Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

KHL dan UMK

PADA 1 Januari 2009 lazimnya akan diberlakukan nilai upah minimum kota/kabupaten (UMK). Salah satu dasar yang dijadikan patokan untuk menentukan besaran UMK tersebut adalah kebutuhan hidup layak (KHL). Tarik ulur penetapan besaran KHL yang dilakukan berdasarkan hasil survei pasar inilah yang kerap mewarnai awal penetapan UMK baru.

Seperti yang terjadi sekarang ini, hampir di setiap daerah terjadi gejolak dalam penetapan besaran KHL. Di Kota Cimahi, Wali Kota Itoc Tochija berharap penetapan besaran KHL Kota Cimahi Rp 1.107.304 bisa diterima seluruh elemen terkait. Besaran tersebut sebelumnya sempat dipertanyakan kalangan organisasi buruh dan pekerja, karena dianggap tidak sesuai dengan instrumen harga yang ada di pasaran. Mereka membandingkan dengan besaran KHL Kab. Bandung Barat (KBB) yang mencapai Rp 1.113.017.

Namun yang paling memprihatinkan, besaran KHL yang muncul di Kab. Bandung, yakni hanya Rp 1.053.000. Angka tersebut masih di bawah besaran KHL Kab. Sumedang yang mencapai Rp 1.071.000. Artinya, dari keempat kabupaten/kota tersebut, upah minimum pekerja di Kab. Bandung bakal menjadi paling kecil.

Wajar kalau kemudian hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kalangan pekerja atau buruh di Kab. Bandung. Ketua Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo) Kab. Bandung, Mulyana Aria Winata mencium adanya gelagat yang tidak baik dalam rencana penetapan UMK di Kab. Bandung. "Ini ada apa? Apalagi Dinas Tenaga Kerja Kab. Bandung selalu berusaha menutup-nutupi hasil survei pasar sebagai penentu nilai KHL," katanya.

Ketidakterbukaan tersebut, tentu akan menjadi bola panas bagi Bupati Bandung, Obar Sobarna saat mengumumkan besaran KHL tersebut, karena akan menjadi bulan-bulanan organisasi-organisasi pekerja yang menolak besaran KHL yang akan diumumkan bupati pada Kamis (12/11) ini.

Pantas kalau kalangan organisasi pekerja dan buruh akan mempertanyakan, bahkan mungkin melakukan demo besar-besaran untuk menekan bupati, setelah mengumumkan besaran KHL dan UMK nanti, karena mereka pun punya dasar penetuan besaran KHL. Menurut hasil survei yang dilakukan Gaspermindo Kab. Bandung, besaran KHL mencapai Rp 1,4 juta, sedangkan organisasi lainnya, yakni Federasi Serikat Buruh Independen (FSBI) Kab. Bandung mendapatkan hasil survei KHL sebesar Rp 1,3 juta.

Nilai kebenaran dan kejujuran sekarang ini memang menjadi sesuatu yang sangat mahal. Kita berharap, baik pihak Disnaker maupun organisasi buruh melakukan pekerjaannya berdasarkan niat yang baik dan fakta yang sebenarnya. Bagaimanapun data yang kamuflatif akan menghasilkan sebuah keputusan yang salah bagi pemerintah karena tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Kita berharap virus "Anggodo-Anggoro" di pusat tidak sampai menyebar kuat menjadi penyakit yang akut dan meracuni pejabat pemerintah. Sehingga keputusan yang diambil tetap lebih mempertimbangkan kepentingan untuk masyarakat banyak, bukan "memasang badan" untuk menjaga kepentingan pribadinya. (Kamis, 12 November 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar