Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Menggugat Hasil Training ESQ

PERATURAN Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2009 menjadi acuan di setiap daerah. Kota Bandung baru selesai menggunakan permendagri tersebut untuk dijadikan acuan dalam perubahan anggaran yang telah ditandatangani pada pekan lalu.

Permendagri ini menjadi menarik karena memuat beberapa perubahan atas Permendagri No. 13/2006 yang dimuat dalam Permendagri No. 59/2007. Terbitnya Permendagri No. 32/2008 didasarkan pada pasal 34(2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2005 yang menyatakan bahwa penyusunan rancangan kebijakan umum APBD berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Hal ini pula yang mendasari mengapa pedoman penyusunan APBD sejak tahun anggaran 2007 menggunakan permendagri, bukan lagi surat edaran (SE) Mendagri.

Namun, yang sedikit mengganggu adalah ketika sebuah permendagri kemudian mengakomodasi apa yang diatur Permendagri lainnya. Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa permendagri adalah petunjuk pelaksanaan dari permendagri yang lain. Atau, permendagri penyusunan APBD merupakan operasionalisasi dari permendagri tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Di Kab. Bandung, Permendagri No. 32 Tahun 2008 ini menjadi menarik lagi karena terjadinya krisis komunikasi antara bupati yang juga Ketua DPD Partai Golkar dengan DPRD. Ketika Bupati Bandung mengajukan draf perbup tentang rekonstruksi bencana gempa di Kab. Bandung, dewan menilai masih ada hal yang tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Salah seorang pimpinan DPRD Kab. Bandung, Triska Hendriawan mengatakan, draf perbup yang diajukan Bupati Bandung, Obar Sobarna masih tidak sesuai dengan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan daerah, terutama Permendagri No. 32 Tahun 2008.

Harusnya, menurut Triska, dalam perbup tersebut tidak semua dimasukkan seperti rekonstruksi korban gempa, biaya operasional sekolah (BOS), dan lainnya. Cukup kalau untuk relokasi korban gempa, ya relokasi gempa saja. Kalau dicampur, katanya, nantinya mirip APBD perubahan. Karena itu, ia minta Bupati Bandung, Obar Sobarna untuk merevisi dulu draf tersebut.

Apa yang terjadi dalam hubungan antara Bupati dengan DPRD Kab. Bandung menunjukkan tengah terjadi lack of communication (kegagalan komunikasi) akibat miskomunikasi yang kita khawatirkan berakhir dengan communication breakdown alias putus komunikasi.

Kecenderungan ke arah sana sangat kuat karena kedua belah pihak tetap merasa benar dengan argumentasinya masing-masing. Bupati masih menganggap alat kelengkapan dewan belum sah, sementara dewan merasa secara de facto mereka sudah sah. Selain memiliki argumen hukum, anggota dewan yang tergabung dalam kubu merah putih merasa didukung oleh mayoritas anggota dewan.

Masyarakat tentu sangat berharap mereka bisa mengurangi egonya masing-masing. Kalau tidak, masyarakat yang sekarang menderita akibat perseteruan mereka akan mempertanyakan apa manfaat dari training emotional spiritual quotient (ESQ) yang telah menghamburkan dana APBD miliaran rupiah itu. (Kamis, 26 November 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar