Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Harapan Buruh

GEGAP gempita pelantikan presiden dan wakil presiden serta para pembantunya ternyata menyisihkan masalah yang selama ini belum tuntas. Yakni kesejahteraan dan nasib pekerja/buruh. Sudah menjadi rahasia umum bahwa nasib pekerja/buruh di Indonesia belum terwujud sesuai peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan.

Jutaan pekerja/buruh belum menikmati arti sebuah kemerdekaan. Bayangkan, untuk menaikkan upah Rp 50.000 saja, para pekerja/buruh harus melakukan aksi demo, karena pengusaha tidak pernah "ikhlas" berbagi pendapatan dengan orang-orang yang turut membesarkan nama perusahaannya ini. Ada sebuah alasan klasik yang kerap dilontarkan pengusaha, yakni banyaknya pungutan siluman yang menjadikan industri mengalami overhead cost, ekonomi biaya tinggi. Dalam berbagai pertemuan, para pengusaha kerap menyampaikan biaya siluman ini bisa mencapai 30-50%-nya.

Tentu melihat itu, kita berharap jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) yang merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia bisa diberlakukan di semua perusahaan. Namun kenyataannya lain, banyak perusahaan yang melanggar ketentuan yang diamanatkan Undang-undang (UU) No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Padahal dinyatakan di sana bahwa setiap perusahaan yang membayar upah seluruh tenaga kerja Rp 1 Juta dan atau mempekerjakan 10 orang, wajib hukumnya ikut jamsostek. Dan akan ada sanksi bagi pengusaha yang tidak mematuhi undang-undang ini dengan denda Rp 50 juta atau 6 bulan kurungan. Jika diulangi lagi akan mendapat hukuman 8 bulan penjara dan izin perusahaannya dicabut pihak berwajib. Namun apa yang terjadi? Jarang sekali perusahaan yang melanggar UU tersebut dikenai sanksi.

Sehingga, wajar kalau di Kab. Bandung Barat seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi D DPRD Kab. Bandung Barat, Asep Hendra Maulana, pengelola industri masih banyak yang belum mendaftarkan buruhnya sebagai peserta jamsostek. Jumlah industri di Kab. Bandung Barat lebih dari 200, namun diperkirakan masih ada sekitar 50-60 persen yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta jamsostek. Kondisi ini, kata Asep, sangat memprihatinkan dan sudah berlangsung lama.

Masih banyaknya industri yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta jamsostek merupakan bukti lemahnya pengawasan yang dilakukan instansi terkait. Saat ini jumlah buruh di Kab. Bandung Barat diperkirakan di atas 100.000 orang.

Ini sebuah fakta sosial yang menyeruak dan nyaris dibiarkan begitu saja. Tentu kita harapkan ada perubahan dari para pemimpin daerah agar berani menindak perusahaan-perusahaan yang melanggar UU itu. Kita harapkan, ke depan media akan banyak memberitakan perusahaan-perusahaan yang mendapat sanksi karena pelanggarannya itu, atau sebaliknya 100% pekerja/buruh sudah jadi anggota jamsostek. (Sabtu, 24 Oktober 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar