Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

PKL Lagi, Penertiban Lagi

PERSOALAN pedagang kaki lima (PKL) di Kota Bandung sepertinya tidak pernah ada habisnya. Dari tahun ke tahun persoalannya selalu sama dan anehnya, cara penanganannya pun tidak pernah mengalami perkembangan. Hanya mengandalkan upaya penertiban petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Memang sungguh sangat berat beban petugas Satpol PP Kota Bandung ini.

Setelah Idulfitri 1430 H, seperti dikomando, para PKL kembali menyeruak dan menempati lokasi-lokasi strategis di Kota Bandung, tak terkecuali 7 titik terlarang, yang ada di pusat kota. Mereka kembali setelah liburan Idulfitri. Bahkan tidak sedikit yang tetap berjualan di hari Lebaran, memanfaatkan kesempatan banyaknya pembeli yang datang setahun sekali.

Persoalan pokok masalah PKL, hingga sekarang Kota Bandung belum memiliki database mengenai jumlah PKL dari setiap wilayah yang ada, jenis komoditasnya, juga asal mereka, dll. Pemkot Bandung tampaknya hanya mengandalkan petugas Satpol PP untuk menertibkan para pedagang yang jumlahnya tentu sangat tidak sebanding dengan kekuatan petugas Satpol PP sendiri. Kalaupun dipaksakan, tentu berisiko tinggi terhadap para petugas, seperti kasus kerusuhan antara PKL dengan petugas Satpol PP yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.

Saking gencarnya petugas Satpol PP menertibkan PKL, ada anggapan di sebagian masyarakat bahwa Satpol PP tugasnya hanya menertibkan PKL. Sepertinya tugas pokok dan fungsi petugas Satpol PP adalah menertibkan PKL. Padahal kenyataannya tentulah tidak demikian. Mereka punya tugas menegakkan peraturan daerah (perda). Artinya bukan hanya PKL yang harus ditertibkan, karena bangunan yang dibuat dan melanggar izin mendirikan bangunan (IMB) juga harus ditertibkan, demikian juga kalau ada pegawai negeri sipil (PNS) yang melanggar ketentuan jam kerja, tentu tugas mereka untuk menertibkannya, dan masalah-masalah lain yang diatur perda.

Namun untuk petugas Satpol PP Kota Bandung, kelihatannya mereka "tidak sempat" lagi menegakkan perda lainnya karena seluruh perhatian orang terpusat pada Satpol PP untuk mengurusi masalah PKL. Kesemrawutan kota seolah-olah dibebankan hanya kepada tanggung jawab petugas Satpol PP semata.

Tentu kita berharap, dewan yang baru bisa melihat persoalan ini lebih jernih lagi, sehingga benang kusut masalah PKL ke depan tidak perlu terjadi lagi. Masyarakat tentu akan memberikan apresiasi yang baik kalau para wakil rakyat ini bisa menggunakan hak inisiatifnya dalam memosisikan PKL yang lebih manusiawi. PKL bagaimanapun sebuah potensi kota yang luar biasa, namun keberadaannya sama sekali tak dilindungi oleh aturan.

Kita berharap, anggota dewan sebagai representasi wakil rakyat bisa menyuarakan aspirasi para PKL agar mendorong adanya zona-zona PKL di Kota Bandung, baik berdasarkan komoditas, waktu berjualan maupun penataan roda PKL-nya. Alasan klasik, "mereka adalah pendatang" tentu sudah tidak layak lagi digunakan, karena sebenarnya, kota adalah tempat akulturasi budaya dari para pendatang. Tentu tidak adil kalau pendatang yang mendirikan mal-mal, hotel, dan sentra bisnis lainnya diakomodasi dengan baik, sementara PKL diobrak-abrik seperti pendatang haram. (Sabtu, 26 September 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar