Welcome


Sabtu, 19 Desember 2009

Tahun Baru 1431 Hijriah

HARI ini kita memasuki hari kedua 1431 Hijriah. Momentum tahun baru hijriah ini memang tidak sehiruk-pikuk tahun baru masehi. Tidak ada arak-arakan kendaraan, tidak ada bunyi letusan mercon, bahkan televisi-televisi juga nyaris tidak memberitakan pergantian tahun baru ini.

Padahal tidak semuanya demikian. Kalau kita menelurusi, ada aktivitas-aktivitas ritual menyambut datangnya tahun baru Islam, yang jatuh pada malam Jumat kliwon ini. Pergantian tahun hijriah berbeda dengan tahun baru masehi, yang berlangsung tengah malam. Tahun baru hijriah berganti setelah matahari jatuh ke ufuk pada 30 Zulhijah 1430 Hijriah.

Di sejumlah pesantren, kegiatan menyambut tahun baru hijriah sangat terasa. Di Pesantren Ciwaringin Cirebon, ritualitas itu sangat terasa, bahkan di tempat ziarah Sunan Gunung Djati. Bahkan lebih ke timur lagi, di Jln. Wahidin Pekalongan, ritualitas menyambut datangnya tahun baru hijriah lebih terasa lagi. Ribuan orang dari berbagai daerah di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya tumplek mengikuti istigasah yang dipimpin Habib Lutfhy bin Yahya.

Tahun baru hijriah harus kita jadikan sarana hijrah menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam Islam disebutkan, haasibuu qobla antuhaasabuu. Artinya, hitunglah dirimu sebelum kamu sekalian dihitung (hisab). Sebagai rasa syukur maka sebaiknya kita sebagai muslim yang taat, memanfaatkan tahun baru ini untuk menginstrospeksi diri, mengevaluasi diri, bermuhasabah atas segala perencanaan, perbuatan, dan program hidup yang telah dilakukan di tahun sebelumnya. Jadikan saat-saat seperti ini sebagai momen yang tepat bagi kita untuk selalu berintrospeksi, amal-ibadah apa yang sudah kita capai dan hal apa saja yang masih kurang. Sehingga instrospeksi tersebut nantinya bisa memperbaiki dan memperbarui kekurangan-kekurangan kita di masa depan serta kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan, tidak akan diulangi lagi.

Hijrah adalah langkah perubahan Nabi Muhammad SAW untuk membuat sesuatu yang lebih baik di masyarakat Madinah. Di tempat yang baru, Nabi Muhammad SAW ternyata berhasil membangun peradaban baru yang lebih mencerahkan. Peristiwa hijrah ke Madinah ini oleh sahabat Umar Bin Khattab dipakai sebagai awal penanggalan Islam.

Buat kita, hijrah sudah selayaknya menjadi momentum penting dengan membuka lembaran hidup yang baru. Kita berusaha untuk betul-betul membuat perubahan yang nyata, ada juga perubahan fisik yang akan membantu niat kita. Mari kita memulai lembaran baru ini dengan rumus sederhana yang sudah terkenal, yaitu 3M.

Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulailah saat ini juga.

"Ya Allah, berilah kami kesempatan untuk memperbaiki diri ini. Berikan kami kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada-Mu. Ya Rabbi, berikan kami petunjuk agar kami selalu berada pada jalan yang Engkau ridai. Kami akan berusaha mengubah segala sikap, sifat, dan perbuatan yang telah salah selama ini kepada orang-orang terdekat kami, terutama mereka yang sangat kami kasihi, kami cintai, dan kami sayangi".(Sabtu, 19 Desember 2009) **

Jumat, 18 Desember 2009

Pilbup

PEMILIHAN bupati (pilbup) di Kab. Bandung rencananya digelar 9 Agustus 2010 untuk putaran satu. Dan, kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kab. Bandung, Osin Permana, kalau harus dua putaran, putaran keduanya kemungkinan dilaksanakan pada 11 Oktober 2010. Pelantikan dan serah terima jabatan bupati lama ke bupati baru dilaksanakan pada 5 Desember 2010.

Daya tarik pilbup mulai terasa dari sekarang. Di tubuh Partai Golkar (PG) Kab. Bandung bahkan sudah mengambil ancang-ancang untuk kandidat kuat Ketua DPD Partai Golkar periode 2009-2010, maupun untuk kandidat bupati 2010-2015. Sejumlah Ketua PK PG, sudah membuat kesepakatan tertulis mengusung dua nama untuk kedua jabatan tersebut.

Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD PG Jabar Korwil Kab. Bandung dan Bandung Barat, H. Agus Yasmin menganggap sah-sah saja kesepakatan yang dibuat para PK itu. Namun ia berharap, kesepakatan yang dibuat tidak sampai menutup ruang bagi munculnya kader terbaik partai tersebut.

Terlebih, petinggi PG Jabar, H. Irianto M.S. Syafiuddin dalam Rapat Pleno 1 DPD PG yang berlangsung Rabu (16/12) di Jln. Maskumambang, menekankan dalam Musda PG kabupaten/kota agar semaksimal mungkin memberi ruang bagi tertampungnya kader potensial. Dan, menurutnya, pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan bagian dari agenda musda.

Lazimnya dalam penjaringan kandidat kepala daerah, PG selalu melakukan survei. Survei tersebut, kata Agus Yasmin, dilakukan oleh lembaga independen untuk DPD PG provinsi satu lembaga survei independen, sedangkan untuk pusat menggunakan tiga lembaga survei independen. Hal ini sejalan dengan pesan Ketua DPD PG Jabar yang mengharapkan kandidat kepala daerah di samping memiliki kecakapan, wawasan politik yang baik, komunikatif, juga populis.

Ini tentu baru hanyalan sebuah tahapan, karena yang menentukan jadi-tidaknya seseorang terpilih sebagai kepala daerah bukan partai, tapi masyarakat. Sehebat apa pun kandidat kepala daerah yang lolos dalam penjaringan di tingkat partai, ia harus siap berkompetisi dengan kandidat andal lainnya, baik dari partai lain maupun kandidat independen.

Bagi Kab. Bandung, Pilbup 2010 diperkirakan yang paling dinamis dibandingkan dengan pilbup-pilbup sebelumnya. Karena informasi yang lebih terbuka seperti sekarang ini, memberikan kesempatan bagi banyak orang yang punya kecakapan dalam segala aspek untuk tampil dan merebut hati masyarakat. Sebaliknya, informasi yang lebih terbuka, juga membuka ruang banyaknya kampanye negatif, baik melalui Facebook, Twitter, dan media pertemanan lainnya. Karena keborokan sekecil apa pun akhirnya dengan mudah dilemparkan ke ruang publik dan menjadi bahan perhatian banyak orang.

Kandidat dengan track record yang baik dan dengan komunikasi publik yang dikemas dengan baik pula, menjadi bagian penting dalam ajang Pilbup 2010 di Kab. Bandung nanti. (Kamis, 17 Desember 2009)**

Rabu, 16 Desember 2009

Anggota DPRD


TIDAK sedikit anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang makmak-mekmek saat duduk di kursi dewan dan tidak memperhitungkan bakal kembali ke asal. Ketua DPC PDI Perjuangan Kab. Bandung, H. Yadi Srimulyadi menceritakan, ada mantan anggota dewan yang saat tidak terpilih lagi, hidupnya terpuruk. Kebiasaan hidup dengan ekonomi biaya tinggi terbawa-bawa. Sehingga cepat menguras kekayaan yang didapatnya selama menjadi anggota dewan. Ia pun hidup sebagai tukang ojek.

Bahkan, katanya, ada juga anggota dewan yang menjadi salah satu petinggi di eksekutif, yang ketika tidak terpilih lagi, dengan cepat hidupnya terpuruk. Bahkan pulang kampung dan menjadi buruh.

Posisi sebagai anggota dewan memang amanah. Ketika mereka tidak bisa menjaga amanah yang diemban sebagai wakil rakyat, bahkan lupa daratan, maka ketika kembali ke masyarakat seperti orang yang terjatuh dari ketinggian. Rasa hormat kepadanya hilang, ucapannya menjadi bahan cibiran.

Memang kehidupan sebagai wakil rakyat diimpikan sebagian masyarakat, terutama kader partai. Menurut PP No. 37/2008, untuk provinsi dengan APBD di atas Rp 1,5 triliun, seorang Ketua DPRD dalam satu bulan mendapat gaji maksimum Rp 32.250.250, Wakil Ketua Rp 22.787.500, dan anggota Rp 12.862.000. Sedangkan untuk kabupaten/kota dengan APBD di atas Rp 500 miliar, seorang Ketua DPRD mendapat gaji Rp 24.721.375 per bulan, wakil ketua Rp 17.677.450 per bulan, dan anggota Rp 10.624.600 per bulan.

Itu belum seberapa tentunya, karena masih ada fasilitas dan tunjangan-tunjangan lainnya. Seperti yang sekarang dinikmati anggota DPRD Kota Bandung, yang tengah melakukan perjalanan ke Laos, Kamboja dan beberapa kota besar di Indonesia. Begitu pula 100 anggota DPRD Provinsi Jabar yang sebentar lagi akan menikmati mobil inventaris dengan anggaran Rp 16 miliar. Namun apakah pendapatan dan fasilitas yang mereka nikmati itu sudah seimbang dengan keringat yang mereka keluarkan?

Kerapkali dalam perjalanan yang dilakukan anggota dewan, yang dibungkus dengan program studi banding, ketika pulang tidak membawa "oleh-oleh" hasil studi bandingnya itu. Pada sebuah perusahaan swasta yang berkembang, seorang karyawan yang mengikuti seminar atau studi banding ke perusahaan lain, harus menularkan ilmunya kepada karyawan yang lain melalui presentasi yang didisajikan dan didiskusikan, agar memiliki visi yang sama terhadap sebuah permasalahan yang berkembang. Sehingga divisi tersebut memiliki pemahaman yang sama. Di lingkungan dewan, hasil kunjungan jarang yang dipresentasikan kepada anggota dewan lainnya.

Begitu pula dalam kunjungan anggota dewan, jarang, bahkan hampir tidak pernah mengajak objek yang menjadi perhatiannya. Misalnya studi banding mengenai pedagang kaki lima (PKL), tak pernah mengajak koordinator PKL itu sendiri. Begitu pula studi banding mengenai pendidikan, yang diajak kepala sekolah, komite sekolah sebagai representasi dari masyarakat jarang diajak. Sehingga kerap terjadi, hasil studi banding hanya di tataran konsep dan susah diimplementasikan.
(Rabu, 16 Desember 2009) **

Selasa, 15 Desember 2009

Putusan MA





HINGGA hari ini, pemerintah masih belum mengambil keputusan jadi-tidaknya ujian nasional (UN) dilaksanakan. Sikap mengambang ini jelas menggusarkan berbagai pihak, baik yang pro pelaksanaan UN maupun yang menolak. Pihak yang pro butuh kepastian hukum untuk lebih menyiapkan pelaksanaan UN tersebut. Sementara yang kontra, tentu akan melakukan tekanan yang lebih keras agar UN tidak jadi dilaksanakan.

Bahkan Ketua Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip), Yanti Sriyulianti meminta agar Mahkamah Agung (MA) segera melakukan eksekusi atas dikabulkannya permohonan ditolaknya UN sebagai penentu kelulusan siswa di sekolah. Hal itu perlu dilakukan agar hak atas perlindungan anak dapat diwujudkan.

Sebagai salah satu penggugat atas penolakan UN yang dimenangkan oleh MA, Yanti mengatakan salah satunya adalah dengan segera meminta salinan keputusan MA. Sebab, saat ini pihaknya belum menerima salinan atas MA tersebut.

MA memutuskan menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 itu diputus pada 14 September 2009. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan Kristiono dkk.

Dalam isi putusan ini, para tegugat yakni presiden, wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru. Atas dikabulkannya gugatan itu, penggugat yang menamakan diri Tim Advokasi Korban UN (Tekun) dan Education Forum mendesak pemerintah mematuhi putusan MA tersebut.

Dengan ditolaknya kasasi yang diajukan pemerintah, maka Presiden RI harus merevisi kebijakan UN dengan menghapusnya sebagai syarat utama kelulusan. Mendiknas diminta membangun sistem pendidikan yang lebih baik jika UN ditiadakan dengan putusan kasasi MA ini.

Tentu sangatlah tidak adil kalau pendidikan yang ditempuh para siswa selama tiga tahun gagal hanya karena satu mata pelajaran yang diujikan dalam UN tidak lulus. Hal ini bukan hanya mengusik rasa keadilan dalam pelaksanaan UN, tapi juga merupakan ketidakkadilan dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Karena, tidak sedikit sekolah-sekolah yang standar kualitas pendidikannya dibawah namun hasil UN-nya bisa melampaui sekolah-sekolah favorit.

Kalau sampai UN ini jadi dihapuskan, tentu kita berharap ada metode lain yang bisa mengukur standar kualitas hasil pendidikan siswa yang lebih baik. Artinya, para siswa dari sekolah-sekolah yang menerapkan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang lebih baik akan mendapatkan peluang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih baik pula. Tidak seperti sekarang, para siswa dari sekolah-sekolah yang bermutu gagal mendapatkan pendidikan di jenjang selanjutnya karena terjegal hasil UN.

Pendidikan hakikatnya adalah menciptakan manusia yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Maka, harus dipikirkan pula proses yang lebih baik dan adil agar memberikan kesempatan yang sama untuk para siswa, terutama yang berkualitas.
(Selasa, 15 Desember 2009) **

Minggu, 13 Desember 2009

"Membudidayakan" Korupsi

DALAM pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Unpad, Jumat (11/12), Sjahruddin Rasul
mengatakan, Corruption Perception Index (CPI) atau Indek Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia menurut Transparansi Internasional menun
jukan ada kenaikan skor 0,2 dari sebelumnya 2,6 menjadi 2,8.
Kenaikan angka ini memang belum ada apa-apanya karena dari 180
negara yang di survei, IPK Indonesia masih bercokol di urutan
111.
Kita menyadari, penegakan hukum untuk membahas tindak pidana
korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini, terbukti
mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode
penegakan hukum secara luar biasa, melalui pembentukan suatu
badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta
bebas.
Sehingga lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK seka
rang ini menjadi satu-satunya harapan masyarakat Indonesia yang
menginginkan Indonesia bersih dari korupsi dan naik urutan IPK-
nya.
Tidak mudah memang memberantas korupsi di Indonesia. Bahkan
terkesan di lembaga-lembaga tertentu sengaja tetap dipelihara
bahkan di "budidayakan". Bahkan cara orang berkorupsi pun semakin
hari kemampuannya semakin meningkat.
Ini salah cerita dari kalangan para kepala sekolah. Hasil audit
BOS dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagian sekolah ada
catatan yang harus dibetulkan dalam laporan keuangannya, dan
sebagian yang lain lolos. Namun ketika manajer BOS setempat
melakukan pemeriksaan, banyak catatan yang menyebutkan adanya
penyimpangan. Ujung-ujungnya, semua sekolah diminta
mengumpukan dana 10% ke manajer BOS - tidak melalui rekening
BPK - untuk mengurus masalah tersebut. Hebatnya, semua kepala
sekolah dikumpulkan disebuah sekolah, kemudian semuanya harus
membuat pernyataan diatas materai bahwa tidak ada pungutan
tersebut. Hal ini bisa terjadi kenapa? Ada intimidasi.
Cerita lain, saat Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun 2009/2010,
petunjuk pelaksanaan (Juklak) PSB belum keluar dari kepala daer
ah. Sehingga, aturan larangan memungut uang dari para orang tua
siswa masih kabur. Sejumlah komite sekolah tetap mengajak orang
tua siswa untuk membayar dana sumbangan pendidikan bulanan
(DSPB) dan dana sumbangan pendidikan tahunan (DSPT). Ketika
Juklak PSB keluar, kepala dinas pendidikan setempat, menghimbau
sekolah untuk tidak melakukan pungutan apapun kepada orang tua
siswa.
Pungutan yang sudah terlanjur dirapatkan, tetap berjalan. Aturan
nya semua pungutan harus dikembalikan. Lalu dananya kemana? Raib,
dan tak jelas pertanggungjawabannya. Bahkan, banyak komite seko
lah yang juga tidak tahu penggunaan dana tersebut. Ketika ada
pemeriksaan baik dari BPK atau kejaksaan, kepala sekolah yang
paling panik.
Korupsi, semakin hari semakin canggih. Hal ini tentunya karena
lemahnya para penegak hukum, terutama yang tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) memberantas korupsi. Selama mereka masih mau
menerima uang dari koruptor, tentu korupsi akan terus berkembang,
karena mereka bisa menjadi mesin ATM, dan terus di-"budidayakan".
(Senin, 14 Desember 2009)**