Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Sosialisasi Filariasis

HARAPAN masyarakat Kab. Bandung untuk terhindar dari penyakit kaki gajah (filariasis) tidak semuanya sesuai dengan harapan. Dalam kegiatan imunisasi massal yang diselenggarakan pada Rabu (11/11) itu, puluhan orang bergelimpangan akibat efek samping dari tiga butir pil berwarna hijau dan dua buah kaplet. Bahkan hingga Kamis (12/11), jumlah korban meninggal akibat mengonsumsi obat pencegah filariasis itu sebanyak 8 orang.

Wajar kalau kemudian wakil rakyat dari Komisi D DPRD Kab. Bandung, Arifin Sobari menilai kejadian tersebut karena sosialisasinya yang belum maksimal. Menurutnya, petugas kesehatan dalam sosialisasi seharusnya mengingatkan efek samping dari penggunaan obat pencegas filariasis tersebut.

Pentingnya petugas kesehatan melakukan sosialisasi yang jelas, kata Arifin, karena hal itu diatur dalam Undang-undang (UU) No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasal 45 ayat (1) UU tersebut menjelaskan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi akan dilakukan dokter maupun dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Sedangkan dalam ayat (2) UU tersebut dijelaskan, bahwa persetujuan sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

Wajar kalau Arifin menanyakan hal tersebut, mengingat dana untuk sosialisasi pencegahan wabah filariasis cukup besar, yakni Rp 2,1 miliar.

Oleh karena itu, tentu harus ada pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut kepada masyarakat yang direpresentasikan melalui wakilnya yang ada di DPRD Kab. Bandung. Pihak Dinas Kesehatan Kab. Bandung harus bisa menjelaskan secara detail penggunaan dana tersebut karena kalau tidak bisa menimbulkan dugaan adanya penggunaan dana yang salah, sehingga target sosialisasi tidak tercapai secara tepat.

Awalnya kita berharap dengan dana sosialisasi yang demikian besar, ekses negatif dari penggunaan pil-pil tersebut dapat ditekan seminimal mungkin. Namun kenyataannya, masih banyak korban yang berjatuhan.

Misalnya banyak ibu-ibu yang melaksanakan pemberian pil-pil tersebut di Kec. Baleendah, tidak mendapat penjelasan mengenai efek samping dari penggunaan pil-pil tersebut. Kecuali menyebutkan bahwa mereka yang memiliki penyakit darah tinggi agar lebih hati-hati menggunakannya. "Namun, petugas tidak menyediakan alat tensi darah. Sehingga, bisa saja pasien yang memiliki darah tinggi ikut juga meminum pil pencegah filariasis tersebut," ujar seorang ibu di kecamatan tersebut. "Beruntung kita punya tetangga seorang bidan yang bersedia diminta bantuannya untuk melakukan tes tekanan darah warga yang akan mengonsumsi pil-pil tersebut," katanya.

Ini memang pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Efektivitas sosialisasi memang tidak bergantung pada besarnya dana yang disediakan, melainkan pada perencanaan yang tepat, melalui sarana yang tepat, dan tingkat kepahaman masyarakat dari sebuah program yang disosialisasikan.(Sabtu, 14 November 2009) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar