Welcome


Senin, 30 Agustus 2010

Gagal Nyalon

HABIS sudah apa yang dimiliki Mang Pe'i. Ya hartanya, ya harga dirinya, juga seluruh pendukungnya yang selalu menjanjikan kemenangan padanya dalam pemilihan kepala desa (pilkades), untuk kembali berkuasa lima tahun ke depan. Kekalahannya dalam pilkades tahun ini tinggal menyisakan puing-puing kebanggaan dan rasa percaya dirinya sebagai calon kepala desa yang merasa paling diunggulkan.

Mang Pe'i terpekur. Harta dan kekuasaan ternyata tidak menjaminnya lolos sebagai kepala desa. Para pendukung yang menjanjikan kemenangan, ternyata hanya bualan besar, yang telah memenjarakan dirinya dalam rasa percaya diri yang berlebihan. Ia lengah oleh kepongahan. Hingga saat penentuan pemilihan suara, ia baru mengetahui, kekuatan dan dukungan yang dibangunnya seperti balon besar saat pecah, memecahkan jantungnya.

Mang Pe'i sendiri sebetulnya sudah berpikir bagaimana kalau di tengah gegap gempita dukungan ini ia kalah. Hati kecilnya sudah meniatkan dengan sepenuh hati kalau kalah maka ia harus siap. Namun kekalahan ternyata tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya, sangat menyakitkan. Terlebih, sang pemenang Mang Adun adalah orang yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi seterunya. Bukan mustahil, sang pemenang sebagai penguasa baru, akan berbalik menggunakan kekuasaan untuk mengamputasi semua kekuasaan yang dimilikinya, dan membuatnya menjadi lebih terhina. "Audzubillahimindzalik," desah Mang Pe'i.

Mang Pe'i terus berpikir agar tidak sampai jatuh ke lubang paling dalam pada karier politik lokal di desanya. Ia mulai berpikir, bagaimana agar sisa hartanya bisa tumbuh lagi.

Ia memang memiliki beberapa perusahaan kecil dan menengah, tapi setelah tak berkuasa, mungkin berbagai masalah akan muncul. Bahkan, lawan-lawan politiknya bisa saja mengadukannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri bagaimana aliran dana yang dimilikinya selama ia berkuasa. KPK yang dulu saat ia berkuasa, masih bisa diajak kerja sama. Sekarang? Dengan orang-orang baru yang duduk di lembaga tersebut, mereka mungkin sudah tidak akan melirik lagi.

Hari itu seluruh anggota keluarga dikumpulkan. Semua pendapat dan ide mengalir dari otak cemerlang keluarga Mang Pe'i, mulai dari ide curang sampai ide halal untuk jangka pendek mapupun jangka panjang. Semuanya ditumpahkan dalam diskusi keluarga hari itu. Tapi dari pagi sampai menjelang subuh, tak satu pun ide yang berhasil melewati uji kelayakan untuk dijalankan, semuanya berisiko tinggi atau membutuhkan modal yang tidak sedikit. Semua orang terpekur diam mencari ilham.

Akhirnya, salah seorang menantunya teriak "Eureka!" Seperti teriakan Albert Einstein saat menemukan rumus hukum kekekalan energinya. "Naon eta teh?" kata saudara-saudara yang lainnya berbarengan. "Bah, ayeuna mah urang ka masjid we solat subuh. Bisi urang teh solatna can bener," ujarnya dengan senyum. "Huuu..." jawab yang lain sambil beranjak. (Sabtu, 31 Juli 201)**

Jumat, 21 Mei 2010

Syakieb A. Sungkar

TIDAK seperti biasaya, temanku Syakieb Ahmad Sungkar siang itu jalan kaki ke rumah orang tuaku di sebuah gang di Jalan Jatayu Bandung. Padahal biasanya, motor Honda Super Cub C-800 warna hitam dengan setia menemaninya ke manapun dia pergi. "Lho, Kenapa ngga pakai motor Kib?," tanyaku kepadanya. Ia dengan enteng menjawab, "Ilang".
"Lho, kok ilang motor santai gitu?," susulku. "Untung gua baru menyelesaikan buku Kho Phing Hoo. Di bagian akhir buku yang gua baca, beberapa lembar menceritakan tentang filsafat hilang. Guwa jadi tenang," jawabnya.
Syakieb memang kuat dalam membaca. Di tempat kosnya, di Jln. Tubagus Ismail dalam saat itu, penuh dengan buku-buku terbaru. Satu kebiasaannya, tak pernah ketinggalan membeli dan membaca hingga tamat buku-buku best seller, atau yang sedang digandrungi para aktifis. Karena kebiasaannya itu, daya nalarnya luas. Ia terbiasa mentranslasikan bacaan berat yang dibacanya menjadi mudah dimengerti oleh yang mendengarnya.
Selagi kuliah di Teknik Elektro ITB, Syakieb Ahmad Sungkar sepertinya tak rela malamnya terlewat begitu saja. Tiap jam dua dini hari ia bangun, kemudian mengambil wudhu dan sholat malam. Ini hampir tiap hari dilakukannya meski ia baru bisa tidur pukul 12 malam atau bahkan pukul satu dini hari. Mungkin karena bathinnya yang terasah seperti ini, kerap dalam pergaulan dengan teman-temannya ia terlihat sangat menonjol. Joke-jokenya seperti tak pernah kering. Terus membuat suasana menjadi segar dengan kehadirannya.
Tidurnya tidak lebih dari tiga jam, bahkan ia kerap tidur hanya satu atau dua jam
untuk kemudian beraktifitas hingga larut malam lagi. Kebiasaanya itu menjadikan Syakieb punya waktu yang panjang untuk beraktifitas. Sehingga tidak hanya aktif di rajin kuliah di kampusnya, ia bisa menjadi aktifis di Kota Bandung, menikmati kegemarannya dalam seni rupa dan nonton film serta pertunjukan musik. Di samping tentunya mencoba makanan-makanan baru di Bandung.
Lepas kuliah, ia sempat ragu bisa diterima bekerja di perusahaan pemerintah. Namun ia sangat tercengang ketika lamarannya ke PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk (PT. Indosat Tbk) dua-duanya di terima. Ia harus memutuskan salah satu diantaranya. Dan, akhirnya Syakieb mengambil PT. Indosat dan ditempatkan di Jatiluhur.
Di BUMN ini, ia menapaki karir seperti menapaki anak tangga yang tak satupun terlewatkan. Tapak demi tapak. Bahkan, saat yang lain masih berkonsentrasi ke bidang satelit yang menjadi core bisnis BUMN ini, Syakieb paling dulu mempelajari telepon seluler, dan ia sudah memprediksi, ke depan bisnis tersebut akan booming di Indonesia. Prediksinya itu benar. Sampai akhirnya, ia menapaki tangga paling tinggi, hanya satu dua tapak sebelum anak tangga paling puncak. Direktur Regional Sales dan Chief Sales Officer. Dan, seperti biasanya, ia tetap bersahaja, termasuk saat teman-teman lainnya mulai mendapat fasilitas mobil bagus, ia tetap menggunakan Kijang Innova. Ia tetap bergaul dengan teman-temannya dengan hangat, tidak ada perubahan, seperti Syakieb saat dikenal dulu. Syakieb tetap memelihara pertemanan, dan tidak ada rasa canggung.
Setelah ikut menjadi pioneer yang merubah core bisnis Indosat, kini Syakieb "dibajak" oleh AXIS (PT. Natrindo Telepon Selluler). "Gua ingin tantangan baru. Indosat kan sudah berkembang maju, dan gua ninggalin Indosat dalam kondisi sangat baik," ungkapnya. Nada bicaranya sama saat ia saya tanya alasannya mengambil bidang marketing padahal latarbelakang pendidikannya teknik. "Gua ingin tantangan baru," jawabnya saat itu.
Di AXIS, Akib, panggilan akrab Syakieb, kemungkinan akan menduduki jabatan yang sama, namun yang pasti ia dibayar jauh lebih tinggi dibandingkan perusahaannya dulu. Di samping itu, ia melihat struktur AXIS yang masih ramping bisa mendorong perusahaan ini berlari lebih cepat. Maka ia mematok target dalam satu tahun pertama, minimal ada pertumbuhan penjualan dan pelanggan baru hingga 100%."AXIS ini masih enak dilakukan penataannya karena ramping," ujarnya pekan kemarin saat berbincang mengenai kepindahannya itu.
Kehadiran Syakieb biasanya memberi pencerahan. Begitu pula kehadirannya di AXIS, saya yakin akan memberi suasana baru yang menyegarkan di perusahaan milik penguasa bisnis seluler di Malaysia dan Arab Saudi ini. Selamat sobat, Allah bersamamu, dan sukses berikutnya dihadapanmu.

Selasa, 11 Mei 2010

Upah Buruh

SAAT "ngerumpi" di luar tugas, seorang buruh kita dan orang Eropa yang menjadi tenaga kerja asing (TKA) di sebuah perusahaan, saling menanyakan penghasilan masing-masing. "Berapa gaji Anda dan untuk apa saja uang sejumlah itu?" tanya buruh kita mengawali pembicaraan.

Orang Eropa menjawab, "Gaji saya 5.000 dolar AS, 1.000 dolar untuk tempat tinggal, 1.000 dolar untuk makan dan transport, 500 dolar untuk hiburan, 500 dolar untuk simpanan liburan."

"Lalu sisa US 2.000 dolar untuk apa?" tanya buruh tersebut. Orang Eropa menjawab secara ketus, "Oh...itu urusan saya, Anda tidak perlu bertanya!"

Kemudian orang Eropa balik bertanya, "Kalau penghasilan Anda?" Buruh kita menjawab, "Gaji saya Rp 1,1 juta, Rp 400 ribu untuk kontrakan, Rp 350 ribu untuk makan, Rp 200 ribu untuk bensin motor, Rp 450 ribu untuk belanja istri, Rp 200 ribu untuk sekolah anak, Rp 350 ribu, bayar cicilan motor, Rp. 100 ribu untuk..."

Saat buruh kita nyeroscos menjelaskan, orang Eropa menyetop penjelasan itu dan langsung bertanya. "Uang itu jumlahnya sudah melampui gaji Anda. Sisanya dari mana?" katanya keheranan.

Kemudian, buruh itu menjawab dengan enteng, "Begini Mister, uang yang kurang, itu urusan saya. Anda tidak berhak bertanya-tanya."

Buruh kita memang "sakti", dengan penghasilan yang serba pas-pasan mereka tetap bisa survive. Seperti sebuah pepatah, "bisa karena biasa, biasa karena dipaksa". Bayangkan, dengan penghasilan Rp 1,1 juta (di atas UMK sedikit), mereka bisa tetap rutin bekerja, menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, dan tidak sedikit yang masih bisa menyicil kendaraan roda dua.

Berdasarkan SK Gubernur Jabar No. 561/ Kep.1665-Bangsos/2009 tentang UMK di Jabar tahun 2010, UMK tertinggi, Kota Bekasi Rp 1.168.974 dan UMK terendah Kab. Sukabumi, Rp 671.500. Sedangkan Kota Bandung Rp 1.118.000, Kab. Bandung Rp 1.060.500, Kab. Bandung Barat Rp 1.105.225, Kota Cimahi Rp 1.107.304, dan Kab. paten Sumedang Rp 1.058.978.

Nilai upah buruh tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan PNS/TNI/Polri. Bahkan sejak Januari 2010 pemerintah sudah menaikkan tunjangan mereka, dan mulai Mei ini gaji PNS/TNI/Polri juga akan mengalami kenaikan.

"Dengan langkah-langkah perbaikan penghasilan pegawai yang telah dilaksanakan selama periode 2004-2009, maka pendapatan PNS golongan terendah dapat kita tingkatkan 2,5 kali, yaitu dari Rp 674.000 per bulan pada tahun 2004 menjadi Rp 1.721.000 pada tahun 2009," kata Presiden saat pidato rencana menaikkan gaji PNS/TNI/Polri itu.

Buruh? Di Kab. Sukabumi pada tahun 2004, UMK-nya Rp 408.500, hanya naik Rp 263.000 dalam enam tahun. Begitu pula, buruh di kota dan kabupaten lainnya, kenaikannya tak signifikan. Sadarkah Presiden bahwa "keberhasilannya" itu berpotensi mempertinggi jurang si kaya dan si miskin? (Kamis, 06 Mei 2010)**
Share

May Day

HARI Buruh Internasional (May Day), 1 Mei 2010, di Jabar kemungkinan tidak akan menimbulkan "ledakan" seperti tahun-tahun sebelumnya. Energi potensial buruh di Jabar, tampaknya sudah sedikit disalurkan melalui dialog perburuhan yang digagas Bambang Eka Purnama cs dari Koalisi Buruh Jabar, di Gedung Indonesia Menggugat, Jln. Perintis Kemerdekaan Bandung, Jumat (30/4) siang.

Namanya juga dialog dengan buruh, tentunya harus siap sedikit berkeringat, mengingat masalah-masalah yang mereka hadapi begitu besar dan mendasar. Dari masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, tenaga outsourcing, Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), masalah PHK karyawan Hotel Papandayan, PT Adetek, PT Naintek, dan lain-lain, semua mengalir seperti air yang dimuntahkan. Saya yang memandu acara tersebut, sempat terkejut ketika sesi pertama tanya jawab dibuka, hampir semua peserta yang duduk, tiba-tiba berdiri mengangkat tangan untuk menyampaikan masalahnya. Mereka begitu antusias.

"PPHI itu sebaiknya dibubarkan!" ujar seorang buruh mengawali penyampaian masalah. "PHI sudah bergeser artinya menjadi Penindasan, Himpitan, dan Intimidasi!" cetus buruh lainnya dari Cimahi. Ada juga ada yang menyampaikan keluhan PHK dengan pesangon 10 juta yang dicicil selama 9 bulan, seperti bank perkreditan.

Namun beruntung, para panelis yang hadir, Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanegara, Kabidkum Polda Jabar Kombes Pol. Jati Wiyono, dan pengawas dari Disnaker Jabar, Sabar Sitorus bisa merespons semua itu, sejalan dengan semangat perubahan. "Untuk masalah karyawan Papandayan dan Naintek, saya tunggu Senin (3/5) di DPRD Jabar," sambut Irfan.

Irfan juga menawarkan kepada para serikat untuk membuat draf regulasi yang tepat untuk lebih melindungi para buruh di Jabar. "Ingat, ketika masalah ACFTA digulirkan oleh buruh, saya satu-satunya Ketua DPRD di Indonesia yang menandatangani permohonan penangguhan pelaksanaannya," tandasnya.

Begitu juga "orang baik" Sabar Sitorus. Ia mampu meyakinkan pihak buruh bahwa setiap permasalahan yang digulirkan ditangani dengan baik dan optimal. "Boleh Saudara catat, kalau pensiun nanti, saya akan mengonsentrasikan diri untuk mengadvokasi kepentingan buruh, terutama buruh outsorcing," ungkapnya.

Tak kalah, Kombes Pol. Jati Wiyono juga meyakinkan bahwa polisi terbuka untuk menampung masalah-masalah yang dihadapi buruh, termasuk dugaan makelar kasus (markus). "Sudah tidak zamannya markus berkeliaran. Kita akan respons setiap masalah buruh. Tapi jangan pakai surat, datang langsung pada kami," katanya. Dialog pun bisa dikendalikan sesuai jadwal dan ditutup dengan penandatanganan nota kesepahaman semua pihak, kecuali Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang tidak hadir dalam acara tersebut.

Yang menarik bagi saya, mengapa acara seperti ini tidak dilakukan secara rutin satu bulan sekali atau tiga bulan sekali. Dalam pandangan saya, ini sungguh bisa jadi katup pengaman masalah perburuhan, sekaligus alat kontrol dalam mengimplementasikan aturan. Selamat Hari Buruh!.(Sabtu, 01 Mei 2010)**

Rabu, 10 Maret 2010

Lahan Kritis

PEMERINTAH tampaknya sudah beak dengkak dalam mengatasi banjir akibat luapan Sungai Citarum. Mulai dari pengerukan sungai, pembuatan tanggul di beberapa titik yang menjadi langganan banjir, rehabilitasi lahan dengan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), hingga kemungkinan pemangkasan Curug Jompong yang banyak menuai protes.

Meski telah banyak upaya dilakukan, namun banjir tetap datang dan cakupannya semakin luas. Bahkan, banjir yang terjadi pada pertengahan Februari 2010 di daerah Baleendah, cakupannya hampir mendekati banjir yang terjadi pada 1986. Padahal, ratusan miliar uang sudah digelontorkan untuk menangani masalah ini.

Upaya yang lebih serius tampaknya akan dilakukan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Dalam berita di koran ini, Kamis (4/3), tak tanggung-tanggung, Gubernur meminta kebutuhan dana untuk menangani hulu dan anak-anak Sungai Citarum sebesar Rp 3,4 triliun. Menurutnya, banjir terjadi akibat berkurangnya areal hutan lindung dan perkembangan permukiman di kawasan hulu.

Dana tersebut antara lain untuk konservasi di 7 sub-Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu (Rp 1,5 triliun), relokasi perumahan di Cieunteung, Dayeuhkolot, dan Citepus (Rp 286 miliar), normalisasi 9 anak Sungai Citarum (Rp 312 miliar), serta normalisasi dan pengerukan dasar Sungai Sapan-Pananjung (Rp 125 miliar).

Selain itu, pembenahan drainase (Rp 50 miliar), revitalisasi permukiman dan infrastruktur bantaran sungai (Rp 55 miliar), pembangunan 22 waduk dan kolam retensi (Rp 1,02 triliun), serta pembangunan area evakuasi dan sosialisasi (Rp 5 miliar). Kalau dana tersebut bisa direalisasikan, menurut Gubernur pengerjaannya bisa dilakukan dalam kurun waktu 2010-2011.

Yang menarik, di bagian berita lainnya, Polda Jabar tengah menangani dugaan penyimpangan dana proyek GRLK yang bernilai Rp 1,75 miliar. Menarik, karena di satu sisi ada upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah, sementara dana rehabilitasi lahan kritis itu sendiri sangat rawan untuk disalahgunakan. Karena supervisi yang lemah, maka dengan mudah gerakan yang tujuannya mulia itu dirusak sistem maupun dalam pelaksanaannya.

Program yang dilakukan pemerintah sebetulnya sudah baik, hanya pemerintah sendiri tidak bisa mengambil sikap tegas terhadap oknum yang merusak program tersebut. Padahal kalau upaya tersebut diimplementasikan dengan dukungan manajerial pemerintahan yang baik dan perusahaan yang kapabel, maka rehabilitasi lahan dengan dana sebesar itu bukanlah hal yang sulit.

Jangan sampai upaya pemprov menggelontorkan dana yang demikian besar, malah kembali menghidupkan "budaya" tangan-tangan jahil yang mencari nafkah dengan cara yang tidak baik.(Jumat, 05 Maret 2010)


Kamis, 18 Februari 2010

Terpenjara Teori

TEMANKU, Syakieb Ahmad Sungkar pernah bercerita. Menurutnya,jebolan perguruan tinggi itu ada tiga kategori. Pertama, golongan yang waktu di kampus urakan dan lupa sama pelajaran. "Golongan ini, saat meninggalkan kampus dan bekerja biasanya masuk kelompok out of the box. Mereka jarang yang menduduki posisi penting di perusahaan," ujar mantan aktifis Pelajar Islam Indone¬sia (PII) Kota Bandung yang sekarang menjadi Chief Sales Officer PT. Indosat Tbk Pusat ini.

Kedua, kata temanku ini, golongan yang sedikit urakan tapi bertanggungjawab pada pendidikannya. Ia senang baca buku dan hal-hal yang baru, nonton pertunjukan musik dan film, modis serta suka bergaul. Ia bisa menyelesaikan kuliah dikampusnya meski tidak sedikit yang terlambat. "Golongan ini, saat bekerja biasanya masuk in the box, kerap masuk dalam posisi penting di perusahaan", katanya. Kenapa? "Karena faktor nakal menjadikan dia berani sedikit-sedikit nubruk aturan," tandasnya.
"Yang paling berbahaya," katanya. "Golongan yang waktu kuliah rajin, tak sehari pun waktu yang terlewatkan untuk mengikuti pelajaran, kutu buku, dan textbook". Lho? "Golongan ini yang disebut in the book!," tandasnya. "Lulus kuliah paling tepat bekerja di Lab.!".
Apa yang dikatakannya, kembali teringat ketika dalam "Pelatihan Nasional Penulisan Artikel" yang digelar HU. Galamedia, ada seorang peserta (mungkin mewakili isi hati semua peserta) yang menanyakan, bagaimana menjadi penulis yang baik?.
Tidak sedikit orang ketika akan mempelajari sesuatu yang baru terjebak pada teori yang diajarkannya. Terpenjara oleh teori. Seorang saudara yang pernah ikut kursus stir mobil begitu takut mengendarai mobilnya. Akibatnya, bukannya ia bisa mengemudikan mobil sebagaimana diharapkannya malah jadi serba takut.
Begitu pula ketika seorang anak diajarkan untuk berenang. Peneka nan teori yang berlebihan, kerap menjadikan anak malah serba salah dan tidak pernah bisa berenang. Teori berenang yang telah memenuhi otak anak tersebut tidak jarang menjadikan ia malah seperti kebingungan karena banyaknya "instruksi".
Dulu di sebuah tempat kursus Bahasa Inggris di sebelah barat rel kereta api Cimindi, Cimahi, para instruktur mengajarkan orang yang pertama kali bergabung untuk bercakap pakai bahasa Inggris.
Mereka diberi bacaan, kemudian diharuskan untuk di hapal, dan saat pertama kali masuk ke tempat kursus harus mempraktekan text conversation yang telah di hapalnya. Setelah mulutnya sudah "keinggris-inggrisan", baru tata bahasa Inggris diperkenalkan. Rata-rata dalam tiga bulan, para peserta sudah bisa petangtang-petengteng ngomong Ingris dengan orang bule.
Demikian pula saat memberikan pelajaran mengemudi yang utama adalah bagaimana mendorong peserta untuk berani dan percaya diri menjalankan kendaraannya. Selama mereka tidak punya keberanian dan percaya diri, maka akan sulit melihat hasil yang diharapkan.
Untuk mendorong hal tersebut, pelatih yang piawai, akan memasang ganjal kecil dibawah pedal gas. Sehingga, sekencang apapun peserta kursus mengemudi menginjak gas, maka yang terjadi adalah seperti mereka memainkan bom-bom car. Kecepatan mereka akan terkontrol, dan mereka sangat menikmati bisa menjadi "sopir".
Untuk menjadi penulis pun demikian. Ia tidak akan pernah menjadi penulis apalagi menjadi penulis yang baik kalau jarang menulis. Jadilah seperti pengemudi yang dengan berani mencoba-coba menja¬lankan kendaraannya. Menulislah!, dan terus menulis. Kata Goena¬wan Mohamad, teori menyusul kalau kita ingin meningkatkan kuali¬tas tulisan kita. Kecuali kalau kita hanya ingin menguasai teori tentang menulis, konsern menjadi pengajar atau masuk ke dalam golongan "in the book"!. (Kamis, 18 Pebruari 2010).

Senin, 08 Februari 2010

Dinamika Jelang Pilbup

KETUA Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPC PDIP) Kab. Bandung H. Yadi Srimulyadi memastikan sebagai kandidat satu-satunya dari parpol berlambang banteng bermoncong putih itu sebagai calon bupati (cabup). Dalam Konferensi Cabang (Konfercab) yang diselenggarakan Minggu (7/2), ia menghapus semua spekulasi yang sebelumnya muncul bahwa di parpol itu akan ada nama lain dari kalangan pesohor.

Dengan majunya Yadi sebagai cabup berarti sudah dua nama yang sudah dipastikan oleh partainya akan maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) Kab. Bandung 2010. Sebelumnya, dalam Musyawarah Daerah (Musda) Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar (DPD PG), H. Dadang M. Nasser sebagai satu-satunya calon yang diusung parpol berlambang pohon beringin rindang itu. Saat itu, H. Hilman Sukirman terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD PG menggantikan ketua sebelumnya H. Obar Sobarna. Paket ini kemudian di kalangan kadernya muncul sebutan "Danhil" (Dadang-Hilman).

Berbeda dengan kandidat PG yang masih berpotensi konflik, Yadi kemungkinan besar akan melaju dan tinggal mencari pendamping. Pada rapat kemarin, DPP PDIP lebih berharap Konfercab bisa menelurkan langsung paket cabup. Namun karena peta kekuatan parpol-parpol lain belum jelas, maka untuk pasangan calon wakil bupati (cawabup) sepenuhnya diserahkan kepada cabup yang direkomendasikan DPP PDIP nanti. Hanya para pengurus Pimpinan Anak Cabang (PAC) dan Ranting di desa-desa berharap, pasangan (cawabup) yang akan diusung nanti tetap dibicarakan dengan mereka.

Parpol yang sementara ini dianggap chemistry-nya memungkinkan dengan PDIP, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih getol membahas calon yang akan diusungnya. Sempat muncul nama-nama dari kader PKS sendiri, seperti Haris Yuliana dan Arifin Sobari. Sementara dari luar PKS, nama-nama yang muncul di antaranya Dadang Rusdiana dan Tatang Rustandar. Untuk PKS, sejauh ini popularitas bisa dinomorduakan asal kandidat selain kapabel, juga punya kemampuan finansial yang memadai.

Sementara Partai Demokrat (PD) tinggal menggodok sembilan kandidat yang sudah mendaftar ke parpol besutan SBY ini. Melihat banyaknya kandidat, di internal Partai Demokrat sendiri sempat muncul cabup dan cawabupnya satu paket. Namun hal ini tampaknya masih diperdebatkan.

Sementara itu, ruang untuk calon independen sepertinya bakal tertutup akibat gencarnya manuver yang dilakukan oleh Tatang Rustandar dan Djamu Kertabudi. Kedua kandidat ini mampu mengoleksi puluhan ribu bahkan mungkin sudah mencapai ratusan ribu kartu tanda penduduk (KTP) sebagai bukti dukungan terhadap mereka. Untuk kandidat dari independen, undang-undang mensyaratkan dukungan minimal 100 ribu orang.

Yang menarik, apakah Tatang dan Djamu sendiri akan benar-benar mencalonkan diri atau hanya jadi mission imposible? Karena, dengan mengkoleksi banyak KTP maka kemungkinan terjadi duplikasi dukungan terhadap calon independen yang lain dan tentu ini bisa menggugurkan mereka. Ataukah mau berdagang? Karena sekarang ini isunya per KTP sudah Rp 10.000, sehingga untuk kandidat independen, untuk maju saja dengan bukti dukungan 100.000 orang harus minimal harus mengeluarkan dana Rp 1 miliar, belum untuk kebutuhan lainnya. Masih adakah calon independen yang akan maju? (Senin, 08 Februari 2010)**



Dana BOS

KEHADIRAN dana biaya operasional sekolah (BOS) selain mengimplementasikan program "sekolah gratis", juga sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Namun sangat ironis ketika semangat itu didorong, dana yang digelontorkan pemerintah melalui program tersebut tidak terserap. Di Jawa Barat sebagaimana ditulis harian ini, masih Rp 24 miliar lebih dana BOS yang tidak terserap dari total dana BOS provinsi tahun 2009 sebesar Rp 622 miliar lebih.

Padahal kalau kita melihat ke pelosok, masih sangat banyak sekolah yang memerlukan dana bantuan seperti ini. Tentunya tetap harus ditunjang pengawasan serta manajemen yang lebih baik di sekolah penerima dana tersebut. Agar dana yang tujuannya mulia untuk membantu memperlancar pendidikan anak-anak di sekolah tidak malah menjadi dana milik Bos (kepala sekolah).

Ketika melihat kenyataan masih begitu banyak dana BOS yang tidak terserap, kita tentu prihatin. Perjalanan dana BOS ini melalui perjuangan yang tidak mudah.

Amanat UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatur pendanaan tersebut selama bertahun-tahun, pemerintah belum merealisasikan anggaran 20%. Dalam kurun 2005-2008, para guru dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menuntut pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) untuk mematuhi UU 20/2003 agar APBN memberi porsi 20% bagi pendidikan.

Hingga Mei 2008, para guru memenangkan gugatan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemerintah SBY-JK mematuhi UU 20/2003, khususnya anggaran 20% APBN untuk pendidikan. Inilah salah satu kemenangan para pendidik menuntut hak mendidik generasi muda. Pemerintah SBY-JK "terpaksa" menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan. Angka ini meningkat cukup signifikan, karena kita tahu bahwa sektor pendidikan pada tahun 2007 hanya menerima sebesar 11,8% dari APBN (Rp 50,02 triliun). Dan pada tahun 2008 hanya 12% dari APBN (Rp 61,4 triliun). Dan pada tahun 2009, pemerintah baru menganggarkan pendidikan 20% APBN setelah digugat di antaranya oleh para guru melalui PGRI. Hasil perjuangan para guru yang tergabung dalam PGRI yang tidak henti-henti menyuarakan 20% selama 3 tahun akhirnya benar-benar dapat direalisasikan.

Tentu hasil yang diupayakan dengan tenaga dan pikiran itu sangatlah disayangkan kalau benar-benar tidak dilaksanakan dengan baik. Sistemnya harus lebih dibenahi agar dana tersebut dianggarkan sesuai dengan jumlah siswa dan benar-benar bisa seluruhnya terserap sekolah-sekolah. Alasan ketidaklengkapan administrasi karena banyaknya siswa yang berubah status sekolahnya tentunya jangan dibiarkan, namun harus segera dibantu dengan teknologi informasi yang bisa setiap saat meng-update data siswa paling mutakhir.(Sabtu, 06 Februari 2010) **


Raperda

KOTA Bandung akan memprioritaskan lima rancangan peraturan daerah (raperda) yang diajukan pihak eksekutif kepada anggota DPRD. Kelima raperda tersebut, yaitu Raperda Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW), Raperda Bangunan Gedung, Raperda Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir, Raperda Pajak Hiburan, dan Raperda Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol serta Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.

Yang menarik, untuk membahas lima raperda itu diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 1,5 miliar atau rata-rata satu raperda butuh dana Rp 300 juta. Ini barangkali tidak terlalu mahal kalau reperda ini bisa memberikan dampak yang baik. Tidak seperti raperda-raperda sebelumnya yang setelah disahkan jadi perda, malah hanya dijadikan pelengkap perpustakaan di bagian hukum.

Ini sebuah ilustrasi. Seorang wakil kepala daerah mengeluhkan perda yang dengan mudah diganti oleh perda juga yang kontra dengan perda sebelumnya. Perda itu berbunyi tentang larangan izin untuk industri celup di daerah tersebut, karena dianggap sangat mencemari lingkungan. Pada tahun 2008 perda tersebut tiba-tiba dicabut tanpa sepengetahuannya, apalagi disosialisasikan kemasyarakat atau stakeholder. Perda baru itu memberikan ruang untuk berdirinya industri pencelupan.

Raperda RT/RW diharapkan tidak saja memberikan kejelasan mengenai status lembaga terkecil yang banyak membantu tugas pemerintahan, juga bagaimana memberikan insentif yang lebih baik agar mereka bisa menjalankan tugasnya secara sungguh-sungguh. Bagaimanapun peran dan tanggung jawab RT dan RW sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Begitu pula Raperda Bangunan Gedung, Raperda Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Restribusi Tempat Khusus Parkir, Raperda Pajak Hiburan, dan Raperda Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol serta Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, harus berisi klausul-klausul dengan sasaran yang jelas dan dapat diimplementasikan di lapangan. Jangan sampai ada kesan perda dibuat untuk alasan yang sifatnya insidental dan kepentingan tertentu.

Selain perda-perda tersebut, kita juga masih berharap di Kota Bandung ada perda penataan pedagang kaki lima (PKL). Perda ini sangat penting karena Pemerintah Kota Bandung sepertinya belum secara serius melihat potensi PKL. PKL terkesan hanya dianggap sebagai biang kesemrawutan yang mengotori wajah kota. Namun belum ada lokasi-lokasi PKL yang bener-benar dilindungi perda, sehingga meskipun mereka menempati tempat-tempat tertentu, masih dianggap belum nyaman.

Lebih dari itu, tentu kita sangat berharap PKL menjadi bagian tujuan wisata belanja bagi wisatawan yang datang ke Bandung. Suatu saat kita berharap, bagi wisatawan yang mau berkunjung ke Bandung dengan cara hemat, bisa berlama-lama di pusat-pusat komoditas yang dijual PKL. (Jumat, 05 Februari 2010)**



Abubakar

BUPATI Bandung Barat, Abubakar, akhirnya memasuki babak baru dalam kariernya sebagai pimpinan sebuah partai politik. Birokrat tulen yang banyak menghabiskan waktunya di Pemkab Bandung ini, Minggu (31/1) lalu terpilih sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPC PDIP) Kab. Bandung Barat (KBB).

Melihat perjalanan kariernya, sulit diprediksi pria yang lahir di Bandung, 9 Desember 1952 ini bisa benar-benar larut dalam partai berlambang banteng tersebut. Saat "GM" ikut hadir dalam penetapan pasangan Cabup KBB dengan Wabup Ernawan Natawisastra ke Sekretariat DPD PDIP Jabar, Jln. Pelajar Pejuang, Januari 2008 lalu, ia masih begitu kaku. Begitu beres penetapan yang dihadiri Ketua DPD PDIP Jabar, Rudy Harsa Tanaya dan salah satu Wakil Ketua DPD PDIP Jabar, Rahardi Zakaria di lantai dua, ia turun dari tangga dengan senyum yang juga masih kaku dan langsung meninggalkan sekretariat parpol tersebut. Berbeda dengan Ernawan yang saat itu membaur dan bercanda dengan beberapa pengurus DPD PDIP, pengurus DPC PDIP KBB serta anggota dewan partai tersebut.

Namun rupanya waktu telah mengubah tampilan Abubakar, terutama saat pemilihan presiden (pilpres). Ia terkesan "habis-habisan" membela pasangan Mega-Prabowo sampai nyaris offside karena munculnya dugaan penggunaan dana APBD untuk kepentingan kampanye tersebut. Namun terlepas dari benar atau tidaknya, momentum itu benar-benar telah mengangkat citra Abubakar di mata kader dan pengurus partai tersebut.

Suami dari Elin Suharliah ini, setelah terpilih menjadi orang nomor satu di DPC PDIP KBB, praktis melakukan metamorfosis penuh dari warna kuning ke warna merah. Ia harus terbiasa dengan tradisi politik PDIP yang cenderung lebih terbuka dan demokratis. Berbeda dengan suasana di birokrasi yang terkesan ia sebagai pemegang "komando" tertinggi.

Ayah dari Alia Kadarsih, Aulia Hasan Sumantri, dan Aulia Husen Subagja ini memang kalau tidak sampai memimpin parpol tersebut, cukup riskan dalam perjalanan politiknya ke depan. Seperti yang sebelumnya dilakukan dengan taktis oleh wakilnya, Ernawan Natasaputra yang telah lebih awal terpilih sebagai Ketua DPD Partai Golkar KBB.

Bagi masyarakat KBB, terpilihnya Abubakar sebagai Ketua DPC PDIP ini diharapkan bisa lebih mengakomodasi aspirasi yang berkembang di masyarakat, sesuai tradisi politik yang berkembang di PDIP. Karena kalau tidak piawai di trek barunya ini, jangan-jangan ia malah dijauhi kader maupun pengurus PDIP, baik yang ada di ranting maupun di pimpinan anak cabang (PAC). Kalau hal ini terjadi, tentu akan berakibat buruk pada perjalanan kariernya sebagai orang nomor satu di KBB.

Kita berharap kehadiran Abubakar di jagat barunya ini bisa lebih memberikan pencitraan yang lebih baik untuk PDIP di masyarakat, sebuah modal bagi partai modern ke depan. Karena ke depan, masyarakat lebih berharap, parpol sebagai kendaraan bagi wakil mereka di legislatif, bisa memberikan harapan baru yang lebih jelas, kompeten, dan konsisten dengan apa yang akan diperjuangkannya. Selamat!(Selasa, 02 Februari 2010) **



Wakil Rakyat

PANTAS saja proses jenjang karier di lingkungan pemerintahan di Indonesia tidak berjalan mulus dan sering zig-zag. Seorang pegawai biasa, tiba-tiba naik pangkat menjadi kepala subbagian (kasubag) dan tidak lama kemudian jadi kepala bagian. Sementara tidak sedikit orang yang benar-benar mempersiapkan diri, baik dari sisi akademis maupun kompetensi, tetap saja kariernya bergerak lambat seperti siput.

Menghadapi kondisi ini pada tahun 2010 ini pemerintah rencananya membuat undang-undang untuk pengaturan jenjang karier agar orang-orang yang kompeten bisa diberi ruang dan lebih terakomodasi. Beberapa pasal di undang-undang itu menyebutkan, wakil kepala sekolah dipromosikan menjadi kepala sekolah, wakil kepala dinas menjadi kepala dinas, wakil kepala bagian menjadi kepala bagian, wakil bupati atau wakil wali kota menjadi bupati atau wali kota, dan wakil gubernur menjadi gubernur.

Namun ternyata, ketika undang-undang itu diajukan, wakil rakyat di lembaga terhormat tidak pernah mau menyetujuinya. Lo! Apa yang jadi penyebab? Ternyata gara-garanya satu klausul yang berbunyi, "wakil rakyat harus siap dipromosikan menjadi rakyat!"

Cerita wakil rakyat memang tidak akan pernah ada putusnya, seperti anekdot di atas. Dari cerita menggelikan seperti yang pernah disampaikan almarhum Gus Dur di sidang paripurna DPR RI, yang menyebut wakil rakyat seperti taman kanak-kanak hingga kasus-kasus yang membelitnya.

Seperti kasus yang tengah membelit puluhan wakil rakyat dari Kota Cirebon dan Kota Bogor. Di Cirebon, sebanyak 23 wakil rakyat, baik yang masih aktif maupun yang sudah "dipromosikan" menjadi rakyat, disidang karena dugaan korupsi dana APBD 2004 senilai Rp 4,9 miliar. Sedangkan di Bogor 40 wakil rakyat dan juga mantan wakil rakyat ditahan karena terlibat dana fiktif APBD 2002 senilai 6,8 miliar.

Ironis memang kalau melihat kasus-kasus yang melilit wakil rakyat ini, karena sangat kontraproduktif dengan apa yang sering dikampanyekan saat mereka berusaha merebut simpati rakyat untuk duduk di lembaga terhormat itu. Kasus-kasus seperti ini jelas akan sangat melukai rakyat. Bukan saja rakyat merasa dibohongi, namun juga merasa dikhianati oleh mereka yang dipercaya sebagai penyambung lidah rakyat.

Kasus yang menimpa para wakil rakyat ini memang bisa menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Sistem pemerintahan kita tentu harus lebih dibenahi agar standar operasional prosedural (SOP)-nya tidak memberikan celah terjadinya pengeluaran dana untuk dikorupsi. Begitu juga orang-orang yang duduk di instansi pengawas dana pemerintah, baik inspektorat maupun badan pemeriksa keuangan, tentu harus bisa lebih steril dari praktik-praktik yang bisa merusak wibawa mereka.

Untuk para wakil rakyat yang duduk di lembaga terhormat, tentu masyarakat berharap bisa bekerja jauh lebih baik dari periode sebelumnya. Kalau tidak, tentu nasibnya akan sama dengan rekan mereka yang berada di Bogor dan Cirebon. Jadi rakyat setelah menjadi wakil rakyat memang sangat tidak mengenakkan!(Kamis, 04 Februari 2010) **




Infrastruktur

SAYANG, Menteri Perindustrian, Moch. S. Hidayat hanya terjebak macet satu jam pada kunjungannya ke kawasan industri di Jln. Moh. Toha, Senin (1/2). Mungkin akan lebih menarik kalau ia juga terjebak banjir yang biasa menyergap kawasan itu, sehingga kendaraannya bisa tertahan beberapa jam, seperti yang sering dialami warga yang akan menuju Bandung Selatan.

Tapi kita masih bersyukur Tuhan mengingatkan menteri dengan kemacetan tersebut, sehingga dalam kunjungan itu, ia mengingatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk lebih membenahi infrastruktur, khususnya di cluster-cluster industri. Ini masalah lama memang, yang hanya bisa diharapkan segera teratasi, namun realisasinya seperti pungguk merindukan bulan.

Kita bermimpi infrastruktur di kawasan industri bisa dibenahi sehingga bisa memberikan kenyamanan kepada para investor, yang pada akhirnya akan meningkatkan roda ekonomi daerah, serta bisa memberikan kontribusi pada peningakatan pendapatan masyarakatnya. Dengan kondisi infrastruktur seperti sekarang, bagaimana mungkin bisa menarik investor baru. Banjir kerap menggenangi jalan di kawasan tersebut, pembuangan air limbah terpadu tidak ada (kalau pun ada di Cisirung, belum termanfaatkan secara optimal). Kalau malam, penerangan jalan umum (PJU) di kawasan itu pun banyak yang mati dan seperti kurang pemeliharaan.

Kawasan industri Jln. Moh. Toha adalah "gerbang" menuju kawasan industri di Bandung Selatan yang nyambung ke kawasan industri di Jln. Siliwangi Baleendah dan Jln. Laswi Majalaya. Tentu peningkatan kualitas jalan dan saluran yang tertata serta terpelihara dengan baik akan mampu mengulang kembali kejayaan Kab. Bandung sebagai kontributor terbesar tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Mimpi tersebut mudah-mudahan segera menjadi kenyataan karena pada 2010 ini, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meningkatkan anggaran APBD 100% untuk perbaikan infrastruktur. Kalau pada tahun 2009 hanya dianggarkan Rp 500 miliar, maka pada tahun ini kata gubernur dianggarkan Rp 1 triliun. Kita berharap, dana yang dialokasikan itu benar-benar bisa digunakan secara optimal serta bisa menekan kebocoran agar kualitas infrastruktur selain lebih baik juga tahan lama. Kita percaya, pasangan gubernur dan wakil gubernur yang berjuang untuk mengedepankan pemerintahan yang akuntabel bisa terefleksikan pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur.

Upaya ini akan berkorelasi positif terhadap upaya Pemprov Jabar yang mendorong terbukanya satu juta lapangan kerja. Tentu dengan tumbuh kembangnya industri di kawasan ini akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap upaya tersebut, selain upaya menciptakan wirausaha mandiri yang sekarang tengah digalakkan.

Ibadah dari pemerintah provinsi ini tentunya bisa berefek domino pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, penguatan ekonomi serta peningkatan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Semoga. (Rabu, 03 Februari 2010)**



Bantuan Gempa

KEPALA SMAN Pangalengan, Udis Karmawijaya mengatakan beruntung gempa 7,3 skala richter (SR) yang mengguncang daerah Kec. Pangalengan, Kab. Bandung pada 2 September 2009 tertolong oleh "koma". Coba kalau menggelinding dan menjadi "titik", katanya, akibat yang ditimbulkan akan jauh lebih parah. Udis tidak mengatakan, titik yang dimaksud seperti ramalan bangsa Maya yang menentukan titik itu pada 21 Desember 2012.

Meski demikian, akibat gempa 7,3 SR itu, dua bangunan sekolahnya ambruk total, puluhan komputer di lab. komputer dan ruang internet terguncang-guncang seperti dalam sauh yang tengah diempas gelombang laut. Akibatnya, tidak seperempatnya sisa komputer yang bisa digunakan. Untuk kembali melanjutkan "kehidupan" di sekolah itu, dirinya dan jajaran komite sekolah berusaha keras untuk melengkapi sarana dan prasarana yang ada di sekolah itu.

Akibat gempa itu, kalau kita jalan-jalan ke kawasan Pangalengan, tidak hanya sekolah, puluhan bangunan porak-poranda dan seperti meminta bantuan kita semua. Harapan yang digantungkan pada pemerintah seperti asap yang menggumpal kemudian perlahan hilang.

Padahal, pemerintah pusat berjanji menggelontorkan dana untuk menuntaskan anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi gempa di Jawa Barat pada tahun 2010 ini. Untuk itu, pemerintah pusat telah menganggarkan dana sekitar Rp 1,3 trilun dalam APBN 2010. Masyarakat korban gempa di Pangalengan sangat berharap segera terealisasinya janji tersebut. Ucapan itu disampaikan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD) Jabar, Ujualprana Sigit kepada wartawan di sela-sela acara pelantikan pejabat eselon III dan IV di Aula Pusdai Bandung, Jumat (29/1) lalu.

Dana tersebut, merupakan dana on-call BNPB sebesar Rp 3 triliun. Jadi jika digunakan untuk menalangi dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi gempa di Jabar, anggaran on-call BNPB masih tersisa banyak. Dana Rp 1,3 triliun itu, jelasnya, akan digunakan untuk membangun rumah korban gempa Jabar di 14 kota/kabupaten.

Kab. Bandung termasuk daerah yang terlambat mencairkan dana bantuan itu di samping Kab. Garut. Setelah berkoordinasi dengan provinsi, semuanya sudah terselesaikan dan dana bantuan itu sudah ada di rekening kelompok masyarakat (pokmas).

Kita berharap, bantuan tersebut tidak hanya bisa segera dicairkan dan segera sampai ke tangan para korban gempa, namun juga benar-benar tepat sasaran. Di beberapa daerah masih ada potensi terjadinya konflik antara pokmas dengan masyarakat yang berhak menerima bantuan tersebut, juga dengan pengurus daerah seperti RT dan RW.

Penjelasan yang baik dan transparan tentu sangat diperlukan agar bantuan yang seharusnya bisa membantu meringankan beban para korban tidak menambah beban baru karena salah dalam penyalurannya.

Tentunya yang paling penting, kita semua telah diingatkan Tuhan yang Maha Perkasa oleh guncangan yang hanya bertanda "koma" agar kita semua segera berbenah diri sebelum ada guncangan yang berupa "titik" akhir kehidupan. (Senin, 01 Februari 2010)**


Minggu, 07 Februari 2010

Jual Bayi

KALAU boleh menyarankan kepada para janin yang akan lahir, hati-hatilah memilih rahim orang Indonesia. Sekarang ini sedang terjadi gejala aneh. Jangan-jangan kamu sedang dijadikan komoditas ibumu. Begitu lahir, ibumu akan mencari pembeli dan kalian pun berpisah. Besok-besoknya, ibumu kembali berpikir untuk membuat bayi seperti kamu lagi.

Seperti yang dilakukan seorang ibu di Tasikmalaya yang Jumat (15/1) lalu menjual bayi perempuannya yang baru berusia lima bulan seharga Rp 3 juta kepada seorang istri anggota DPRD setempat. Siti Hasanah, ibu kandung sang bayi, mengaku terpaksa menjual anaknya, Elsa, karena lilitan ekonomi.

Di Bandung, transaksinya lebih murah lagi. Seorang ibu muda, Ida Hamidah (23), warga Gg. Blok Beas RT 04/RW 05 Kel. Caringin, Kec. Bandung Kulon, menjual anak kandungnya usia 9 bulan, Diva Naibaho seharga Rp 500 ribu. Seperti juga Siti Hasanah, Ida menjual buah hatinya itu karena alasan ekonomi.

Kemiskinan bagi sebagian masyarakat kita demikian telah memorakporandakan sisi kemanusiaan yang seharusnya dipelihara. Anak yang sejatinya investasi yang harus ditumbuhkembangkan orangtua dan bisa menjadi penolong di hari tua, dicerabut untuk kepentingan sesaat. Daya tahan hidup orangtua demikian lemah sehingga tega memisahkan dirinya dengan belahan jiwanya.

Kalau sampai kecederungan ini tidak segera diatasi, jangan-jangan nanti malah berkembang menjadi usaha baru, di mana posisi wanita yang tega menjual anaknya menjadi sebuah alat produksi. Karena merasakan keuntungan ekonomi dari menjual bayi tersebut, ia akan melakukan dan melakukannya lagi. Naudzubillahimindzalik!

Kita faham, ini bukan hanya masalah orangtua, namun juga masalah pemeritah. Karena sebagaimana diatur dalam UUD'45 pada pasal 34 ayat 1, fakir miskin dan anak - anak telantar dipelihara oleh negara. UUD 1945 pasal 34 ayat 1 tersebut mempunyai makna bahwa negara bertanggung jawab untuk membantu fakir miskin untuk lebih berdaya, dan orangtua yang tak mampu memelihara anaknya karena alasan kemiskinan, bisa dibantu oleh negara. Representasi dari negara, tentu pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui berbagai jaminan sosial dan kesehatan.

Atau jangan-jangan penyelenggara negara mengartikannya dengan cara lain. Seperti sebuah anekdot berikut ini.

Utusan dari PBB datang untuk meninjau keadaan anak-anak miskin di Indonesia. Setelah melihat kondisi yang memprihatinkan dan jumlahnya yang banyak, utusan itu mengusap dada dan bertanya kepada utusan pemerintah yang menemuinya. "Bagaimana tanggung jawab pemerintah saat ini? Bagaimana mungkin begitu banyak anak-anak miskin dan telantar di negeri yang besar ini? Bagaimana pemerintah merealisasikan undang-undang tentang pemeliharaan anak telantar?"

Dengan tenang, utusan pemerintah menjawab, "Undang-undang itu mengatakan bahwa anak-anak miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara. Undang-undang itu tidak mengatakan tanggung jawab negara. Jadi mereka semua ya, dipelihara saja". Nah! Sabtu, 30 Januari 2010**



Jumat, 29 Januari 2010

Tanah Arcamanik

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat kembali diminta menyerahkan aset tanah Arcamanik kepada Pemerintah Kabupaten Bandung. Permintaan itu dilayangkan Komisi A DPRD Kab. Bandung pada Rabu (27/1), setelah masalah tersebut menggantung begitu lama. Bahkan, menurut anggota Komisi A, Cecep Suhendar, dewan rencananya akan memanggil saksi ahli yang juga mantan Bupati Bandung, Sani Lufias dan Lili Sumantri.

Hingga kini masyarakat merasa sengketa tanah Arcamanik seluas 66,5 hektare antara Pemprov Jabar dan Pemkab Bandung belum ada pembicaraan, apalagi penyelesaian tuntas. Pemprov Jabar bersikeras tidak akan membayar kompensasi harga tanah sesuai nilai jual objek pajak (NJOP) kepada Pemkab Bandung.

Alasan Pemrov Jabar pada saat itu berdasarkan data dari Biro Hukum Setda Provinsi Jabar, sengketa tanah tersebut masih tahap tawar-menawar. Melalui surat Bupati Bandung No. 593.83/2235/pemde tertanggal 12 September 2000, Pemkab Bandung meminta kompensasi tanah Arcamanik sekitar Rp 147 miliar.

Upaya lain adalah kerja sama pengelolaan lahan Arcamanik dengan melibatkan investor. Usulan lain yang juga belum disepakati, yakni tukar guling lahan Arcamanik dengan tanah milik Pemprov Jabar, antara lain yang ada di Kecamatan Ciwidey. Permasalahan ini makin rumit karena biro hukum sendiri akhirnya mengklaim bahwa tanah Arcamanik merupakan milik Pemprov Jabar.

Bahkan di lahan tersebut sudah dipampang papan kepemilikan tanah Arcamanik. Pemprov mendasarkan klaimnya pada Permendagri No. 11/2001 tentang Pengelolaan Barang Daerah, bahwa setiap lahan carik desa yang kepemilikannya dialihkan kepada pemprov, tidak bisa diganti rugi. Namun anehnya, pada saat pembahasan masalah tersebut beberapa tahun lalu, pemprov sendiri mengakui tak sanggup membayar kompensasi tanah sesuai NJOP. Kecuali dengan membayar kompensasi. Melalui kompensasi pemprov tidak harus membayarnya dengan harga tanah sesuai NJOP. Terlebih kini lahan Arcamanik itu sengaja diberdayakan Pemprov Jabar untuk lokasi kegiatan masyarakat.

Kalau sampai hal ini terjadi, tentu Pemkab Bandung seperti diperdaya Pemprov Jabar. Karena selain lahan itu semula luasnya 100,62 hektare kemudian menciut jadi 66,5 hektare, juga sebagian lahan sudah disertifikatkan Pemprov Jabar. Bahkan pada saat penyerahannya oleh Pemkab Bandung pada tahun 1991, tanah tersebut dijanjikan akan digunakan untuk stadion olahraga. Saat penyerahan, Pemprov Jabar menyepakati tanah tersebut akan diganti atau diruilslag. Makanya, Pemkab Bandung mau menyerahkannya, apalagi untuk kepentingan masyarakat.

Kita berharap masalah yang menggantung hampir sepuluh tahun itu bisa segera selesai agar tidak menjadi ganjalan hubungan antara Pemkab Bandung dan Pemprov Jabar. Dan, tentunya juga kita berharap hasil dari ruilslag atau kompensasi tanah tersebut akhirnya bisa benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat Kab. Bandung. Semoga. (Jumat, 29 Januari 2010)**



Beras

HARI ini, Kamis, 28 Januari 2010, genap sudah 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Dari berbagai evaluasi di berbagai bidang masih banyak yang skeptis. Presiden SBY dinilai belum menggunakan tenaga penuh untuk mendorong kemajuan dalam aspek-aspek tersebut.

Terutama dalam bidang hukum, tidak sedikit yang meragukan keseriusan SBY setelah mencuatnya dugaan kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih setelah hasil rekaman percakapan Anggodo cs dibuka Mahkamah Konstitusi (MK) ke publik, sangat jelas mengesankan adanya makelar kasus (markus), namun Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri sepertinya rikuh untuk menjebloskan Anggodo ke penjara, dengan alasan bukti hukumnya tidak kuat. Padahal ini akan sangat bertentangan dengan opini publik, sehingga ada kesan Anggodo cs nyaris seperti Al Capone dalam film The Untouchable. Dan, masyarakat merindukan munculnya Eliot Ness di jajaran kepolisian yang mampu mengobrak-abrik Al Capone di Chicago.

Sementara dalam bidang ekonomi, kita melihat untuk makro ekonomi menunjukkan indikator yang makin positif dengan makin menggeliatnya pasar saham dan kecenderungan menguatnya rupiah, meski dibayang-bayangi dengan utang luar negeri yang makin tinggi. Performa tersebut diwarnai dengan masalah, khususnya dalam sebulan terakhir di mana masyarakat dihadapkan pada harga kebutuhan pokok, terutama beras yang harganya terus merangkak, hingga di beberapa daerah kenaikannya mendekati 30%. Beras tentu kebutuhan yang sangat strategis bagi masyarakat, sehingga kenaikan harga sedikitpun dampaknya sangat terasa. Pemerintah dinilai masyarakat menunggu terlalu lama untuk merespons kenaikan harga beras, mengingat ketetapan operasi pasar baru akan diambil jika kenaikan harga beras sebesar 25 persen dan berlangsung selama tiga pekan.

Untuk urusan ini, tidak haram tentunya kalau kita belajar dari Mao Zedong. Alkisah, suatu hari terjadi perselisihan paham antara pemimpin Cina itu dengan pemimpin Uni Sovyet. Perselisihan begitu panas sampai keluar statement dari pemimpin Sovyet, "Sampai rakyat Cina harus berbagi 1 celana dalam untuk 2 orang pun, Cina tetap tidak akan mampu membayar utangnya".

Ucapan yang sangat menyinggung perasaan rakyat Cina itu pun disampaikan Mao kepada rakyatnya dengan cara menyiarkannya lewat siaran radio. Penghinaan dari pemimpin Sovyet itu secara terus-menerus dari pagi hingga malam disiarkan ke seluruh negeri sambil mengajak segenap rakyat Cina untuk bangkit dan melawan penghinaan tersebut dengan cara berkorban.

Ajakan Mao kepada rakyatnya adalah menyisihkan satu butir beras, untuk setiap anggota keluarga, setiap kali mereka akan memasak. Jika satu rumah tangga terdiri dari 3 orang maka cukup sisihkan 3 butir beras. Beras yang disisihkan dari 1 miliar penduduk Cina tersebut tidak dikorupsi, tentunya akan menghasilkan 1 miliar butir beras setiap hari. Hasilnya dikumpulkan ke pemerintah untuk dijual. Uangnya digunakan untuk membayar utang kepada negara pemberi utang yang telah menghina mereka. Akhirnya Cina berhasil melunasi utang mereka ke Sovyet dalam waktu yang sangat cepat. Ini tentu hanyalah sebuah kisah, namun ada baiknya untuk kita renungkan pada 100 hari pemerintahan SBY-Boediono ini. (Kamis, 28 Januari 2010)**



Rabu, 27 Januari 2010

Buruh

HUBUNGAN buruh dan majikan kadangkala ada dalam situasi yang pelik, terutama bila perusahaan menganggap buruh hanyalah instrumen produksi. Hal ini kerap menyebabkan keberadaan buruh kurang dihargai, sehingga upah, hak cuti, hak atas jaminan keselamatan, dan hak-hak lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang diabaikan.

Barangkali itulah yang membuat ratusan buruh di Kota Cimahi dan Kab. Bandung, Senin (25/1), mengadukan nasibnya ke wakil mereka yang ada di gedung DPRD. Mereka umumnya meminta bantuan dewan untuk memfasilitasi pertemuan dengan pengusaha dalam menyelesaikan masalah perburuhan yang berlarut-larut.

Pemerintah sebetulnya sudah mengatur hubungan kerja antara buruh dan pengusaha melalui lembaga bipartit. Buruh biasanya diwakili unit organisasi buruh yang ada di perusahaan dan perusahaan diwakili manajer SDM. Namun, tidak jarang perundingan bipartit ini tidak mencapai titik temu manakala buruh tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan.

Ironisnya, ketika masalah ini diadukan ke instansi yang seharusnya membela buruh, malah buruhnya sendiri diperdaya dengan menjustifikasi kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan. Alasan umumnya untuk menjaga kelangsungan usaha dan kelangsungan pekerjaan para buruh. Jarang sekali instansi yang seharusnya membela buruh ini bersikap tegas meminta perusahaan untuk mengajukan penangguhan hak-hak buruh, termasuk upah minimum sebagaimana yang ditetapkan pemerintah.

"Perlindungan" yang diberikan kepada perusahaan tidak jarang menimbulkan sikap kesewenang-wenangan dari pengusaha. Seperti yang dialami buruh Cimahi yang mendatangi gedung DPRD setempat, Senin lalu, karena pengusaha dengan seenaknya mengingkari kesepakatan yang telah mereka buat. Bahkan di Kab. Bandung, sebagaimana dikeluhkan buruh yang demo pada hari yang sama, sebuah perusahaan dengan seenaknya membayar upah buruh Rp 180.000/minggu atau hanya Rp 720.000/bulan. Itu masih mendingan karena ada lagi perusahaan garmen di Jalan Raya Laswi, Jelekong, yang buruhnya ratusan, hanya membayar upah Rp 100.000/minggu atau hanya Rp 400.000/bulan untuk pekerja pemula. Padahal jam kerja mereka melampaui batas jam kerja yang diatur UU Ketenagakerjaan.

Bahkan di sebuah industri sepatu besar bermerek internasional di Jln. Gedebage Bandung, buruh mereka "dijatah" uang kesehatan hanya sekitar Rp 8.500. Kalau mereka berobat ke balai pengobatan yang ada di pabrik untuk obat dan pemeriksaan medis hanya diberi jatah sebesar itu.

Semua ini tentu karena pengawasan yang dilakukan instansi yang berwenang, terutama Disnakertrans lemah. Kita yakin, kalau petugas di Disnakertrans, khususnya yang membidangi pengawasan bisa bekerja profesional dan proporsional, tentu akan menjadi amunisi yang sangat berarti bagi perubahan kesejahteraan buruh kita. (Rabu, 27 Januari 2010)**



Bonek

SUPORTER dalam sebuah pertandingan olahraga, khususnya sepak bola, memang bisa menjadi bius yang memacu adrenalin para pemain. Maka, kehadiran suporter menjadi bagian penting bagi sebuah kesebelasan untuk memenangkan pertandingan.

Namun, fenomena yang kita lihat saat menjelang pertandingan Persib vs Persebaya di Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kab. Bandung, membuat kita sedikit miris. Betapa tidak, suporter Persebaya yang dikenal dengan julukan bondo nekad (bonek), terutama yang menggunakan kereta api, membuat resah warga yang dilaluinya.


Di beberapa lokasi yang dilalui, bonek terlibat perang batu dengan warga. Sehingga kita khawatirkan, kedatangan mereka di Bandung akan membuat ulah serupa. Untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan itu, beberapa jam sebelum digelarnya pertandingan, pusat-pusat pertokoan di sejumlah ruas jalan di Bandung memilih menutup toko-tokonya.

Melihat sikap bonek seperti itu, ada baiknya kita renungkan betapa sebuah fanatisme menjadikan mereka rela mengorbankan segalanya untuk apa yang dibelanya. Sikap fanatik yang dogmatis kerap membuat nalar tidak bekerja. Yang ada adalah emosi untuk membela mati-matian apa yang tengah dibelanya. Tanpa melihat lagi benar atau salah, bahkan melabrak rambu-rambu hukum.

Sikap fanatik yang demikian hebatlah yang mendorong seorang bonek dengan bermodalkan uang Rp 5.000, nekat datang ke Bandung. Bahkan sebagian ada yang tidak membawa uang sama sekali, atau bermodalkan sebuah gitar. Akibatnya, mereka rawan bersentuhan dengan tindakan kriminalitas. Setidaknya gambaran demikian terlihat dari ulah para bonek yang menjarah toko, para pedagang makanan, hingga barang-barang yang ada di truk yang mereka tumpangi. Bahkan, PT Kereta Api (KA) mengalami kerugian hingga ratusan juta akibat kerusakan gerbong dan beberapa ornamen yang diambil paksa para bonek.

Sepak bola memang telah mampu menyihir fanatisme pendukungnya demikian hebat. Bahkan di Inggris, tidak sedikit suporter sepak bola yang senang menuliskan klub kesayangannya dalam baris agama di KTP-nya. Fanatisme terhadap klub sepak bola telah demikian banyak melebihi fanatisme terhadap agama.

Tentu ini menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa sebuah fanatisme terhadap apa pun tidak selamanya berakibat baik. Fanatisme terhadap sebuah kesebelasan yang demikian berlebihan menjadikan kita lupa bahwa ada kepentingan lain, kepentingan umum, yang kita abaikan. Ini akan menjadi potensi konflik horizontal di antara masyarakat kita.

Kita berharap fanatisme yang kita bangun tetap dalam nalar yang sehat, sehingga tidak membabi buta, dan bisa menghargai hak-hak orang lain. Kebesaran sebuah kesebelasan di samping berkat kepiawaian pemain dan manajemennya, tentu berasal dari citra yang dibangun para suporternya. Ulah para bonekmania ini kita harap menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kesebelasan kesayangan kita, Persib, untuk menjadi salah satu raksasa sepak bola di negeri ini, dengan sikap simpatik para bobotoh-nya. Semoga.(Selasa, 26 Januari 2010) **


Senin, 25 Januari 2010

Pilbup Kab. Bandung

MENJELANG pemilihan bupati (pilbup) di Kab. Bandung, masing-masing partai mulai melakukan strategi untuk mengusung kader terbaiknya. Partai Demokrat (DP) sebagai pemenang mayoritas suara, mulai hari ini, Senin, 25 Januari 2010 membuka "lowongan" untuk masyarakat yang ingin mendaftar jadi bupati atau wakil bupati. Kata salah satu anggota Tim-9 (tim yang di- SK-kan oleh DPP PD untuk menjaring kandidat bupati/wakil bupati), Endang, S.H., M.H., Jumat (22/1), PD membuka kesempatan untuk kader partai, maupun tokoh masyarakat di luar partainya.

Batas waktu pendaftaran hingga 30 Januari 2010 dan batas waktu pengembalian formulir pada 4 Pebruari 2010 di Sekretariat DPC PD, Jln. Terusan Bojongsoang K.10 GBA. Selanjutnya, Tim 9 akan melakukan fit and proper test untuk meloloskan tiga pasang cabup/cawabup yang selanjutnya direkomendarikan ke DPP PD. Sebelum April 2009, DPP PD akan mengeluarkan satu pasang cabup/cawabup hasil kajian mereka.

Di internal partai, sedikitnya sudah ada 5 nama yang bakal meramaikan bursa, yakni Toni Setiawan (Ketua DPC PD Kab. Bandung), Achmad Saepudin (Ketua F-PD DPRD Kab. Bandung), Edi Hartono (Ketua Barisan Muda Demokrat Kab. Bandung), H.R. Atori (mantan Dandim), dan salah seorang adik Ajeng Ratna Suminar yang sekarang berdinas di Departemen Keuangan (Depkeu). Kompetisi untuk lolos sebagai kandidat di PD diperkirakan bakal berlangsung ketat.

Posisinya sebagai pemenang mayoritas bagai gadis manis nan lugu yang datang ke kota, lalu dengan tiba-tiba menghadapi banyak penggemar. Ia bakal menjadi rebutan baik partai besar maupun kecil. Salah-salah mengambil sikap, PD malah tidak dapat memenangkan ajang pilbup.

Indikasi ke arah itu terlihat dari kemungkinan terjadinya koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan PD. PDIP sudah memastikan akang mengusung Ketua DPC PDIP Kab. Bandung, Yadi Srimulyadi dan yang dianggap paling pas chemistry-nya Achmad Saepudin. Sementara Partai Golkar (PG) yang sementara ini sudah mengusung Dadang M. Nasser tidak menutup kemungkinan untuk berkoalisi pula dengan partai ini dan merangkul Toni Setiawan. Menariknya, di internal Partai Golkar sendiri yang pada musda lalu sudah mengusung Hilman Sukirman sebagai ketua DPD PG Kab. Bandung dan Dadang M. Nasser sebagai satu-satunya cabup yang diusung ke-31 pimpinan kecamatan (PK) sepertinya mulai bergeser. Nama Hilman di sebut-sebut akan didorong untuk maju sebagai calon wakil bupati karena desakan dari kader-kadernya.

PKS, PAN, PBB, PKB, Hanura, dan Gerindra tampaknya masih akan menyaksikan hasil penetapan yang dilakukan partai-partai besar. Tidak menutup kemungkinan partai-partai ini akan menjadi kuda hitam yang akan mengejutkan seperti, yang terjadi pada pemilihan gubernur lalu. Dadang Rusdiana (mantan anggota DPRD Kab. Bandung), Djamu Kertabudi (Kepala Disdukcasip), Tatang Rustandar (mantan Kepala Bappeda), disebut-sebut akan dirangkul sebagian partai-partai ini, selain tentunya beberapa nama populis lainnya.

Nama-nama lain masih akan bermunculan, karena perjalanan pilbup pada 9 Agustus 2010 masih panjang. Kita hanya berharap, siapa pun yang jadi nanti adalah orang yang benar-benar bisa membuat masyarakat dan kondisi Kab. Bandung lebih baik dari sebelumnya.(Senin, 25 Januari 2010) **


Minggu, 24 Januari 2010

Kebanjiran Produk Cina

INDONESIA memang sedang musim kebanjiran. Di beberapa daerah banjir cukup merepotkan warga, sehingga memaksa warga korban banjir untuk berhenti beraktivitas.

Namun banjir yang terjadi mulai awal Januari 2010 ini bakal lebih dahsyat lagi dampaknya. Banjir produk Cina ini, kalau tidak segera diantisipasi dengan upaya penanggulangannya yang tepat akan merontokkan banyak pilar kehidupan masyarakat kita. Banjir produk Cina dengan harga murah, tidak hanya akan menjadi candu yang bakal menjadikan ketergantungan bangsa kita terhadap produk mereka, juga akan melumpuhkan sektor industri kita, terutama yang bergerak dalam skala kecil dan menengah.

Sebagai negara yang terkemuka dalam bidang ekonomi, sejak penandatanganan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) beberapa tahun lalu, Cina tentu sudah ancang-ancang untuk "menggempur" pasar Indonesia yang paling potensial di kawasan ASEAN. Mereka telah menggelontorkan subsidi dan proteksi terhadap tenaga kerjanya untuk menjadikan produk yang mereka lempar ke Indonesia benar-benar memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga untuk produk-produk sejenis, jelas akan mampu mengalahkan produk buatan Indonesia.

Kalau sudah demikian, kampanye "Aku Cinta Produk Indonesia" yang pernah dilakukan pemerintah tidak akan berarti apa-apa karena bagi konsumen sekarang bukan lagi militansi terhadap produk kita, tapi bagaimana mendapatkan barang dengan harga yang murah dengan kualitas yang baik.

Ironisnya, pemerintah kita sendiri yang sering berusaha untuk pasang badan menghadapi gempuran produk Cina ini belum memiliki strategi yang jelas. Tingkat suku bunga perbankan kita masih paling tinggi di kawasan Asean, pungutan yang tidak jelas masih berlangsung, proses pengurusan perizinan masih tidak jelas waktu dan biayanya. Sehingga para pengusaha kecil dan menengah kita tidak hanya dihadapkan pada "musuh" di luar negeri, namun mereka juga harus berhadapan dengan "musuh" di dalam negeri untuk tetap survive.

Salah satunya dengan terus menekan buruh melalui outsourcing atau tenaga kontrak, pembayaran gaji yang di bawah ketentuan upah minimum, penghapusan upah lembur, dan instrumen lainnya yang bisa menekan biaya produksi dari sektor tenaga kerja.

Untuk itu kita harapkan, pemerintah segera melakukan langkah-langkah strategis yang tidak bersifat reaktif dalam memperkuat posisi pengusaha kecil dan menengahnya. Salah satunya, kita bisa belajar dari cara Jepang dalam melawan produk otomotif Cina yang membanjiri Indonesia di awal tahun 2000. Meski produk Cina dijual dengan harga rendah, namun promosi tentang kualitas produk yang berhasil dilakukan produk-produk otomotif Jepang, mampu kembali meraih captive market yang sudah terbangun sebelumnya. Sehingga, produk otomotif Jepang yang sempat goyah, akhirnya kembali kuat sebagai leader market di Indonesia.

Kita berharap, pemerintah juga memiliki strategi yang bisa memperkuat daya saing produk kita di dalam negeri, sambil mencari celah besar untuk ekspor produk kita ke Cina. (Sabtu, 23 Januari 2010)**



Kamis, 21 Januari 2010

ATM

KEHADIRAN anjungan tunai mandiri atau ATM pada awalnya untuk memudahkan para nasabah dalam mengambil uangnya. Mereka tidak perlu lagi membawa rekening ke bank pada hari kerja. Cukup dengan satu kartu, nasabah bisa mengambil uangnya di mana pun, kapan pun, oleh siapa pun dengan mudah.

Namun belakangan, para nasabah terutama yang menyimpan dananya cukup besar, dibuat berdebar-debar. Ratusan juta uang nasabah, bahkan hingga tadi malam jumlahnya sudah mencapai miliaran rupiah, tiba-tiba bisa raib dibobol orang misterius melalui mesin ATM tersebut. Awalnya kejadian ini di Bali, namun ternyata korbannya tidak hanya di Pulau Dewata, tapi menyebar ke mana-mana. BAnk Indonesia (BI), para bankir, dan polisi sekarang dibuat sibuk untuk mencari alat yang bisa memproteksi bocornya uang para nasabah tersebut.

Kemajuan teknologi yang tujuan utamanya untuk memudahkan manusia selalu saja diiringi dengan ekses yang merugikan. Di sebuah situs internet, dengan mudah seorang pemasang iklan memasang iklan berbunyi seperti ini, "Dapat tarik tunai di ATM tanpa mengurangi saldo rekening Anda, tanpa merusak ATM, tanpa membunyikan alarm, hanya memasukkan kartu ke dalam ATM, dapat menguras uang di ATM jutaan rupiah setiap hari, cukup menggunakan kartu ATM bank Anda, bisa dipakai di semua ATM semua bank, sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan pihak bank". Daftar di sini http://www.tempatuangpanas.blogspot.com. (blog ini tadi malam ketika diklik sudah tidak aktif lagi).

ATM kini menjadi cara mudah untuk mencari uang haram. Bagi mereka yang kuliah di jurusan teknologi informasi, sudah tidak aneh cara membuka password para pemilik ATM maupun kartu kredit. Hanya kekuatan morallah yang menjadikan mereka tidak sampai ikut-ikutan mengambil uang di ATM dengan cara yang haram itu.

Selain cara di atas, ada juga cara yang sangat sederhana dengan bantuan permen karet. Seorang pelaku setiap hari bisa menguras sedikitnya Rp 5 juta dari mesin ATM. Modalnya hanya dengan permen karet. Caranya, mereka menempelkan permen karet di lubang tempat keluarnya uang. Begitu si nasabah keluar dari ATM sambil kebingungan karena uangnya tidak keluar, komplotan ini masuk dan mengambil uang yang terhalang oleh permen karet. Cara ini dianggap paling mudah, namun tidak sedikit korbannya.

Untuk terhindar dari komplotan pembobol ATM ini tentu cara paling aman jangan dulu menggunakan kartu ATM. Bahkan kalau perlu segera ganti kartu atau nomor personal identity number (PIN) Anda sampai bisa dipastikan bank tempat menyimpan uang nasabah sudah terproteksi dan cukup aman.

Dan yang lebih penting, tentunya kepada para korban yang uangnya dibobol maling, pihak Bank Indonesia (BI) bisa menjamin uang mereka tetap diganti, karena kesalahan bukan pada nasabah. Hanya yang perlu lebih hati-hati, jangan sampai hal ini juga dimanfaatkan untuk berpura-pura menjadi korban komplotan pembobol ATM ini. Kita harap BI dan bank-bank yang menjadi korban pembobolan bisa memiliki cara untuk memverifikasi rekening para korban yang benar-benar menjadi sasaran kawanan ini.(Jumat, 22 Januari 2010) **



Soroja

KALAU saja apa yang dikemukakan Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, S.I.P., seusai salat Jumat pada 2 November 2007 lalu bisa benar-benar diwujudkan, mungkin sekarang warga Kab. Bandung khususnya sudah bisa menikmati akses jalan Tol Soroja.

Di pintu keluar masjid, kepada wartawan Bupati mengatakan, dirinya telah bertemu sejumlah pejabat terkait serta anggota DPR RI di Jakarta. Hasil pertemuan itu, katanya, pemerintah pusat akan membantu proses pembebasan lahan untuk jalan tol. Kesepakatannya, 50% biaya akan ditanggung pusat, sisanya ditanggung daerah.

Saat itu ia menjelaskan, total biaya yang dibutuhkan untuk pembebasan lahan Rp 229 miliar. Jika sistem sharing itu dilakukan, pemerintah pusat akan menanggung biaya Rp 114,5 miliar. Sedangkan Pemkab Bandung telah menyanggupi anggaran Rp 32 miliar. Ia juga mendengar Pemkot Bandung telah menganggarkan biaya pembebasan lahan Tol Soroja sebesar Rp 15 miliar. Sekarang kita tinggal meminta pihak Pemprov Jabar membantu pembiayaan sisanya atau sekitar Rp 67,5 miliar.

Dengan perkiraan tersebut, proyek yang digulirkan Pemkab Bandung sejak pertengahan tahun 1990-an untuk mempercepat laju pembangunan di wilayah Bandung Selatan itu pembangunannya akan dilakukan mulai tahun depan (2008). Ia optimistis, pembebasan lahan tak akan berlangsung lama selama anggarannya ada.

Apa yang dikatakan Bupati memang benar, karena tender untuk proyek tersebut dilakukan pada Maret 2008. Bahkan pengumuman, tender tahap kedua proyek Tol Soroja yang diumumkan kepada publik melalui media massa nasional, menempatkan jalan Tol Soroja di urutan pertama dari proyek-proyek jalan tol lain di Indonesia pada tender tersebut.

Dengan estimasi seperti itu, pada akhir 2008 pembangunan konstruksi sudah bisa dimulai. Diharapkan jalan Tol Soroja selesai pada 2010.

Sekarang kita sudah berada di gerbang tahun 2010. Kita belum melihat bentangan jalan yang direncanakan itu, karena kendala pembebasan lahan yang tidak pernah bisa dilakukan Pemkab Bandung. Sehingga anggaran yang sudah dialokasikan, hingga sekarang tidak terserap dan bayang-bayang yang muncul kemungkinan kembali gagalnya pembangunan jalan tersebut.

Bagi Pemkab Bandung untuk pembebasan lahan ini kemungkinan akan lebih sulit lagi karena hamparan lahan yang akan digunakan sudah banyak dikuasai spekulan dari pemodal besar dan oknum pejabat itu sendiri. Jauh-jauh hari setelah rencana proyek itu digulirkan para pengusaha sudah menguasai hektaran lahan yang akan dibebaskan itu. Apalagi kalau bukan untuk mengeruk keuntungan dari proyek yang dibutuhkan masyarakat banyak itu.

Seharusnya, sejak awal ada regulasi yang bisa memproteksi rencana jalan tersebut melalui perda, baik yang dikeluarkan Pemkab/Pemkot Bandung maupun Pemprov Jabar, sehingga spekulan tidak bisa seenaknya melambungkan harga. Atau mungkin inisiatif itu hilang karena melihat potensi keuntungan yang luar biasa dari rencana proyek tersebut. (Kamis, 21 Januari 2010)**



Soroja

KALAU saja apa yang dikemukakan Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, S.I.P., seusai salat Jumat pada 2 November 2007 lalu bisa benar-benar diwujudkan, mungkin sekarang warga Kab. Bandung khususnya sudah bisa menikmati akses jalan Tol Soroja.

Di pintu keluar masjid, kepada wartawan Bupati mengatakan, dirinya telah bertemu sejumlah pejabat terkait serta anggota DPR RI di Jakarta. Hasil pertemuan itu, katanya, pemerintah pusat akan membantu proses pembebasan lahan untuk jalan tol. Kesepakatannya, 50% biaya akan ditanggung pusat, sisanya ditanggung daerah.

Saat itu ia menjelaskan, total biaya yang dibutuhkan untuk pembebasan lahan Rp 229 miliar. Jika sistem sharing itu dilakukan, pemerintah pusat akan menanggung biaya Rp 114,5 miliar. Sedangkan Pemkab Bandung telah menyanggupi anggaran Rp 32 miliar. Ia juga mendengar Pemkot Bandung telah menganggarkan biaya pembebasan lahan Tol Soroja sebesar Rp 15 miliar. Sekarang kita tinggal meminta pihak Pemprov Jabar membantu pembiayaan sisanya atau sekitar Rp 67,5 miliar.

Dengan perkiraan tersebut, proyek yang digulirkan Pemkab Bandung sejak pertengahan tahun 1990-an untuk mempercepat laju pembangunan di wilayah Bandung Selatan itu pembangunannya akan dilakukan mulai tahun depan (2008). Ia optimistis, pembebasan lahan tak akan berlangsung lama selama anggarannya ada.

Apa yang dikatakan Bupati memang benar, karena tender untuk proyek tersebut dilakukan pada Maret 2008. Bahkan pengumuman, tender tahap kedua proyek Tol Soroja yang diumumkan kepada publik melalui media massa nasional, menempatkan jalan Tol Soroja di urutan pertama dari proyek-proyek jalan tol lain di Indonesia pada tender tersebut.

Dengan estimasi seperti itu, pada akhir 2008 pembangunan konstruksi sudah bisa dimulai. Diharapkan jalan Tol Soroja selesai pada 2010.

Sekarang kita sudah berada di gerbang tahun 2010. Kita belum melihat bentangan jalan yang direncanakan itu, karena kendala pembebasan lahan yang tidak pernah bisa dilakukan Pemkab Bandung. Sehingga anggaran yang sudah dialokasikan, hingga sekarang tidak terserap dan bayang-bayang yang muncul kemungkinan kembali gagalnya pembangunan jalan tersebut.

Bagi Pemkab Bandung untuk pembebasan lahan ini kemungkinan akan lebih sulit lagi karena hamparan lahan yang akan digunakan sudah banyak dikuasai spekulan dari pemodal besar dan oknum pejabat itu sendiri. Jauh-jauh hari setelah rencana proyek itu digulirkan para pengusaha sudah menguasai hektaran lahan yang akan dibebaskan itu. Apalagi kalau bukan untuk mengeruk keuntungan dari proyek yang dibutuhkan masyarakat banyak itu.

Seharusnya, sejak awal ada regulasi yang bisa memproteksi rencana jalan tersebut melalui perda, baik yang dikeluarkan Pemkab/Pemkot Bandung maupun Pemprov Jabar, sehingga spekulan tidak bisa seenaknya melambungkan harga. Atau mungkin inisiatif itu hilang karena melihat potensi keuntungan yang luar biasa dari rencana proyek tersebut. (Kamis, 21 Januari 2010)**



Rabu, 20 Januari 2010

Surga Eden

KALAU apa yang diajarkan aliran Surga Eden itu benar, betapa mudahnya mendapat kehidupan yang lebih baik setelah meninggal nanti. Konon katanya, pimpinannya menjanjikan Surga Eden bagi pengikut wanitanya dengan satu syarat: mau berhubungan intim dengannya.

Pimpinannya sekte tersebut, Ahmad Tantowi, isunya juga mengaku sebagai Tuhan. Dan karena statusnya sebagai penguasa alam, ia melarang pengikutnya mengajarkan syariat Islam, seperti salat lima waktu, puasa Ramadan, dan membaca kitab suci Alquran. Ajaran yang tentu sangat memancing kemarahan umat Islam.

Karena sudah meresahkan warga, Kepolisian Daerah Jawa Barat bersama puluhan anggota ormas Islam setempat, menggerebek salah satu markas Surga Eden di Desa Pamengkang, RT 50/RW 05 Kec. Mundu, Kab. Cirebon, Kamis (14/1) pagi. Dari markas itu, Tantowi ditangkap bersama 13 pengikutnya.

Dalam penggerebekan itu, Tantowi dan para pengikutnya yang sebagian besar perempuan melawan. Tantowi mencabut keris dan berusaha melawan petugas, namun polisi dengan mudah membekuknya.

Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa 60 kuitansi setoran dana jemaah, sebuah kitab, buku panduan Surga Eden, 2 rol negatif film berisi gambar-gambar cabul Tantowi, 5 buku tentang cara melakukan hubungan seksual, dan 1 bundel piagam pengikut Surga Eden.

Dari 13 orang yang ditangkap tersebut, dua di antaranya istri Tantowi, yaitu Endang dan tangan kanan Tantowi, Iman Junaedi (36), yang diduga memosisikan diri sebagai malaikat Jibril.

Beberapa pasal berlapis sudah disiapkan penyidik untuk menjerat tersangka, yaitu pasal 156 huruf a KUHPidana tentang Penodaan Agama, pasal 285 KUHPidana tentang Pencabulan, dan pasal 335 KUHPidana tentang Perbuatan tidak Menyenangkan.

Polisi tentu harus bekerja keras untuk memastikan benar tidaknya Ahmad Tantowi sebagai penyebar aliran yang dianggap sesat ini. Pengakuan Ahmad Tantowi sendiri bahwa dirinya seorang muslim dan membacakan dua kalimah syahadat dengan benar, tentu harus bisa dipastikan, apakah hanya untuk memperdaya polisi dan media, atau sesungguhnya ia menjadi korban dari kepentingan lain. Kalau ternyata faktanya benar Ahmad Tantowi merupakan penyebar aliran yang diduga sesat itu, tentu selain proses hukum, harus dilakukan proses penyadaran.

Untuk "menyadarkan" para pendiri dan pengikut sekte ini pun tentunya tidak bisa hanya dengan penggerebekan dan amuk massa. Mereka telah dicuci otak, sehingga harus kembali dibina secara perlahan. Pendekatan yang dilakukan K.H. Said Agil Siradj, salah seorang Ketua PB Nahdlatul Ulama (NU) sewaktu menangani nabi palsu Ahmad Musaddeq tahun 2007 lalu, harus dijadikan acuan. Didampingi tiga tokoh ulama, K.H. Agus Miftach, K.H. Bachtiar Aly, K.H. Said Agil Siroj, dan tim dari MUI, akhirnya Ahmad Musaddeq menyatakan pertobatannya di Mapolda Metro Jaya, Jumat 9 November 2007. "Sang Nabi" dengan sadar dan tanpa tekanan mengaku kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya. Mungkinkah ini juga dilakukan oleh "Tuhan"? (Rabu, 20 Januari 2010)**

Selasa, 19 Januari 2010

Citarum

TAHUN ini, pemerintah berencana mencairkan anggaran sebesar Rp 1,03 triliun untuk sebuah proyek besar bernama Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMI). Total anggaran untuk proyek tersebut sekitar Rp 35 triliun yang akan digarap dalam kurun waktu 14 tahun hingga tahun 2023, atau selama 3 kali pergantian kepala pemerintahan kabupaten.

Melihat dana yang dianggarkannya saja, kita sangat terkagum-kagum. Luar biasa. Dana tersebut sama dengan hampir 25 tahun anggaran total APBD Kab. Bandung yang pada 2009 sebesar Rp 1,495 triliun.

Proyek yang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) disebut Citarum Road Map ini, pada tahap pertama akan mencakup kegiatan rehabilitasi, peningkatan pengelolaan lahan dan air, pengelolaan air dan sanitasi berbasis masyarakat, dan pengendalian banjir. Rencananya kebutuhan dana tersebut akan ditutupi APBN, pihak swasta, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Gagasan tersebut tentu tidak hanya bermanfaat bagi warga sekitar sungai, tapi juga bisa memberikan manfaat yang lebih luas. Apalagi kalau dibandingkan dengan upaya yang selama ini dilakukan, sebagaimana dikatakan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, setiap dana yang dialokasikan dari APBD Jabar tidak kurang dari Rp 25 miliar untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkannya melalui Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Namun dana yang diamblaskan sebesar itu, nyaris tidak ada pengaruh yang berarti bagi masyarakat.

Proyek ICWRMI diharapkan tidak hanya mengatasi masalah banjir akibat meluapnya Sungai Citarum, tapi juga bagaimana mengoptimalkan potensi airnya. Citarum yang tertata rapi dan bersih nantinya bisa menjadi sarana transportasi air, baik untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat maupun sebagai sarana wisata air. Potensi lainnya yang lebih besar, tentu bisa menjadi sumber daya air, baik untuk dikonversi menjadi energi listrik maupun untuk kebutuhan industri yang ada di sepanjang sungai tersebut.

Masalah yang dihadapi Citarum saat ini terjadi mulai dari hulu hingga hilir. Padahal, Sungai Citarum dengan luas total sekitar 6.080 km2, panjang sungai sekitar 269 km dengan curah hujan sekitar 2.300 mm/tahun ini dimanfaatkan sebagai sumber air baku air minum untuk Jakarta, Kab. Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Purwakarta, Kab. Bandung, dan Kota Bandung. Citarum juga sebagai pemasok air untuk tiga waduk, yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur yang memasok listrik 5.000 gigawatthour/tahun.

Ini tentu masih sebuah impian warga Bandung dan sekitarnya. Karena bagaimana pun, sungai tersebut menjadi saksi sejarah, yang kalau dipelihara dengan baik tentu akan memberikan manfaat yang luar biasa. Adalah hukum alam, kalau kita merawat dan menata lingkungan yang Allah berikan, tentu mereka akan memberikan balasan yang sama kepada manusia.(Selasa, 19 Januari 2010) **



Senin, 18 Januari 2010

Mutasi

BUPATI Bandung H. Obar Sobarna, S.I.P., Jumat (15/1) melakukan mutasi terhadap 11 camat dan 44 pejabat eselon III lainnya di lingkungan Pemkab Bandung. Mutasi ini merupakan putaran pertama di awal 2010, karena masih ada beberapa jabatan yang kosong, baik camat, kepala unit pelaksana tingkat daerah (UPTD) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), dan jabatan lainnya.

Rotasi maupun promosi pejabat di tahun 2010 tentu menarik untuk disoroti, karena banyaknya anggapan ada kaitannya dengan kepentingan pemilihan calon bupati Kab. Bandung yang akan digelar tahun ini. Terlebih dalam pemilihan bupati (pilbup) ini ada anggapan, bupati sekarang sedang mentransformasikan kepemimpinannya kepada menantunya, H. Dadang M. Nasser.

Tentu adalah hak setiap warga negara untuk mencalonkan atau mendukung siapa pun menjadi kandidat bupati periode 2010-2015, termasuk Bupati Bandung Obar Sobarna. Tidak salah juga kalau kemudian ia menjatuhkan dukungannya kepada H. Dadang M. Nasser.

Namun yang masyarakat harapkan proporsionalisme dan profesionalisme pejabat yang duduk dalam tugas barunya tetap dikedepankan. Jangan sampai ada pejabat yang asal bapak senang (ABS) tanpa ditunjang kecakapan menduduki pos-pos penting, sehingga bertindak arogan pada bawahan.

Terlebih dalam pelantikan tersebut, Bupati mengimbau kepada para pejabat baru untuk selalu tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Jika hal tersebut dilaksanakan, otomatis meningkatkan pengawasan sosial dari masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.

Tidak hanya itu, Bupati juga mengingatkan kepada para pejabat untuk membuang jauh-jauh gaya hidup konsumtif. Bupati meminta mereka hidup bersahaja sehingga menjadi contoh bagi masyarakat.

Apa yang ditekankan Bupati ini, penting dan sangat penting, karena mungkin Bupati sudah membaca sinyal perilaku para pejabatnya. Tidak jarang, pejabat-pejabat muda yang kariernya masih panjang, "berlomba" dalam hal materi, sehingga begitu menduduki jabatan tertentu performanya langsung berubah dalam hitungan bulan. Rumah mentereng, mobil keluaran terakhir, dan membuat kubu untuk mempertahankan kepentingannya.

Ironisnya pada oknum pejabat yang demikian, profesionalisme sendiri menjadi kosmetik, dan hanya pada angka-angka yang kamuflatif. Pada tataran ini, apa yang disampaikan kepada Bupati kesannya selalu ada progress report atau terjadi kemajuan. Namun dalam kenyataannya di lapangan, jauh panggang dari api.

Di sebuah sudut ruangan di lingkungan perkantoran Pemkab Bandung, di Soreang seorang pejabat mengaktualisasikan diri sebagai pribadi yang sederhana. Di ruang kerjanya yang redup hanya terdapat sebuah meja, kursi serta satu set sofa tua. Padahal uang yang dikelolanya miliaran rupiah. Ia bercerita, uang miliaran itu hanya mengalir di depan matanya untuk kebutuhan masyarakat. Namun bawahannya banyak yang menggerutu. Mereka merasa dibodohi.

Berbeda dengan suasana di kantornya. Di daerah tempat tinggalnya, rumah pejabat itu paling mentereng. "Kami di suruh berpuasa, sementara bos, bisa makan pagi, siang, dan malam dengan beragam menu. Bohong yang dikatakannya," cetus bawahannya. (Senin, 18 Januari 2010)**



Minggu, 17 Januari 2010

Anak Kita dalam Bahaya

SEORANG ahli herbalis pernah mengatakan, kalau kita makan makanan atau minuman yang mengandung zat-zat pengawet, itu artinya sama dengan piring atau gelas tempat makanan atau minuman itu penuh dengan serbuk plastik. Kemudian kita makan serbuk-serbuk itu setiap hari, dalam jangka panjang pasti ada efeknya.

Demikian juga penggunaan zat-zat pewarna makanan yang kebanyakan berbahan zat pewarna untuk tekstil atau cat. Dalam jumlah sedikit, tentu tidak masalah. Namun kalau jenis makanan yang mengandung zat pewarna ini dikonsumsi anak-anak kita setiap hari di sekolah, tentu akan membawa efek yang membahayakan bagi kesehatan mereka.

Maka wajar kalau di Kota Bandung sampai ada orangtua siswa yang merazia penjaja makanan di sekolah anaknya. Kepada para penjaja makanan yang terbukti menggunakan zat pewarna, ia langsung menyita dagangannya. "Gerakan" seperti ini tampaknya terus berkembang di kalangan orangtua siswa di beberapa sekolah.

Bahkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung akan mengirimkan surat edaran kepada seluruh sekolah di Kota Bandung, mulai SD hingga SMA negeri dan swasta. Langkah ini dilakukan Disdik untuk menindaklanjuti temuan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM), yang menemukan formalin dan zat kimia berbahaya dalam jajanan anak.

Sebagaimana diungkapkan Kepala Disdik Kota Bandung, Oji Mahroji kepada "GM", Kamis (14/1), isi SE berupa imbauan kepada sekolah dan pedagang di lingkungan sekolah, supaya tidak menjual produk makanan atau jajanan anak yang mengandung zat berbahaya. Oji menegaskan, tempat berjualan jajanan di sekitar sekolah harus bersih. Misalnya jajanan harus tertutup dari debu dan binatang, harus terbungkus dengan kemasan yang bersih supaya kesehatannya terjamin.

Selain Disdik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bandung pun sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi penjualan produk/jajanan yang mengandung zat berbahaya di Kota Bandung. Mereka menelusuri hasil temuan BBPOM itu. Sesuai dengan prosedur yang baku, kata Kadisperindag Kota Bandung, H. Nana Supriatna, jika ditemukan produk makanan yang mengandung zat berbahaya, maka produsen atau pedagang langsung diingatkan.

Dan jika sudah beberapa kali diperingatkan, namun pedagang tersebut tidak mengindahkannya, Disperidag bisa mencabut izin usahanya. Sedangkan bisa produk tersebut merupakan hasil olahan rumah tangga, Disperindag akan meminta produsen untuk tidak memproduksi lagi produk tersebut.

Kita tahu, temuan ini bukan yang pertama kalinya di Kota Bandung. Berkali-kali ditemukan, pelakunya diancam sanksi, dan terjadi lagi. Mereka tidak mungkin dihentikan karena gantungan hidup keluarga mereka dari sana. Yang diperlukan, ketika sanksi itu dikenakan, pemerintah juga bisa memberikan pelatihan kepada para produsen rumahan atau industri, mengenai bahan pengawet dan zat pewarna alternatif yang tidak membahayakan pada anak-anak yang mengonsumsinya. Jangan karena kesalahan orang-orang tua yang duduk di instansi yang berkompeten untuk mengurusi hal tersebut, anak-anak kita yang dalam bahaya. (Sabtu, 16 Januari 2010)**



Jumat, 15 Januari 2010

Anggodo

TIDAK bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau Anggodo Widjojo, adik dari Anggoro Widjojo buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lolos dari jeratan KPK. Selain mendegradasi kredibilitas dari lembaga tersebut, juga menguapnya harapan masyarakat akan penegakan hukum terhadap para koruptor beserta makelar kasus (markus).

Anggodo, Kamis (14/1), ditetapkan KPK menjadi tersangka dan dijerat 3 pasal. Pasal 15 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Di mana setiap orang yang melakukan percobaan pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipindana yang sama sebagaimana dimaksud pasal 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 14.

Ancaman hukuman di dalam pasal 2 ayat 1 maksimal penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selanjutnya, pasal 21 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Yakni tiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa, ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dengan denda Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Sedangkan pasal 23 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang tindak pidana korupsi ancaman hukuman dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 6 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 300 juta.

Kasus Anggodo ini menarik banyak perhatian masyarakat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuka transkrip rekaman yang berisi percakapan Anggodo dengan beberapa pihak, untuk merekayasa kasus terhadap pimpinan KPK Bibit Samad dan Chandra Hamzah. Dalam percakapan itu jelas terdengar bagaimana piawainya ia mengatur para petinggi, baik itu di Kejagung, Mabes Polri maupun lembaga-lembaga lainnya.

Bukti rekaman tersebut membuka mata semua masyarakat Indonesia, bagaimana dengan mudahnya, bahkan terkesan betapa konyolnya para pejabat kita menghadapi markus. Terlebih setelah kasus ini diungkap, tidak ada pejabat tinggi, baik dari Polri maupun Kejagung yang berani melakukan tindakan terhadap Anggodo. Orang ini terkesan sangat kuat, sehingga tidak ada yang berani menindaknya, tentunya selain dari KPK.

Kita tidak tahu, apakah setelah dijebloskannya Anggodo ke Lapas Cipinang dan diproses ke pengadilan, ia akan membuka cerita baru yang menyangkut para petinggi kita. Bisa saja kalau ia tidak kuat menghadapi tekanan kemudian "bernyanyi" dan menceritakan, bagaimana aliran uang yang didistribusikannya mengalir ke kantong-kantong pejabat penting di negeri ini.

Atau malah sebaliknya, ia benar-benar bungkam dan menerima sanksi hukum yang setimpal atas dugaan pelanggaran pasal-pacsal yang didakwakan kepadanya. Kita tunggu.(Jumat, 15 Januari 2010) **



Kamis, 14 Januari 2010

Monorel

BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Senin (12/1), di Jakarta, memaparkan salah satu program untuk merevitalisasi Sungai Cikapundung Kota Bandung dengan pembangunan monorel. Rencana tersebut akan dikerjasamakan dengan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang tur, travel, dan hotel.

Apa yang dipaparkan Bappenas menarik bila kita melihat kondisi kekinian Kota Bandung yang denyutnya sebagai kota tujuan wisata semakin terasa. Sehingga, kehadiran monorel di Kota Bandung bisa menambah daya tarik wisatawan, terutama yang sudah jengah melihat kemacetan tiap libur panjang.

Bahkan sebetulnya program ini jangan hanya untuk ruang lingkup Kota Bandung, namun harus dikerjasamakan dengan daerah rural di sekitarnya. Misalnya, monorel ini bisa dibuat untuk membelah Kota Bandung dari utara ke selatan, atau dari barat ke timur.

Di kota-kota besar negara lain, monorel sudah banyak digunakan dan menjadi alternatif angkutan yang diminati masyarakat. Di Jepang, monorel digunakan untuk transit cepat di tujuh kota, termasuk Tokyo dan Osaka. Monorel Tokyo membawa sekitar 100 juta penumpang setiap tahun. Begitu pula di Kuala Lumpur, Malaysia, Kereta Maglev Shanghai di Shanghai, Cina yang merupakan monorel komersial pertama yang menggunakan teknologi Maglev berdasarkan teknologi Maglev Transrapid dari Jerman. Di Singapura ada Sentosa yang digantikan dengan sistem monorel baru yang berkapasitas lebih besar, Sentosa Express.

Seperti kita tahu, monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta konvensional.

Tipe monorel sampai saat ini ada dua jenis, yaitu straddle-beam di mana kereta berjalan di atas rel, dan tipe suspended di mana kereta bergantung dan melaju di bawah rel.

Kelebihan menggunakan monorel antara lain ruang yang kecil, baik ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga. Terlihat lebih "ringan" daripada kereta konvensional dengan rel terelevasi dan hanya menutupi sebagian kecil langit. Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton. Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta biasa. Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, risiko terguling jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim. Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.

Kekurangannya, monorel terasa lebih memakan tempat. Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.

Kita berharap rencana ini benar-benar mendapat pengkajian secara komprehensif dan dampak sosio-kulturalnya, jangan sampai proyek yang tidak sedikit dananya ini malah menjadi ajang konflik yang menyisakan kemubaziran. Masyarakat juga kita harapkan lebih realistis memandang rencana tersebut.(Kamis, 14 Januari 2010) **



Rabu, 13 Januari 2010

Susno Lagi

KEMARIN, hampir semua media cetak memuat berita ancaman pembunuhan terhadap keluarga mantan Kabareskrim, Komjen Pol. Susno Duadji. Berita kemarin sepertinya sebuah antiklimaks dari perseteruan antara mantan Kabareskrim itu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Susno yang sebelumnya menjadi "lawan" masyarakat, kemarin mulai mendapat simpati dan dukungan.

Susno begitu lincah memainkan opini publik. Saat menjadi Kabareskrim, ia berang dengan pemberitaan negatif dirinya terkait kasus Bank Century. Dia pun sangat kecewa terhadap Majalah Tempo edisi terbaru yang memuat berita kasus itu dengan mengaitkan dirinya.

Kekecewaan Susno ini diungkap dalam surat yang dikirimkan kepada para pemred media massa, Sabtu, 12 November 2009, lewat e-mail. Susno yang menggunakan account susno_duadji@yahoo.com menulis surat yang sangat panjang. Selain menyampaikan kekecewaannya, Susno juga mengklarifikasi tentang kasus Bank Century.

Sebelum mengirim surat kepada para pemred, Susno juga mengirimkan pesan yang sama lewat short message service (SMS) kepada para wartawan yang biasa meliput di Mabes Polri.

Belum reda benar masalah tersebut, tiba-tiba muncul masalah perseteruan "Cicak vs Buaya" yang entah persisnya seperti apa, namun muncul saat Susno memberikan keterangan kepada wartawan. Analogi cicak = KPK dan buaya = Polri tersebut bergulir bagai bola salju yang terus menggelinding. Bahkan satu juta facebooker menuntut pembebasan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Tuntutan tersebut terus membesar dan akhirnya memaksa membebaskan Ketua KPK, Bibit Samad dan Chandra Hamzah.

Di tubuh petinggi Polri sendiri kemudian dilakukan restrukturisasi yang menjadikan mantan Kabareskrim itu kehilangan jabatan dan menjadi jenderal non-job. Tidak lama kemudian, ia tiba-tiba muncul menjadi saksi yang meringankan Antasari tanpa surat perintah dari atasannya. Akibat ulahnya itu, ia mendapat kecaman dari internal institusi yang membesarkan namanya itu. Bahkan, muncul ancaman pembunuhan yang tidak hanya ditujukan kepada dirinya, tapi juga keluarganya.

Susno memang tengah menjadi pusat perhatian masyarakat. Apa pun kiprah yang dilakukannya bisa menyedot perhatian. Entah kiprah apa lagi yang akan dimainkannya dalam menarik simpati masyarakat banyak.

Ancaman pembunuhan yang disampaikan melalui SMS itu mungkin tidak akan menarik perhatian publik kalau menimpa orang yang biasa-biasa saja. Namun ini sangat kontras, karena orang yang biasanya memimpin lembaga yang menyelidiki kasus-kasus ancaman seperti itu, kini malah sedang menjadi korbannya.

Masyarakat tentu masih menunggu kejutan apa lagi yang akan ditampilkan mantan Kapolda Jawa Barat itu. Yang jelas, apa pun yang dilakukannya, benar atau kamuflase, akan dengan sendirinya memperlihatkan fakta yang sebenarnya.(Rabu, 13 Januari 2010) **



Selasa, 12 Januari 2010

Subterminal Ciroyom

CIROYOM sebagai salah satu sentra kegiatan ekonomi di Kota Bandung, sepertinya mulai ditelantarkan. Padahal di tahun 1980-1990-an, Pasar dan Subterminal Ciroyom merupakan salah satu denyut ekonomi penting di Kota Bandung. Sampai-sampai ketika Pemkot Bandung akan menghidupkan Pasar Caringin dan Gedebage, tidak pernah berhasil selama kegiatan ekonomi di pasar ini hidup. Setelah dilakukan pemortalan jalan masuk ke Ciroyom, baru denyut kedua pasar induk tersebut terasa.

Ciroyom sekarang, meski tetap denyutnya ada, namun kondisinya seperti kurang terurus. Jalan Ciroyom yang ditutup untuk sebagian pasar dan semua kendaraan dari arah barat dibelokkan ke pasar ini, tidak ditunjang oleh sarana jalan yang memadai. Kendaraan-kendaraan yang masuk ke pasar ini harus siap terguncang-guncang dan berimpitan, karena selain jalannya rusak, pintu keluar pun menyempit karena banyaknya pedagang.

Padahal bangunan pasarnya sendiri sudah relatif lebih baik. Hanya sayangnya, akses jalan masuk yang tidak nyaman membuat sebagian konsumen tidak terlalu suka masuk ke pasar ini. Begitu juga para pedagang, tidak sedikit yang akhirnya berpindah dan menggelar dagangan di sepanjang Jln. Rajawali Timur sejak petang hingga pagi hari.

Kondisi Subterminal Ciroyomnya semakin parah dan jauh dari standar ideal subterminal. Padahal subterminal tersebut setiap harinya dilalui ratusan angkutan umum dari puluhan trayek, baik dalam kota maupun luar Kota Bandung.

Wajar kalau kemudian para sopir dan penumpang mengeluhkan kondisi Subterminal Ciroyom tersebut. Sebagian besar sopir angkutan dan calon penumpang lebih memilih naik angkutan di luar subterminal.

Wacana untuk memperbaiki subterminal tersebut sudah muncul sejak 2005. Tapi sudah lima tahun rencana itu tidak pernah terealisasi.

Kondisi Subterminal Ciroyom yang demikian parah sudah beberapa kali disampaikan kepada Pemkot Bandung. Terakhir disampaikan ketika dilakukan pertemuan antara pengurus terminal dengan dinas-dinas terkait. Namun pada pertemuan tersebut hampir seluruh dinas saling tuding dan sama sekali tidak memberikan solusi. Seolah tidak ada yang mau bertanggung jawab. Mereka justru menyerahkan persoalan ini kepada pihak pengembang.

Selama ini, Subterminal Ciroyom setiap hari disinggahi angkutan berjumlah ratusan, berasal berasal dari berbagai trayek. Mulai dari trayek Ciroyom-Cijenuk (20 unit), Ciroyom-Cipeundeuy (40), Ciroyom-Lembang (70), Ciroyom-Gunung Halu (65), Ciroyom-Cianjur (4), Ciroyom-Wanayasa (1), Ciroyom-Ciburial (60) serta angkutan kota yang jumlahnya bisa mencapai 200 unit.

Kita tentu berharap anggota DPRD Kota Bandung bisa mendengarkan keluhan para pengemudi, penumpang, dan seluruh elemen masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sana. Kalau misalnya ada kesalahan dalam pelaksanaan sebelumnya, tentu kita berharap segera selesaikan sesuai aturan dan tidak saling lempar. Cara tersebut, sangat tidak simpatik, karena masyarakat berharap pemkot segera mengatasi keluhan yang ada di Ciroyom.(Selasa, 12 Januari 2010) **



Senin, 11 Januari 2010

Bansos

PULUHAN orang yang tergabung dalam LSM Penjara, Senin 22 Desember 2009 lalu mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk memeriksa Bupati Bandung Barat Abubakar, karena diduga melakukan korupsi. Laporan dugaan penyimpangan yang dilakukan Abubakar dan kroninya terkait dana bantuan sosial (bansos) saat memangku tugas sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung.

Massa yang di antaranya beraksi sambil memecahkan gelas ke kepalanya menegaskan, penegak hukum, khususnya jaksa penyidik di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat diminta segera membongkar dugaan korupsi yang melibatkan Abubakar. Temuan tersebut menurut para pengunjuk rasa, sebelumnya telah ditelaah bagian Intel Kejati Jabar tentang kerugian negara akibat dugaan kasus tersebut yang mencapai miliaran rupiah.

Pada saat bersamaan, puluhan orang yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Bandung, melakukan aksi unjuk rasa di depan Polda Jabar, Jln. Soekarno-Hatta. Mereka meminta keseriusan Polda Jabar dalam penyidikan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) pada APBD 2005-2006 senilai 3,097 miliar, yang diduga melibatkan eksekutif dan anggota legislatif itu.

Masyarakat Kabupaten Bandung sendiri menyayangkan, penanganan kasus korupsi yang kini dalam tahap penyidikan Polda Jabar terkesan berjalan lambat. Jeda waktu pemeriksaan terhadap para aksi sampai pada penyimpulan status hukum terlalu panjang.

Masyarakat berharap sekarang ini sudah ada kesimpulan dari hasil pemeriksaan terhadap para saksi, dan menentukan status hukum di antara mereka yang telah diperiksa atau siapa-siapa saja yang terbukti terlibat. Para tokoh dan masyarakat Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat sendiri banyak yang bertanya-tanya, kapan kasus ini digulirkan ke pengadilan, dan siapa-siapa saja yang duduk jadi terdakwa.

November lalu, masayarakat mengikuti upaya yang dilakukan Polda yang memeriksa puluhan anggota DPRD Kab. Bandung. Bahkan sebelumnya Polda sudah menyatakan ada beberapa orang baik di eksekutif maupun legislatif yang dijadikan tersangka setelah Satuan Tindak Pidana Korupsi (Sat Tipikor) Polda Jabar melakukan pemeriksaan terhadap mereka.

Bupati Bandung Barat Abubakar sendiri Jumat (8/1) lalu menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan surat izin pemeriksaan terhadap dirinya, terkait pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan penyelewengan dana bansos itu. Dan sebagai warga negara yang baik, ia siap menjalani pemeriksaan atas kasus tersebut.

Tentu kita berharap, kasus ini bisa segera digulirkan ke pengadilan dan tidak digantung seperti sekarang ini. Kita tentu berharap, baik Kejati maupun Polda Jabar segera menuntaskan pemeriksaan kasus tersebut dan bisa segera digulirkan ke pengadilan. Mengambangnya proses hukum kasus ini tentu bisa mendegradasi nama baik kedua institusi penegak hukum tersebut. Atau jangan-jangan kasus ini baru benar-benar diproses dan digulirkan ke pengadilan setelah pergantian kepala pemerintahan baik di Kab. Bandung maupun di KBB.(Senin, 11 Januari 2010) **