Welcome


Rabu, 10 Maret 2010

Lahan Kritis

PEMERINTAH tampaknya sudah beak dengkak dalam mengatasi banjir akibat luapan Sungai Citarum. Mulai dari pengerukan sungai, pembuatan tanggul di beberapa titik yang menjadi langganan banjir, rehabilitasi lahan dengan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), hingga kemungkinan pemangkasan Curug Jompong yang banyak menuai protes.

Meski telah banyak upaya dilakukan, namun banjir tetap datang dan cakupannya semakin luas. Bahkan, banjir yang terjadi pada pertengahan Februari 2010 di daerah Baleendah, cakupannya hampir mendekati banjir yang terjadi pada 1986. Padahal, ratusan miliar uang sudah digelontorkan untuk menangani masalah ini.

Upaya yang lebih serius tampaknya akan dilakukan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Dalam berita di koran ini, Kamis (4/3), tak tanggung-tanggung, Gubernur meminta kebutuhan dana untuk menangani hulu dan anak-anak Sungai Citarum sebesar Rp 3,4 triliun. Menurutnya, banjir terjadi akibat berkurangnya areal hutan lindung dan perkembangan permukiman di kawasan hulu.

Dana tersebut antara lain untuk konservasi di 7 sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu (Rp 1,5 triliun), relokasi perumahan di Cieunteung, Dayeuhkolot, dan Citepus (Rp 286 miliar), normalisasi 9 anak Sungai Citarum (Rp 312 miliar), serta normalisasi dan pengerukan dasar Sungai Sapan-Pananjung (Rp 125 miliar).

Selain itu, pembenahan drainase (Rp 50 miliar), revitalisasi permukiman dan infrastruktur bantaran sungai (Rp 55 miliar), pembangunan 22 waduk dan kolam retensi (Rp 1,02 triliun), serta pembangunan area evakuasi dan sosialisasi (Rp 5 miliar). Kalau dana tersebut bisa direalisasikan, menurut Gubernur pengerjaannya bisa dilakukan dalam kurun waktu 2010-2011.

Yang menarik, di bagian berita lainnya, Polda Jabar tengah menangani dugaan penyimpangan dana proyek GRLK yang bernilai Rp 1,75 miliar. Menarik, karena di satu sisi ada upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah, sementara dana rehabilitasi lahan kritis itu sendiri sangat rawan untuk disalahgunakan. Karena supervisi yang lemah, maka dengan mudah gerakan yang tujuannya mulia itu dirusak sistem maupun dalam pelaksanaannya.

Program yang dilakukan pemerintah sebetulnya sudah baik, hanya pemerintah sendiri tidak bisa mengambil sikap tegas terhadap oknum yang merusak program tersebut. Padahal kalau upaya tersebut diimplementasikan dengan dukungan manajerial pemerintahan yang baik dan perusahaan yang kapabel, maka rehabilitasi lahan dengan dana sebesar itu bukanlah hal yang sulit.

Jangan sampai upaya pemprov menggelontorkan dana yang demikian besar, malah kembali menghidupkan "budaya" tangan-tangan jahil yang mencari nafkah dengan cara yang tidak baik.(Jumat, 05 Maret 2010)