memperkokoh hubungan antarsesama, dengan ikhlas membantu mereka yang ada di lingkungan kita dalam berbagai aspek. Bisa dalam pengembangan aspek ekonomi, pendidikan, budaya, dan aspek-aspek lainnya.

Ladang ibadah untuk memelihara kehajian mereka sangat terbuka luas. Karena berhaji, tentu bukanlah akhir dari ibadah kepada Allah, namun merupakan titik pangkal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Sebuah awal yang baik dalam mengembangkan ibadah-ibadah lainnya, bermodalkan rasa keimanan dan keislaman yang telah tertancap kuat di hati para jemaah haji sepulangnya dari Tanah Suci. Tentu untuk mendapatkan penyempurna dalam hubungan antarmanusia menjadi ihsan.

Dewasa ini, haji mungkin hanya menjadi pendongkrak status sosial di masyarakat. Seseorang yang semula kurang terpandang mendadak dihargai dan dihormati setelah melaksanakan ibadah haji. Tidak sedikit orangyang marah jika tidak dipanggil dengan sebutan haji atau hajah. Jadi di Indonesia (tidak semuanya) haji sebatas simbol berupa tambahan gelar di depan nama dan memakai peci putih lengkap dengan serbannya, yang tidak memiliki manfaat bagi orang banyak. Bagi seorang ustaz, kiai atau tuan guru, tentunya pemakaian gelar haji ini akan meningkatkan nilai jual di mata umat.

Begitu pula di kalangan pejabat, banyak yang telah berhaji, tetapi tidak ada perubahan yang dihasilkan, misalnya berkurangnya korupsi. Yang terjadi malah sebaliknya, praktik korupsi justru menjadi-jadi.

Seharusnya ibadah haji dianggap sebagai rites de passages (ibadah peralihan) bagi setiap muslim. Haji menjadi satu fase transisi dalam kehidupan orang Islam. Setelah menunaikan ibadah haji, tahap kehidupan baru dimulai. Diharapkan ada perubahan pada jemaah haji sepulang dari Tanah Suci. Karena itu, haji menjadi ungkapan roh zaman. Haji memberi warna bagi masa kapan ia dilaksanakan. Semoga menjadi haji mabrur. (Sabtu, 05 Desember 2009)**

Kembali ke Budaya

ALGREN adalah seorang bule pemabuk yang putus asa dan kehilangan makna dalam hidupnya. Namun, ia begitu terpesona oleh jiwa ksatria yang dikembangkan para Samurai di Jepang. Algren melihat perjuangan yang sangat tulus, yang hanya dapat dideskripsikan sebagai "jihad" orang Jepang. Dan, ia pun jatuh cinta kepada "jiwa" (spirit) ini. Mengingatkan dia kembali apa maknanya sebagai seorang ksatria. Tapi dia akan selalu di bawah para samurai, karena pertama dia memang gaijin (orang asing), dan kedua ini hanya terjadi dalam jangka waktu satu tahun.

Dalam film The Last Samurai itu, diceritakan bagaimana para samurai ini percaya bahwa mereka melindungi kaisar dari pengaruh buruk. Dalam kenyataannya tidak sepenuhnya benar. Shogun dari dulu selalu mempunyai pengaruh lebih tinggi dari kaisar. Cuma karena kaisar adalah dewa, shogun tidak akan pernah melawan kaisar. Pada zaman Meiji, kaisar ingin mengambil alih kekuatan itu dengan menghilangkan kekuatan para shogun. Para shogun tidak suka akan hal ini dan mereka pun memberontak.

Mungkin ada shogun yang percaya bahwa sang kaisar telah kehilangan arahnya dan terkorupsi oleh dunia Barat. Di mana para shogun ini benar-benar percaya bahwa gerakan mereka itu adalah untuk melindungi kaisar.

Banyak rakyat yang tadinya tidak berasal dari kelas bangsawan menjadi punya status seperti menjadi politisi atau tentara. Orang-orang yang tadinya hanya petani atau pedagang tiba-tiba mendapat status banyak membuat orang-orang ini jadi gila kekuasaan dan banyak yang jadi korup. Tindakan semena-mena tentara terhadap anaknya Katsumoto di kota, di mana rambutnya dipotong dan pedangnya diambil, adalah salah satu contoh itu.

Dan yang menarik, di akhir cerita, Katsumoto tewas dan pedangnya diserahkan Algren kepada kaisar. Di sana terjadi dialog yang menarik. Kaisar yang sudah kebarat-baratan diingatkan untuk tetap berpegang pada budayanya.

Dari cerita itu, kita bisa mengambil hikmah, hiruk pikuk di tengah arus demokratisasi kita. Sepertinya kita akan meninggalkan budaya kita untuk menelan penuh budaya luar. Kita sepertinya sedang dalam transformasi budaya menuju budaya liberal seperti di Filipina. Banyak anak-anak kita yang tak mengenal budaya lokalnya. Bahkan kalau mereka dipaksakan untuk bicara dengan bahasa lokal, jadi pabaliut. Padahal, keluhuran budi kita sebagai bangsa Indonesia ada pada budayanya.

Maka semangat untuk kembali ke budaya lokal harus terus dikembangkan. Tentu kita berharap bukan hanya Unpad yang menyelenggarakan Olimpiade Olahraga Tradisional (Oontrad), namun semua pemerintahan kota/kabupaten terus mengadakan kegiatan-kegiatan untuk pengayaan budaya kita. Kearifan lokal harus terus dikembangkan dan mendapat dukungan dari semua elemen masyarakat. Kita berharap ke depan, budaya politik kita pun kembali akan diwarnai kearifan lokal.(Jumat, 04 Desember 2009) **

Suhu Politik Jelang Pilbup

SUHU politik di Kab. Bandung mulai menghangat, sejalan dengan hitung mundur (final countdown) menuju penggantian kepala daerah. Di dewan, dua kubu, yakni Merah Putih dan Lanjutkan Karya Nurani Bangsa, bersikukuh pada pendiriannya masing-masing. Sehingga mengabaikan kepentingan masyarakat banyak, yakni pembahasan perubahan anggaran 2009 dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2010.

Suasana yang menghangat di ruang DPRD Kab. Bandung menjalar kepada pengurus parta-partai politik yang menempatkan wakilnya di dewan. Hal ini tampak dari pengunduran diri H. Toto Suharto dari Ketua DPC Partai Demokrat Kab. Bandung, digantikan oleh Ton Setiawan. Ada dugaan, pergantian Ketua DPC Partai Demokrat dalam Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscalub) yang berlangsung di Hotel Abang, Ciwidey, Selasa (1/12) tersebut, merupakan bagian dari strategi politik yang dimainkan H. Ahmad Saepudin dan H. Toto untuk mengurangi konflik internal dan tekanan dari luar. Karena ketua terpilih Toni adalah aktivis di FKPPI, sahabat Asep Setia (orang pertama yang diserahi jabatan Ketua DPC Partai Demokrat dari Ketua DPD Partai Demokrat saat itu, Ajeng Ratna Suminar). Menurut pengakuan Asep sendiri, karena masih sebagai PNS di Dinas Pendidikan, maka saat itu ia menyerahkan jabatan tersebut di tengah malam kepada H. Toto.

Suasana hangat di dalam gedung dewan, juga menjalar ke Partai Amanat Nasional (PAN). Sejumlah Pengurus Anak Cabang (PAC) PAN yang dipimpin Muchlis Anwar ngontrog ruang fraksi partai tersebut, Selasa (1/12). Mereka menuding, Fraksi PAN yang bergabung dengan kubu Merah Putih dianggap tidak melalui mekanisme partai, sehingga mereka menilai dukungan terhadap Merah Putih itu sebagai tindakan ilegal. Sehingga Muchlis dkk. meminta Ketua Fraksi PAN, Muhammad Matin, Thoriqoh Nashrullah Fitriyah (sekretaris fraksi), Ahmad Najib Qudratullah, Rizal Perdana Kusumah, dan Dudu Durahman (anggota fraksi), mencabut dukungannya terhadap kubu Merah Putih. ("GM" edisi Rabu, 2/12)

Konflik tampaknya akan terus berlanjut. Partai-partai yang dianggap kurang solid atau memiliki celah konflik internal akan menjadi bulan-bulanan. Sedangkan partai-partai yang konsolidasi internalnya berjalan baik, tampaknya tetap akan konsisten dengan sikapnya dan siap dengan segala risikonya.

Bila melihat skala masalah yang terjadi di dewan, tampaknya masalah akan terus berlanjut. Sehingga "ultimatum" Bupati Bandung H. Obar Sobarna yang memberi tenggat 2-3 hari ke depan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di tubuh dewan, sepertinya tidak akan membawa hasil. Draf APBD Kab. Bandung tahun 2010 terpaksa harus dibahas oleh Pemprov Jabar.

Masalah jelas akan semakin menumpuk. Mulai dari masalah permintaan guru honorer untuk diprioritaskan dalam pengangkatan sebagai PNS, penanganan korban gempa, persiapan menjelang Porda hingga masalah dana BOS provinsi. Kalau sampai batas waktu pencairan, pertengahan Desember 2009, dana BOS provinsi belum juga bisa dicairkan maka otomatis akan hangus. Tentu akan jadi bom waktu. (Kamis, 03 Desember 2009) **

Ujian Nasional

ADALAH Kristiono, warga Depok berusia 50 tahun yang merasa "terzalimi" oleh pelaksanaan ujian nasional (UN). Saat kelabu bagi keluarganya itu terjadi pada 19 Juni 2006, saat pemerintah mengumumkan hasil UN. Putrinya, Indah Kusuma Ningrum, termasuk salah satu siswa dari delapan siswa Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta (PSKD) 7 Depok yang tidak lulus UN.

Padahal dari mata pelajaran yang diujikan, dua mata pelajaran nilainya 8, gara-gara satu mata pelajaran ada yang nilainya 4, maka ia harus batal mengikuti ujian masuk ke Universitas Indonesia (UI). Kristiono merasa anaknya terzalimi pelaksanaan UN tersebut, karena teman-teman Indah yang nilai rata-ratanya hanya 5 bisa lulus UN. "Tidak lulus karena ada nilai 4 itu. Saat itu nilai minimal UN 4,26. Hanya terpaut 0,26. Ini tidak adil," tuturnya.

Apa yang dirasakan Indah, kemungkinan juga dirasakan teman-teman lainnya yang kandas meneruskan studi ke PTN karena tersandung UN. Pada tahun ajaran itu, secara nasional ada 167.865 siswa SMA yang tidak lulus UN.

Ia pun kemudian menyingsingkan lengan baju dan menggugat ketidakadilan itu. Diadukannya masalah tersebut ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tim Advokasi Korban Ujian Nasional (Tekun), dan Education Forum (EF) untuk menggugat pemerintah agar UN tidak dijadikan syarat penentu kelulusan. Saat itu, ternyata banyak juga pengaduan dari berbagai daerah, terutama Jabotabek, Medan, dan Surabaya ke LBH. Lantaran banyaknya pengaduan yang masuk, LBH sepakat mengadvokasi persoalan itu. Para wali murid berkumpul. Dukungan dari mahasiswa juga berdatangan. Demikian pula dukungan dari sejumlah artis, seperti Sophia Latjuba dan para pakar pendidikan.

Tak tanggung-tanggung, Kristiono dkk. menggugat Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (SBNP)) yang mereka anggap telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia yang menjadi korban UN, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak.

Tiga tahun Kristiono dkk. berjuang, akhirnya Mahkamah Agung (MA) melarang pelaksanaan UN. Atas dikabulkannya gugatan itu, Kristiono dkk. yang tergabung dalam Tekun dan EF mendesak pemerintah untuk mematuhi putusan MA.

Di lapangan, masalahnya tidak sesederhana itu, karena persiapan untuk UN sudah jauh-jauh hari dilakukan. Terlebih banyak desakan juga agar Mendiknas Moch. Nuh mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut. Silang pendapat pun bermunculan dan membuat bingung para kepala sekolah, guru, komite sekolah serta para orangtua murid.

Kita berharap, Mendiknas bisa segera mengeluarkan putusan, jadi tidaknya UN dilaksanakan. Silang pendapat memang biasa di alam demokrasi, namun keraguan untuk mengeluarkan keputusan bisa berakibat fatal. Karena semangat belajar para siswa bisa anjlok oleh tidak jelasnya pelaksanaan UN tersebut. Tentu yang rugi adalah dunia pendidikan itu sendiri. (Rabu, 02 Desember 2009)**

Hari HIV/AIDS

SEMAKIN hari, kita harus semakin terbiasa bergaul dengan saudara kita, baik orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) maupun orang yang hidup dengan AIDS (Ohida). Jumlah ODHA di beberapa daerah di Jawa Barat menunjukkan penambahan yang sangat mengkhawatirkan.

Di Kota Bandung sendiri jika pada tahun 1991 hanya terdapat 1 orang penderita HIV/AIDS, maka hingga April 2009 lalu, jumlah penderita wabah tersebut mencapai 1.774 orang. Kalau kita rata-ratakan per tahun lebih 98 orang terjangkit virus tersebut, atau per bulan sebanyak 8 orang lebih terjangkit HIV/AIDS.

Dari jumlah tersebut, menurut data di Dinas Kesehatan Kota Bandung, sebanyak 31 orang pegawai negeri sipil (PNS) merupakan penderita HIV/AIDS. Jumlah tersebut mencapai 1,75% dari total penderita HIV/AIDS di Kota Bandung.

Sementara jumlah penderita HIV/AIDS menurut Komisi Penanggulangan AIDS Jabar beberapa waktu lalu mencapai 3.121 orang, 1.578 orang penderita AIDS dan 1.543 orang HIV positif.

Jumlah penderita HIV di Kota Bandung menduduki peringkat pertama di Jabar dan Jabar sendiri saat ini menduduki peringkat pertama jumlah penderita HIV/AIDS terbesar di Indonesia. Usia rentan terserang HIV mulai dari 15-29 tahun dengan jumlah pengidap mencapai 62-72%. Bahkan ditemukan juga sekitar 2,45% bayi dan anak yang sudah terinfeksi HIV/AIDS. Dari 43 kasus penderita anak, 38 di antaranya balita.

Kita tahu ini tentu sangat serius. Maka, pendirian pusat rehabilitasi penderita HIV/AIDS perlu segera direalisasikan. Karena kita memang memerlukan fasilitas yang bisa memberikan atensi, pelayanan, penelitian, dan pelatihan kepada masyarakat. Ke depan, Jabar mungkin akan menjadi rujukan bagi daerah-daerah lain di Indonesia yang mengalami kondisi yang sama dalam menangani korban HIV/AIDS.

Selain itu perlu dipikirkan pula bagaimana caranya agar setiap anggota masyarakat di Jawa Barat mendapatkan akses mudah untuk melakukan tes darah, untuk mengetahui positif tidaknya terkait virus HIV, begitu juga dengan penyakit lainnya. Tes darah gratis ini bisa dilakukan di pos-pos pelayanan terpadu (posyandu) atau di sekolah-sekolah. Layanan seperti ini tentunya bisa menjadi satu paket (hemat, efektif, dan efisien) untuk mendukung program Indonesia Sehat.

Peringatan hari HIV/AIDS sedunia yang jatuh pada hari ini, 1 Desember 2009, kita berharap bisa menjadi momentum penting untuk memandang sebuah kenyataan yang ada di masyarakat. Di samping terus melakukan pencegahan merebaknya korban-korban virus tersebut, tentu ada baiknya kita juga menangani para korban dengan cara yang lebih manusiawi. Mereka adalah korban-korban transformasi budaya yang membutuhkan pertolongan kita semua.

Bagi para penderita HIV/AIDS, kita berharap tetap mempunyai semangat hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat. Virus HIV bukan akhir dari segalanya, karena sebelum titik akhir itu tiba, masih tersimpan banyak kesempatan untuk maknai hidup! (Selasa, 01 Desember 2009)**

UU No. 22 Tahun 2009

SABTU (28/11) malam di tengah hiruk-pikuk pengunjung Bandung Indah Plaza (BIP), sekitar 20 petugas polisi wisata Polwiltabes Bandung menyebar 1.000 pamflet. Kali ini, polisi bukan menyebar pamflet bergambar teroris yang sedang diburu, melainkan tengah menyosialisasikan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Masyarakat pengguna kendaraan, tentu harus mengetahui isi dari UU LLAJ yang baru disahkan pada 22 Juni 2009 lalu. Hal-hal kecil yang biasanya dianggap sepele, bisa menjadi masalah serius yang bisa menguras kantong pengguna kendaraan bermotor. Sebagai contoh, mobil yang hanya tidak memiliki kotak P3K bisa dikenakan denda Rp 250.000 atau pidana 1 bulan (Pasal 278).

Sedangkan pada Pasal 293 (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 ( lima belas) hari atau denda paling banyak Rp 100.000 (seratus ribu rupiah).

Tidak hanya itu tentu, namun banyak pasal lain yang sanksinya duit, duit, dan duit. Bayangkan, jika motor Anda tanpa spion dan berboncengan tanpa memakain helm, bisa didenda Rp 500 ribu. Pengemudi mobil yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan P3K bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling paling banyak Rp 250.000. Dan setiap pengendara yang tidak memiliki SIM terancam pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000. Sedangkan pengendara yang tidak memiliki STNK dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Bagitu pula pengendara yang melanggar rambu lalu lintas, bisa dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Sanksi hukum bagi pelanggar UU ini memang tidak main-main. Hukuman kurungan maupun denda yang dikenakan lumayan bisa membuat jera para pengendara.

Kita tentu sangat mengapresiasi UU LLAJ yang baru ini agar kenyamanan dan ketertiban berkendaraan bisa dirasakan bersama. Namun masalahnya, petugas kepolisian sendiri harus benar-benar bisa steril dari suap, sehingga UU ini bisa efektif dijalankan. Petinggi di kepolisian harus bisa bertindak tegas terhadap bawahannya yang menerima praktik suap di jalan dengan dalih apa pun, termasuk nitip sidang. Bahasa lama yang sering diungkapkan polisi yang menyalahkan masyarakat karena sering melakukan praktik suap, tentu harus ditinggalkan.

Polisi adalah orang-orang terlatih yang dididik untuk berani menegakkan hukum dengan segala konsekuensinya. Mereka yang akan mendidik masyarakat menghormati hukum. Kalau mereka sendiri melecehkan hukum, bagaimana masyarakat bisa menghormati mereka? (Senin, 30 November 2009)**

Idulkurban

SEBUAH ritual Idulkurban baru kita lewati dan marak dilakukan di mana-mana. Tentu kita harus memaknainya tidak sekadar menyembelih hewan kurban, membagikan daging-dagingnya ataupun menikmati daging hewan kurban dengan pesta pora.

Substansi kurban tentu bukan itu, melainkan keikhlasan kita mengorbankan apa yang harus dikorbankan, kesediaan mengorbankan hal yang paling dicintai atau yang terbaik yang dimiliki. Tentunya bukan berarti hanya dengan mengorbankan hewan kurban, kita sudah dikatakan berkorban. Kita tidak tahu, sudah benarkah niat seseorang ketika ikut berkorban dengan hewan kurbannya. Atau sudah bersihkah uang yang digunakan? Maka sungguh yang diinginkan Allah adalah kurban diri kita, hewan kurban hanyalah simbol dan pengganti. Seperti perintah Allah pada Ibrahim dan Ismail, yang kemudian digantikan-Nya dengan seekor domba.

Ingat, Allah hanya menerima pengorbanan yang terbaik. Dan pengorbanan yang terbaik adalah pengorbanan atas apa yang paling kita cintai. Ciri kita mencintai sesuatu, hati kita terasa berat dalam mengorbankannya. Yang paling dicintai Nabi Ibrahim AS saat itu adalah anaknya. Nah, bagi kita sendiri, apa yang paling kita cintai dan berani kita korbankan?

Apakah kita rela mengorbankan waktu kita di jalan Allah, padahal kita sibuk? Apakah kita rela mengorbankan tenaga kita di jalan Allah, padahal kita letih? Apakah kita rela mengorbankan gengsi kita di jalan Allah, padahal kita disanjung? Apakah kita rela mengorbankan uang kita di jalan Allah, padahal kita pas-pasan?

Kita tentu sangat trenyuh dengan solidaritas sosial yang demikian tumbuh dan berkembang dalam pelaksanaan Idulkurban. Mulai dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Gubernur Jabar Ahmad Heryawan hingga para pengamen yang tergabung dalam Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ), ingin membahagiakan masyarakat miskin lainnya untuk bisa menikmati makanan yang lebih bergizi. Yang mungkin jarang juga para pengamen ini dapatkan.

Kita tentu juga sangat trenyuh dengan begitu banyaknya masyarakat yang membutuhkan daging hewan kurban. Di Masjid Raya Jawa Barat, 3.000 kg daging sapi dan domba ludes dalam 45 menit. Di daerah-daerah lainnya, masyarakat saling berebut mendapatkan daging, meski harus berdesak-desakan, bahkan terinjak-injak.

Kondisi sosial seperti ini tentu tidak cukup disikapi hanya dengan rutinitas menyediakan hewan kurban untuk dibagikan setahun sekali. Namun bagaimana para pengambil kebijakan di pemerintahan, bisa mengikhlaskan ego dan kepentingannya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Membuat kebijakan-kebijakan yang mendobrak sistem yang selama ini sengaja memberikan ruang-ruang untuk terjadinya korupsi dan manipulsasi. Keikhlasan untuk menerima uang yang benar-benar haknya, tidak membabi buta melakukan tindakan yang didasari keinginan memperkaya diri, sehingga menjadikan masyarakat yang menjadi objek ibadah mereka terabaikan. (Sabtu, 28 November 2009) **

Menggugat Hasil Training ESQ

PERATURAN Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2009 menjadi acuan di setiap daerah. Kota Bandung baru selesai menggunakan permendagri tersebut untuk dijadikan acuan dalam perubahan anggaran yang telah ditandatangani pada pekan lalu.

Permendagri ini menjadi menarik karena memuat beberapa perubahan atas Permendagri No. 13/2006 yang dimuat dalam Permendagri No. 59/2007. Terbitnya Permendagri No. 32/2008 didasarkan pada pasal 34(2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2005 yang menyatakan bahwa penyusunan rancangan kebijakan umum APBD berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Hal ini pula yang mendasari mengapa pedoman penyusunan APBD sejak tahun anggaran 2007 menggunakan permendagri, bukan lagi surat edaran (SE) Mendagri.

Namun, yang sedikit mengganggu adalah ketika sebuah permendagri kemudian mengakomodasi apa yang diatur Permendagri lainnya. Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa permendagri adalah petunjuk pelaksanaan dari permendagri yang lain. Atau, permendagri penyusunan APBD merupakan operasionalisasi dari permendagri tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Di Kab. Bandung, Permendagri No. 32 Tahun 2008 ini menjadi menarik lagi karena terjadinya krisis komunikasi antara bupati yang juga Ketua DPD Partai Golkar dengan DPRD. Ketika Bupati Bandung mengajukan draf perbup tentang rekonstruksi bencana gempa di Kab. Bandung, dewan menilai masih ada hal yang tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Salah seorang pimpinan DPRD Kab. Bandung, Triska Hendriawan mengatakan, draf perbup yang diajukan Bupati Bandung, Obar Sobarna masih tidak sesuai dengan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan daerah, terutama Permendagri No. 32 Tahun 2008.

Harusnya, menurut Triska, dalam perbup tersebut tidak semua dimasukkan seperti rekonstruksi korban gempa, biaya operasional sekolah (BOS), dan lainnya. Cukup kalau untuk relokasi korban gempa, ya relokasi gempa saja. Kalau dicampur, katanya, nantinya mirip APBD perubahan. Karena itu, ia minta Bupati Bandung, Obar Sobarna untuk merevisi dulu draf tersebut.

Apa yang terjadi dalam hubungan antara Bupati dengan DPRD Kab. Bandung menunjukkan tengah terjadi lack of communication (kegagalan komunikasi) akibat miskomunikasi yang kita khawatirkan berakhir dengan communication breakdown alias putus komunikasi.

Kecenderungan ke arah sana sangat kuat karena kedua belah pihak tetap merasa benar dengan argumentasinya masing-masing. Bupati masih menganggap alat kelengkapan dewan belum sah, sementara dewan merasa secara de facto mereka sudah sah. Selain memiliki argumen hukum, anggota dewan yang tergabung dalam kubu merah putih merasa didukung oleh mayoritas anggota dewan.

Masyarakat tentu sangat berharap mereka bisa mengurangi egonya masing-masing. Kalau tidak, masyarakat yang sekarang menderita akibat perseteruan mereka akan mempertanyakan apa manfaat dari training emotional spiritual quotient (ESQ) yang telah menghamburkan dana APBD miliaran rupiah itu. (Kamis, 26 November 2009)**

Menanti BOS Provinsi

Cileuk deui cileuk deui, kuli derep di Cinangsi
Lieuk deui lieuk deui, miharep BOS ti provinsi
Kaos nyingsat dadas pisan, babad ukur ditambalan
BOS pusat koredas pisan, waragad anggur nambahan
Sarikaya diuyahan, leahkeun saos tarasi,
Biaya wuwuh nambahan, ngandelkeun ti BOS provinsi
Dirapet-rapet ku leugeut, karaha batu kincirna,
Diarep-arep geus deukeut, iraha atuh cairna

SEBUAH short message service (SMS) nyelonong ke HP seorang teman yang tengah mengikuti Rapat Koordinasi Pembangunan Bidang (Rakorbang) Pendidikan Tingkat Provinsi Jawa Barat se-Wilayah IV Priangan 2009, di Grand Hotel Lembang, Selasa (24/11). SMS yang datang dari seorang kepala sekolah di pelosok daerah terpencil di area perkebunan di Kab. Bandung itu, menunjukkan betapa mereka sudah sangat menantikan kucuran dana biaya operasional sekolah (BOS) dari Pemprov Jabar.

BOS provinsi ini sebenarnya telah lama diprogramkan, bahkan gagasannya mulai bergulir pada November 2008 atau lima bulan pasca pelantikan pasangan Gubernur dan Wagub Jabar terpilih, Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade), 13 Juni 2008. BOS provinsi disediakan untuk menunjukkan kepedulian dari pasangan kepala daerah tersebut, yang dalam kampanyenya ingin menciptakan pendidikan gratis pada satuan pendidikan dasar dan menengah pertama. Sekaligus percepatan realisasi program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun.

Dalam APBD Provinsi Jabar pada tahun 2009 ini dianggarkan Rp 631 miliar. Program ini sengaja dialokasikan untuk program yang menyerupai BOS dari pemerintah pusat itu.

Bahkan BOS provinsi kemudian ditetapkan sebagai salah satu program pendidikan unggulan Provinsi Jabar di tahun 2009. Besaran BOS provinsi untuk setiap sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa di seluruh Jabar. Sekolah dasar (SD) dan sederajat memperoleh bantuan Rp 25.000/siswa/tahun, sekolah menengah pertama (SMP) Rp 127.500/siswa/tahun, dan sekolah menengah atas (SMA) Rp 180.000/siswa/tahun.

Namun meski sudah diluncurkan, sampai sekarang masyarakat, khususnya pihak sekolah penerima dana tersebut, masih terus menunggu. Karena program tersebut sudah dicanangkan pemerintah, maka tidak sedikit yang nganjuk-ngahutang dengan pembayaran mengandalkan dana dari BOS provinsi tersebut.

Bagi pihak sekolah, sangat dilematis saat pemerintah provinsi tidak segera mengucurkan dana BOS tersebut, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 48/2008, terhitung 1 Januari 2009, sekolah tak boleh lagi memungut sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan dana sumbangan pendidikan (DSP). Sementara sekolah terus berjalan dan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) tentunya tidak boleh berhenti. Tentu yang terkena dampak hebat dari lambatnya pencairan dana BOS provinsi ini adalah sekolah-sekolah swasta, yang setelah dilarangnya pungutan pada orangtua siswa, benar-benar mengandalkan dana BOS tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri, sekolah swasta harus memikirkan untuk membayar honor mengajar para gurunya dari sini juga. BOS terlambat turun berarti honor para pengajar juga terancam tak terbayar. Artinya, semangat mereka mentransfer ilmu pun menjadi berkurang. Komitmen dan konsistensi pemerintah provinsi untuk mendorong pendidikan gratis, tentu harus dibarengi implementasi yang tepat dan cepat. Kalau tidak, bisa jadi bumerang.(Rabu, 25 November 2009) **

Menanti Efek Pidato SBY

PIDATO 20 menit yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, Senin (23/11) pukul 20.00 WIB, masih menimbulkan multitafsir. Sikap Presiden SBY terhadap kasus dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto, masih belum terang benar. Namun, Presiden menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan penertiban dan pembenahan di institusinya.

Pengacara Chandra M. Hamzah sendiri yang nonton bareng mengikuti pidato SBY tersebut, menyatakan masih bingung menafsirkan pidato tersebut. Bagitu juga dialog yang diselenggarakan Jakarta Lawyer Club (JLC) masih memunculkan silang pendapat mengenai kelanjutan kasus pimpinan KPK nonaktif, Bibit-Chandra.

Dalam pekan-pekan ini tentu kita masih menunggu efek dari pidato SBY tersebut. Kita masih menunggu apakah tekanan pidato SBY mengenai pembenahan di instansi Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK akan menimbulkan efek terhadap Kabareskrim Polri, Komjen Pol. Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung, Abdul Hakim Ritonga. Juga terhadap nasib kiprah Bibit dan Chandra sendiri ke depan. Dan tentu yang menarik, bagaimana nasib Anggodo Widjojo (adik buronan Anggoro) dan Wisnu Subroto (mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen) yang dalam rekaman yang disiarkan Mahkamah Konstitusi (MK), jelas-jelas telah membuat tercorengnya wajah hukum kita.

Masyarakat berharap, dalam pidato tersebut Presiden SBY bisa mengambil sikap tegas dengan mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan Tim 8 yang diketuai pengacara senior Adnan Buyung Nasution sebagai keberpihakannya kepada rakyat. Rekomendasi yang diberikan Tim 8 dianggap mewakili pandangan masyarakat umum mengenai kasus yang menyeret Bibit-Chandra. Artinya, tinggal keberanian SBY untuk mengambil tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang dengan jelas mengotori wajah hukum kita sebagaimana terungkap dalam rekaman yang disiarkan MK.

Kalau hal ini tetap diambangkan dengan penekanan rakyat diharapkan tetap bersatu, kemungkinan tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan SBY sendiri. Karena, masyarakat melimpahkan kepercayaan sepenuhnya kepada SBY yang dianggap tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi di Indonesia. SBY seharusnya bisa memberikan sikap atau tindakan yang bisa menjawab kepercayaan yang diberikan masyarakat kepadanya itu.

Masyarakat masih menganggap KPK sebagai satu-satunya lembaga yang relatif konsisten dan punya komitmen yang baik dalam memberantas korupsi. Kalau Polri dan kejaksaan di bawah pimpinan Bambang Hendarso Danuri dan Hendarman Supandji mau menunjukkan bahwa lembaganya sudah berbenah, tentu masyarakat harus diberi waktu untuk melihat hasil pembenahan yang dilakukan Polri dan Kejaksaan Agung. Polri dan kejaksaan harus berani menunjukkan kepada masyarakat untuk mensterilkan institusi ini dari oknum-oknum yang merusak wajah kedua lembaga tersebut. Kita tentu menunggu apakah instruksi Presiden dalam pidato tadi malam berefek positif atau tidak. (Selasa, 24 November 2009)**

Banjir Lagi, Mi Instan Lagi

HUJAN lagi, banjir lagi. Banjir di Baleendah dan Dayeuhkolot sepertinya tak pernah bisa teratasi, setiap kali musim hujan banjir selalu datang. Sabtu (21/11) malam, Jln. Siliwangi Baleendah, depan POM bensin, terputus akibat air yang menggenangi ruas jalan tersebut naik lebih dari setengah meter.

Camat Baleendah Rulia Hadiana, bersama Ketua LPM Baleendah Agus Rusmawan dan sekretarisnya Wawan Chandra yang tengah malam masih nongkrongin banjir mengatakan, salah satu penyebab genangan itu karena tanggul yang dibuat Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum retak. Kondisi ini yang sebelumnya dikhawatirkan warga Kp. Cieunteung, yang secara swadaya membuat tanggul sepanjang 300 meter di pinggiran sungai tersebut. Kualitas tanggul yang dibuat BBWS tersebut, menurut warga, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanggul buatan warga, terutama dalam campuran semennya.

Kalau serius, pemerintah daerah sebetulnya bisa meminimalisasi genangan air yang rutin menyerang warga di kampung tersebut. Selama ini, pemerintah hanya "ngabebenjokeun" dengan makanan atau bahan kebutuhan pokok. Masalah-masalah urgen seperti untuk mengatasi banjir itu sendiri dan kemungkinan terjadinya kekurangan air bersih, nyaris tidak pernah ada upaya yang serius. Atau lebih terkesan mengandalkan bantuan dan upaya dari pemerintah pusat.

Upaya penanggulan pinggiran sungai yang dilakukan warga sebetulnya memakan biaya yang tidak terlalu besar. Untuk membuat tanggul sepanjang 300 meter dengan lebar tanggul 60 cm dan kedalaman rata-rata 2,5 meter hanya menghabiskan anggaran sekira Rp 100 juta (minus tenaga kerja, karena warga otomatis mau kerja bakti untuk menyelamatkan daerahnya sendiri). Kalau kualitas tanggul ini mau ditingkatkan, barangkali dengan anggaran Rp 300 juta, bisa dilakukan penanggulan dengan kualitas yang lebih baik lagi. Penanggulan seperti ini terbukti bisa sedikit mengatasi banjir yang terjadi di kawasan Parunghalang, Kel. Andir.

Selain itu, yang seharusnya ada, yaitu alat untuk pengolahan air bersih, karena saat banjir, air bersih yang disediakan pemerintah melalui mobil tangki bisa jadi bahan rebutan. Pemerintah daerah, sebetulnya bisa menyediakan alat permanen untuk mengolah air Sungai Citarum menjadi air bersih yang bisa langsung diminum, seperti mobil pengolah air yang pernah disediakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kab. Bandung beberapa waktu lalu.

Yang menjadi keprihatinan kita adalah belum adanya upaya yang lebih serius dan simultan dalam mengatasi penderitaan warga tersebut. Kecuali yang menonjol hanyalah mengumpulkan bantuan-bantuan berupa sembako, seperti mi instan, air mineral, dan beras. Sementara sekolah yang terendam hingga sekarang tidak pernah bisa diatasi, rumah-rumah warga yang terendam, setiap tahun semakin tinggi saja air yang menggenanginya kalau tanpa upaya dari warga sendiri. Banjir tidaklah cukup hanya diatasi dengan sembako atau mi instan! (Senin, 23 November 2009)**

Pemadaman Bergilir

PENGUSAHA kecil seperti rental komputer, warung internet, warung telekomunikasi, fotokopi, dan rental game, sangat terpukul oleh pemadaman listrik yang dilakukan tanpa pemberitahuan. Mereka mengaku rata-rata rugi Rp 400 ribu - Rp 600 ribu/hari.

Bahkan para pengusaha tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat pun merasa usahanya sangat terguncang akibat pemadaman bergilir yang dilakukan PLN. Mereka minta PLN lebih transparan soal penyebab pemadaman bergilir. Transparansi penting, kata Ketua API Ade Sudrajat, agar para pengusaha bisa mengestimasi sampai berapa lama keadaan ini.

Sebelumnya kalangan industri mengira pemadaman bergilir yang terjadi disebabkan rusaknya trafo di Muara Karang, yang pengaruhnya hanya berimbas di seputaran Jabodetabek. Namun ternyata pemadaman bergilir sudah menyentuh kawasan Priangan, di antaranya Kab. Bandung.

Pihak industri sebenarnya sebagian sudah disurati PLN sebagai pemberitahuan akan mendapat jatah pemadaman bergilir. Maka mereka yang mendapat pemberitahuan ini menyiasati jatah pemadaman dengan meliburkan karyawan. Namun masalahnya PLN tidak tepat janji. Karyawan kadung dipulangkan, sementara jadwal mati lampu malah molor.

Kabar yang beredar, pemadaman listrik bergilir ini baru akan berakhir pada akhir Desember 2009. Ada beberapa penyebab yang mengakibatkan terjadinya pemadaman bergilir ini. Yakni rusaknya gardu induk PLN di kawasan Jakarta Timur karena terbakar pada 29 September 2009; terbakarnya sebuah trafo yang dimiliki gardu induk tegangan Tinggi Cawang; kerusakan trafo di gardu induk listrik Gandul dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTU) Muara Karang; PLTP Gunung Salak Unit 2 yang terganggu dan lepas dari sistem; juga trafo GITET 500 KV Bandung Selatan yang terganggu.

Sedikit upaya dilakukan PLN Area Pelayanan Jaringan (APJ) Cimahi yang akan memberikan kompensasi berupa pemotongan pembayaran listrik sebesar 10% kepada pelanggan industri dan rumah tangga. Pemotongan, kata Manajer APJ Cimahi, Susiani Mutia, Kamis (19/11) akan dilakukan secara sistematis melalui proses billing pada tagihan bulan Desember.

Pemadaman dilakukan siang hari mulai pukul 08.00 - 17.00 WIB. Kemudian malam hari pukul 16.00 - 22.00 WIB. Pemadaman secara bergilir tersebut setiap harinya terjadi untuk sekitar 15.000 pelanggan dari 365.000 pelanggan di wilayah kerjanya.

Masyarakat berharap, PLN bisa lebih komunikatif terhadap pelanggannya dalam menghadapi problem yang mereka hadapi. Tentu komitmen yang baik terhadap pelanggan dan konsistensi terhadap informasi yang disebarkan, akan memperkecil kemungkinan buruk yang terjadi di masyarakat. Industri yang mengandalkan penuh energi listrik dari PLN saat dilakukan pemadaman bergilir pun tentunya lebih baik libur ketimbang beroperasi tapi semuanya nganggur.

Kita memahami problem berat yang tengah dihadapi PLN dalam pengadaan energi listrik ini, namun kerja sama yang baik dengan pelanggan pun akan mengurangi beban berat yang dihadapi perusahaan milik negara tersebut. (Sabtu, 21 November 2009)**