Welcome


Selasa, 06 Desember 2011

Ayam dan Telor


DULU, ada seorang direktur sebuah rumah sakit yang kerap menganalogikan rumah sakit tempat mereka bernaung sebagai ayam yang setiap bulan menghasilkan telor. Ia kerap mewanti wanti ke semua sumberdaya manusia yang ada di sana untuk sebisa mungkin memelihara “ayam” ini agar tumbuh besar dan menghasilkan telor yang banyak. Tindakan oknum karyawan yang hanya menguntungkan diri sendiri dianggap sebagai ancaman yang akan membuat ayam sakit bahkan mati.
“Mangkanya dulu tindakan sekecil apapun yang bisa membuat ayam ini sakit aau bahkan mati harus kita hindari agar jangan sampai terjadi. Misalnya, oknum karyawan yang menjadi calo untuk pembelian obat buat pasien, atau tindakan-tindakan lainnya yang bisa menghambat kemajuan rumah sakit ini,” ujar wadir di rumah sakit tersebut saat berbincang di ruang kerjanya, Selasa (7/12/2011) pagi.
Di banyak perusahaan bahkan perusahaan yang berskala nasional pun memang tak sedikit oknum yang memanfaatkan peluang untuk mencari penghasilan tambahan dengan “mencekik” perusahaannya sendiri. Seusai menyelenggarakan sebuah turnamen voli di Kab. Bandung, saya pernah disodori kwitansi dana sponsorship yang jumlahnya lebih besar dari yang kami terima sebenarnya. “Ah, biasa kang, upami teu kieu timana abdi kenging penghasilan tambahan,” ungkapnya sambil malu malu.
Hal seperti itu, masih kita anggap mendingan, karena masih terjadi di sebuah perusahaan berskala nasional, ada oknum yang tega-teganya mencekik, membanting dan menggencet ayamnya sendiri dengan melaporkan kegiatan-kegiatan fiktip. “Saya sih di kantor hanya untuk formalitas saja, penghasilan sebenarnya dengan membuat laporan-laporan seperti ini,” ungkap orang tersebut nyaris seperti tanpa rasa bersalah saat mengungkapkan perilakunya itu di sebuah foodcourt di Bandung Indah Plaza (BIP).
Namun seperti kata pepatah, sepandai pandainya orang menutupi kotoran pasti ketahuan juga. Perusahaan tempat bernaung oknum karyawan tersebut memang akhirnya melakukan verifikasi ke semua lini dan begitu banyak borok-borok yang mengancam kelangsungan hidup ayam tersebut. Manajer regional dan cabangnya dig anti, begitu juga bagian-bagian lainnya yang dianggap menebar penyakit yang menjadikan ayam itu kolaps. Setelah dilakukan pembenahan, sekarang ayam itu kembali sehat dan bisa memberikan loncatan pendapatan hingga lebih dari 200%. Telor-telor yang dihasilkan pun lebih banyak, dan karyawannya tampak lebih sejahtera.
Untuk menyehatkan ayam yang terlanjur kena penyakit memang tidak mudah karena ada oknum-oknum yang menikmati keuntungan dibalik rasa sakit si ayam. Ia tidak mudah merubah kebiasaaannya. Ia dengan cara apapun akan berusaha mempertahankan keuntungan yang selama ini diterimanya. Dan, yang menyedihkan, sang pemilik bisa dibohongi habis-habisan oleh si oknum, yang akhirnya dengan leluasa mengambil keputusan-keputusan sendiri yang cenderung kontraproduktip.
Ayam harus sehat agar bisa memproduksi telor lebih banyak. Untuk itu, harus ada dibiasakan untuk membuka mata dan telinga agar sedini mungkin bisa menyadari munculnya virus maupun bakteri yang bakal menyerang ayam yang kita sayangi. Kalau antepan, yah tinggal menunggu waktu saja, ayam kita bisa mati.***