Welcome


Sabtu, 12 Desember 2009

Perang Bubat

RENCANA pembuatan film Perang Bubat tampaknya tidak akan mulus, melihat penolakan yang dilakukan beberapa budayawan Sunda dan anggota DPRD Jabar. Padahal sejak awal dimunculkan rencana itu, pembuatan film tersebut justru diharapkan bisa lebih meluruskan atau mengungkap fakta sejarah yang mendekati kebenaran, yang lebih menyatukan pemikiran urang Sunda dengan Jawa.

Tentu pembuat film tidak akan gegabah membuat film tersebut dengan membangkitkan luka lama saat --menurut catatan sejarah-- Mahapatih Gajah Mada memperdaya Raja Galuh dan membuat putrinya Dyah Pitaloka bunuh diri karena merasa dipermalukan. Bagaimana sebenarnya jalan sejarah yang terjadi?

Dalam cerita yang kita dapat selama ini, Perang Bubat terjadi karena adanya permainan orang-orang yang punya ambisi dan ego yang keblinger. Semestinya rombongan dari Sunda Galuh disambut tepat pada waktunya, tapi karena adanya berita menyesatkan, yang menyebutkan bahwa rombongan Sunda Galuh bakal telat tujuh hari --padahal mereka datang tepat waktu-- membuat pihak Majapahit tidak menyambut rombongan sebagaimana mestinya. Jadi timbul salah paham, rombongan dari Sunda Galuh merasa dilecehkan (padahal hanya salah pengertian dan miskomunikasi).

Cerita yang kita dapat selama ini seperti mendukung konsistensi sikap Gajah Mada yang bersumpah Palapa, untuk menjadikan daerah-daerah yang belum tunduk terhadap Majapahit sebagai wilayah kekuasaan, juga makin membuat kesalahpahaman semakin besar. Tentunya film ini tidak akan dibuat segegabah itu.

Kita tentu berharap, hadirnya film yang bisa lebih mendorong kesepahaman dan rasa kekeluargaan antara orang Sunda dengan orang Jawa ini, bisa memberikan perspektif baru dalam dunia perfilman kita yang deras dihujani film-film murahan. Terlebih film ini rencananya dianggarkan sampai Rp 5 miliar, sehingga tentu benar-benar digarap secara matang.

Dari sisi biaya, dibandingkan dengan film-film box office di luar negeri tentu tidak seberapa. Kita pun tentu masih ingat, dengan biaya sekitar Rp 200 miliar, film Titanic, sebuah karya kolosal mampu memuncaki tangga box office seluruh dunia sepanjang masa dengan pemasukan mencapai Rp 1,8 triliun dan merupakan rekor yang belum bisa ditandingi film mana pun. Atau film Aliens yang dibuat dengan biaya sekitar Rp 20 miliar.

Kita memahami kalau sebagian kalangan budayawan maupun DPRD Jabar boleh tidak setuju dengan pembuatan film ini, karena selain biaya yang dianggarkan cukup besar, juga ada kekhawatiran munculnya sentimen Sunda-Jawa. Namun kalau kita tidak ada keberanian untuk mengungkap fakta sejarah yang lebih mendalam, tentu sentimen ini akan tetap berpotensi muncul untuk generasi yang akan datang. Karena belum ada fakta baru yang bisa lebih menyatukan rasa hubungan kekeluargaan antara kedua suku itu.

Akan lebih bijaksana kalau penggarap diberi kesempatan untuk memparkan fakta sejarah, seperti apa yang akan diangkat dalam film tersebut. Siapa tahu ada nilai sejarah yang sangat berharga dari rencana tersebut, bukan hanya untuk kita, tapi untuk anak-anak cucu kita. (Kamis, 10 Desember 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar