Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Kembali ke Budaya

ALGREN adalah seorang bule pemabuk yang putus asa dan kehilangan makna dalam hidupnya. Namun, ia begitu terpesona oleh jiwa ksatria yang dikembangkan para Samurai di Jepang. Algren melihat perjuangan yang sangat tulus, yang hanya dapat dideskripsikan sebagai "jihad" orang Jepang. Dan, ia pun jatuh cinta kepada "jiwa" (spirit) ini. Mengingatkan dia kembali apa maknanya sebagai seorang ksatria. Tapi dia akan selalu di bawah para samurai, karena pertama dia memang gaijin (orang asing), dan kedua ini hanya terjadi dalam jangka waktu satu tahun.

Dalam film The Last Samurai itu, diceritakan bagaimana para samurai ini percaya bahwa mereka melindungi kaisar dari pengaruh buruk. Dalam kenyataannya tidak sepenuhnya benar. Shogun dari dulu selalu mempunyai pengaruh lebih tinggi dari kaisar. Cuma karena kaisar adalah dewa, shogun tidak akan pernah melawan kaisar. Pada zaman Meiji, kaisar ingin mengambil alih kekuatan itu dengan menghilangkan kekuatan para shogun. Para shogun tidak suka akan hal ini dan mereka pun memberontak.

Mungkin ada shogun yang percaya bahwa sang kaisar telah kehilangan arahnya dan terkorupsi oleh dunia Barat. Di mana para shogun ini benar-benar percaya bahwa gerakan mereka itu adalah untuk melindungi kaisar.

Banyak rakyat yang tadinya tidak berasal dari kelas bangsawan menjadi punya status seperti menjadi politisi atau tentara. Orang-orang yang tadinya hanya petani atau pedagang tiba-tiba mendapat status banyak membuat orang-orang ini jadi gila kekuasaan dan banyak yang jadi korup. Tindakan semena-mena tentara terhadap anaknya Katsumoto di kota, di mana rambutnya dipotong dan pedangnya diambil, adalah salah satu contoh itu.

Dan yang menarik, di akhir cerita, Katsumoto tewas dan pedangnya diserahkan Algren kepada kaisar. Di sana terjadi dialog yang menarik. Kaisar yang sudah kebarat-baratan diingatkan untuk tetap berpegang pada budayanya.

Dari cerita itu, kita bisa mengambil hikmah, hiruk pikuk di tengah arus demokratisasi kita. Sepertinya kita akan meninggalkan budaya kita untuk menelan penuh budaya luar. Kita sepertinya sedang dalam transformasi budaya menuju budaya liberal seperti di Filipina. Banyak anak-anak kita yang tak mengenal budaya lokalnya. Bahkan kalau mereka dipaksakan untuk bicara dengan bahasa lokal, jadi pabaliut. Padahal, keluhuran budi kita sebagai bangsa Indonesia ada pada budayanya.

Maka semangat untuk kembali ke budaya lokal harus terus dikembangkan. Tentu kita berharap bukan hanya Unpad yang menyelenggarakan Olimpiade Olahraga Tradisional (Oontrad), namun semua pemerintahan kota/kabupaten terus mengadakan kegiatan-kegiatan untuk pengayaan budaya kita. Kearifan lokal harus terus dikembangkan dan mendapat dukungan dari semua elemen masyarakat. Kita berharap ke depan, budaya politik kita pun kembali akan diwarnai kearifan lokal.(Jumat, 04 Desember 2009) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar