Welcome


Senin, 30 Agustus 2010

Gagal Nyalon

HABIS sudah apa yang dimiliki Mang Pe'i. Ya hartanya, ya harga dirinya, juga seluruh pendukungnya yang selalu menjanjikan kemenangan padanya dalam pemilihan kepala desa (pilkades), untuk kembali berkuasa lima tahun ke depan. Kekalahannya dalam pilkades tahun ini tinggal menyisakan puing-puing kebanggaan dan rasa percaya dirinya sebagai calon kepala desa yang merasa paling diunggulkan.

Mang Pe'i terpekur. Harta dan kekuasaan ternyata tidak menjaminnya lolos sebagai kepala desa. Para pendukung yang menjanjikan kemenangan, ternyata hanya bualan besar, yang telah memenjarakan dirinya dalam rasa percaya diri yang berlebihan. Ia lengah oleh kepongahan. Hingga saat penentuan pemilihan suara, ia baru mengetahui, kekuatan dan dukungan yang dibangunnya seperti balon besar saat pecah, memecahkan jantungnya.

Mang Pe'i sendiri sebetulnya sudah berpikir bagaimana kalau di tengah gegap gempita dukungan ini ia kalah. Hati kecilnya sudah meniatkan dengan sepenuh hati kalau kalah maka ia harus siap. Namun kekalahan ternyata tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya, sangat menyakitkan. Terlebih, sang pemenang Mang Adun adalah orang yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi seterunya. Bukan mustahil, sang pemenang sebagai penguasa baru, akan berbalik menggunakan kekuasaan untuk mengamputasi semua kekuasaan yang dimilikinya, dan membuatnya menjadi lebih terhina. "Audzubillahimindzalik," desah Mang Pe'i.

Mang Pe'i terus berpikir agar tidak sampai jatuh ke lubang paling dalam pada karier politik lokal di desanya. Ia mulai berpikir, bagaimana agar sisa hartanya bisa tumbuh lagi.

Ia memang memiliki beberapa perusahaan kecil dan menengah, tapi setelah tak berkuasa, mungkin berbagai masalah akan muncul. Bahkan, lawan-lawan politiknya bisa saja mengadukannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri bagaimana aliran dana yang dimilikinya selama ia berkuasa. KPK yang dulu saat ia berkuasa, masih bisa diajak kerja sama. Sekarang? Dengan orang-orang baru yang duduk di lembaga tersebut, mereka mungkin sudah tidak akan melirik lagi.

Hari itu seluruh anggota keluarga dikumpulkan. Semua pendapat dan ide mengalir dari otak cemerlang keluarga Mang Pe'i, mulai dari ide curang sampai ide halal untuk jangka pendek mapupun jangka panjang. Semuanya ditumpahkan dalam diskusi keluarga hari itu. Tapi dari pagi sampai menjelang subuh, tak satu pun ide yang berhasil melewati uji kelayakan untuk dijalankan, semuanya berisiko tinggi atau membutuhkan modal yang tidak sedikit. Semua orang terpekur diam mencari ilham.

Akhirnya, salah seorang menantunya teriak "Eureka!" Seperti teriakan Albert Einstein saat menemukan rumus hukum kekekalan energinya. "Naon eta teh?" kata saudara-saudara yang lainnya berbarengan. "Bah, ayeuna mah urang ka masjid we solat subuh. Bisi urang teh solatna can bener," ujarnya dengan senyum. "Huuu..." jawab yang lain sambil beranjak. (Sabtu, 31 Juli 201)**