Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Sertifikasi Aset Daerah

ASET daerah seringkali jadi sebuah permasalahan di setiap pemerintahan, baik kota, kabupaten maupun provinsi. Masalah ini seperti masalah "warisan" yang turun temurun dari satu kepala pemerintahan kepada kepala pemerintahan penerusnya. Anehnya, setiap kepala pemerintahan sepertinya bekerja setengah hati untuk menuntaskan masalah aset tersebut.

Seperti diungkapkan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar, Ir. Deny Juanda P., di tingkat Jawa Barat ada 3.000 aset pemrov yang belum bersertifikat. Pihaknya, kata Deny, sudah meminta Biro Pe-ngelolaan Barang Daerah (BPBD) Setda Jabar untuk menyelamatkan aset Pemprov Jabar dengan menyertifikatkan aset-aset tersebut.

Saat ditemui wartawan di Posko Penanggulangan Bencana Jabar, Jln. Cikapundung Bandung, Kamis (15/10), Deny mengatakan, permintaan tersebut didasarkan pada kenyataan masih banyak aset Pemprov Jabar yang belum bersertifikat. Dari 4.000 lokasi aset Pemprov Jabar, kurang dari 1.000 lokasi yang sudah bersertifikat.

Banyaknya aset yang tidak bersertifikat tentunya mengundang masalah. Seperti pernah diberitakan koran ini, Pemprov Jabar melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan surat kikitir/ girik, yang dijadikan dasar gugatan Eutik Suhanah, Wati, Eti cs di PTUN Bandung pada tahun 2006, tentang kepemilikan tanah di kawasan Gasibu dan sekitarnya, termasuk lahan Kantor Pemprov Jabar ke Polda Jabar. Ironisnya, Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan peninjauan kembali (PK) Eutik cs.

Keberadaan dan pengelolaan aset milik pemerintah daerah kebanyakan memang dalam kondisi memprihatinkan. Banyak pejabat dan aparat daerah yang kurang peduli dan belum mengelola aset itu secara efektif, efisien, dan profitable. Akibatnya, tidak sedikit aset daerah yang pindah tangan secara tidak wajar atau dikelola pihak lain dengan sewa yang sangat kecil. Kurangnya profesionalisasi manajemen aset daerah menimbulkan persoalan serius di belakang hari.

Keberadaan aset daerah pada saat ini melahirkan paradoks dalam hal usaha peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan aset daerah ibarat penderita myopia atau rabun dekat. Akibatnya, potensi besar yang sudah ada di depan mata tidak tergarap optimal. Mereka justru mencari sumber PAD ke mana-mana yang belum pasti hasilnya. Mestinya aset daerah yang luar biasa besarnya itu dikelola lebih baik sehingga menghasilkan keuntungan optimal. Alangkah baiknya jika kepala daerah, mulai dari bupati, wali kota hingga gubernur, begitu dilantik, langsung mengetahui dan memahami secara persis kondisi aset daerah, lalu melaporkannya kepada rakyat secara berkala.(Sabtu, 17 Oktober 2009) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar