Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Sertifikasi Lahan Sekolah

KETENANGAN anak-anak belajar di kelasnya masing-masing setiap saat bisa terganggu oleh orang-orang yang mengklaim sebagai pemilik lahan sekolah. Hal ini terjadi karena pemerintah daerah kebanyakan tidak sungguh-sungguh dalam mengamankan asetnya itu.

Di Kota Bandung, dari 10 juta meter persegi tanah milik pemkot, baru sekitar 2,2 juta meter persegi yang bersertifikat. Sisanya sekitar 7,8 juta meter persegi atau 78%-nya tak bersertifikat.

Dari total luas lahan yang dimiliki pemkot tersebut, sekitar 1,06 juta meter persegi atau sekitar 10%-nya untuk lahan sekolah. Dari luas lahan sekolah itu, yang disertifikasi baru 824.000 meter persegi, sisanya 239 meter persegi belum bersertifikat. Di lahan tersebut, kini berdiri 1 taman kanak-kanak, 276 sekolah dasar, 52 sekolah menengah pertama, 26 sekolah menengah atas, serta 15 sekolah menengah kejuruan.

Mengingat masih banyaknya lahan yang belum bersertifikat, setiap saat bisa muncul kasus-kasus seperti yang menimpa lahan dan bangunan SMKN 15 yang sekarang disengketakan.

Pemerintah ternyata tidak mudah untuk menyertifikatkan lahan-lahannya. Pemkot Bandung yang menganggarkan Rp 750 juta untuk sertifikasi lahan sekolah, ternyata yang terserap hanya Rp 250 juta-Rp 300 juta. Pemerintah sendiri ternyata sangat kesulitan untuk membawa bukti adminisrtasi kepemilikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk disertifikasi. Bahkan, beberapa bukti masih dalam bahasa Belanda.

Selain bangunan dan tanah eks Belanda, saat ini yang sulit disertifikasi adalah tanah dan bangunan yang dilimpahan Kabupaten Bandung kepada Pemerintah Kota Bandung saat perluasana wilayah. Karena bukti administrasinya belum diserahkan, hanya fisiknya saja yang diserahkan.

Di Kab. Bandung, dari 1.800 sekolah, terdapat sekitar 1.440 SD, SMP, dan SMA yang tidak memiliki sertifikat. Artinya, hampir 80% lahan sekolah di Kab. Bandung sangat rentan digugat para pemiliknya.

Pada 2008, ketika murid SD Pamucatan, Kec. Arjasari, Kab. Bandung tengah asyik belajar, tiba-tiba mereka terusik sekelompok orang yang mengklaim berhak atas lahan yang dijadikan sekolah tersebut. Mereka datang ke sekolah dan bahkan menyegel sekolah itu, meskipun kemudian gagal karena masyarakat sekitar menentangnya. Kasus yang sama terjadi di Kab. Bandung Barat, yang terjadi pada SD Sasak Seng. Diklaim ahli waris pemilik tanah sebelumnya, sekolah itu disegel sekelompok orang.

Kita berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan sertifikasi sekolah-sekolah ini melalui upaya yang lebih serius, dengan cara mengalokasikan anggaran yang lebih besar setiap tahunnya dan menelusuri para ahli waris pemilik lahan. Semua itu tentu untuk lebih menjamin ketenangan belajar siswa dan para gurunya. (Selasa, 03 November 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar