Welcome


Kamis, 07 Januari 2010

Musda Golkar

PARTAI penguasa di zaman Orde Baru ini sekarang sedang "ngebut" menyelesaikan Musyawarah Daerah (Musda) di seluruh kota/kabupaten di Jawa Barat. Ada yang suasananya adem ayem, namun ada juga yang saling berantem, seperti yang terjadi di Cirebon.

Di Kab. Bandung sendiri, Musda Partai Golkar (PG) VIII, baru saja dilakukan dengan meloloskan nama Drs. H. Hilman Sukirman, S.I.P., M.Si. sebagai ketua umum periode 2009-2014. Dalam Musda yang berjalan aman, tertib, dan lancar itu, forum juga menyepakati H. Dadang M. Nasser, S.H., S.I.P., M.Si. sebagai kandidat Bupati Kab. Bandung periode 2010-2015. Meski tetap nantinya harus mengikuti mekanisme partai ini, yang dalam penjaringan kandidat kepala daerah, salah satunya harus didasarkan dari hasil jajak pendapat.

Sementara di Kab. Bandung Barat (KBB), sedikit agak seru karena kandidat yang akan bertarung di Musda cukup banyak. Sedikitnya ada empat kandidat bakal calon ketua akan meramaikan pelaksanaan Musda PG KBB yang rencananya akan digelar di GOR Surya Arena, Cihampelas, Minggu (10/1).

Empat nama yang mulai ramai dibicarakan akan menjadi Ketua DPD Partai Golkar KBB periode 2010-2015 adalah Tatang Gunawan (Ketua DPD Partai Golkar KBB saat ini), Ernawan Natasaputra (Wakil Bupati Bandung Barat), Hj. Cucu Sugianti (anggota DPRD KBB, putri anggota DPR RI H. Lili Asdjudiredja), dan Asep Suardi (pengurus DPD Partai Golkar KBB).

Para kandidat akan memperebutkan 18 suara yang berhak memilih ketua. Suara tersebut berasal dari pengurus kecamatan (PK) sebanyak 15 suara, DPD Jabar satu suara, hasta karya satu suara, dan unsur sayap satu suara.

Dan yang menjadi perhatian menarik masyarakat, PG sekarang ini bukanlah partai penentu seperti dulu karena di parlemen saja bukan partai mayoritas. Di Kab. Bandung PG kalah jumlah kursi di DPRD oleh Partai Demokrat. Sementara di KBB, partai berlambang beringin rindang ini juga kalah kursi di DPRD oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Artinya, kalau kader-kader partai ini tidak kuat dalam lobi dengan partai-partai lainnya, maka PG bisa menjadi partai yang dikucilkan. Begitu pula dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), tidak mustahil, seorang kandidat yang menang dalam pertarungan internal, akan kalah telak dalam pertarungan dengan kandidat-kandidat dari partai lain kalau tidak ditunjang kapabilitas dan electability.

Namun bagi masyarakat tentunya siapa pun yang memimpin PG ini bisa lebih mendorong suasana politik yang lebih baik dan percepatan kesejahteraan. Kita berharap, partai ini juga bisa membaca kecenderungan yang ada di masyarakat, dan tidak merasa diri sebagai "penguasa", sehingga bisa berkomunikasi dengan baik terhadap partai-partai lain yang sama-sama memiliki kekuatan politik di parlemen maupun di masyarakat.(Jumat, 08 Januari 2010) **

Limbah

SEDIKITNYA 400 ha lahan pertanian di empat desa di Kec. Rancaekek, Kab. Bandung tercemar limbah cair yang berasal dari sejumlah industri tekstil di sekitarnya.

Keempat desa yang tercemar limbah cair pabrik itu, yaitu Desa Jelegong seluas 150 ha (milik 838 orang), Desa Linggar seluas 109 ha (milik 236 orang), Desa Sukamulya 40 ha, dan Desa Bojongloa seluas 118 ha. Untuk pemilik lahan sawah di Desa Sukamulya dan Desa Bojongloa, belum ada data konkret dan diperkirakan lebih dari 100 orang.

Akibat pencemaran limbah itu, tingkat produksi gabah kering panen (GKP) kini antara 0,5-0,6 ton/ha. Sebelumnya dalam kondisi normal dan tidak tercemar limbah cair, produksi GKP berkisar 6,5 - 8,4 ton/ha. Dengan kerugian material rata-rata Rp 2,2 juta/ton.

Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Limbah padat atau lebih dikenal sebagai sampah, seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri atas bahan kimia senyawa organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan limbah tergantung jenis dan karakteristik limbah.

Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan, yaitu berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni limbah cair atau entitas pencemar air. Juga limbah padat, limbah gas dan partikel, dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, secara langsung maupun tidak, dapat mencemarkan, merusak, dan membahayakan lingkungan hidup, juga kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan. Pengelolaan limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.

Sayangnya untuk limbah yang sudah demikian merusak lingkungan ini terkesan belum ada penanganan serius dari pemerintah. Lebih memprihatinkan lagi, seringkali pelaku pencemaran hampir selalu lolos dari jeratan hukum. Apanya yang salah di kita, petugasnya yang tidak berkompeten atau memang pengusahanya yang "pintar", sehingga bisa menghentikan langkah penegak hukum.(Kamis, 07 Januari 2010) **

Selasa, 05 Januari 2010

Bellair

BELLAIR bukanlah nama sebuah maskapai penerbangan meski di belakangnya ada kata air. Begitu juga wanita-wanita yang ada di sana, bukan petugas bagian tiketing, apalagi pramugari, karena mereka tidak mungkin melakukan tarian erotis di depan puluhan penonton.

Namun di Bellair tontonan tersebut diduga ada. Tepatnya di Bellair Music Lounge & Cafe yang berada di kawasan Paskal Hypersquare, Pasirkaliki, Kota Bandung. Mereka diindikasikan benar-benar mempertunjukkan kemolekan dan sensualitasnya pada malam pergantian tahun.

Wajar kalau kemudian Wali Kota Bandung, Dada Rosada, Senin (4/1) langsung melakukan penyegelan terhadap tempat pertunjukan tersebut. Seiring dengan hal itu, Pemkot Bandung akan mencabut surat izin usaha kepariwisataan (SIUK) Bell air.

Sebelumnya sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Bandung, yakni Dinas Tata Ruang dan Cipta Karta, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan, Dinas Pariwista, dan Bagian Hukum, menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait pelanggaran Kafe Bellair yang melakukan kegiatan tarian erotis di Tahun Baru 2010. Dalam rakor itu disimpulkan, kafe tersebut telah melanggar izin yang diberikan sehingga perlu mendapat tindakan tegas dari pihak terkait.

Tindakan tegas itu antara lain pencabutan SIUK dan akan disertai kegiatan penyegelan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pariwisata. Pasalnya kegiatan yang dilakukan Bellair tidak hanya melanggar perizinan, melainkan juga melanggar Undang-undang Pornografi dan menodai Kota Bandung sebagai Kota Agamis.

Apa yang dilakukan wali kota dan jajaran Polwiltabes Bandung kita harapkan tidak hanya gertak sambal, namun benar-benar akan ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum. Dan jangan lupa, semua barang bukti dan saksi-saksi yang diperlukan harus diamankan agar jangan sampai masalah ini mentah lagi karena lemahnya barang bukti maupun saksi.

Secara umum, masyarakat jelas bisa membedakan mana pekerjaan yang dianggap halal maupun haram. Namun bagi mereka yang biasa bekerja dengan pekerjaan-pekerjaan haram, tentu punya justifikasi bahwa apa yang dilakukannya tidak menyalahi aturan. Di sini akan diuji, ke mana pemerintah dan petugas penegak hukum berpihak. Kalau mereka berpihak pada norma yang berlaku universal di negeri ini, tentu mereka akan melakukan upaya-upaya untuk menghukum perbuatan yang akan merusak moral masyarakat. Kalau mereka berhasil dan konsisten, kita tidak perlu lagi bicara bagaimana mengangkat citra penegak hukum di masyarakat. Karena mereka telah menjawabnya dengan tindakan nyata. Sebuah komunikasi publik yang sangat efektif.

Jelas sebuah tindakan akan memakan korban, namun akan lebih baik hal ini dilakukan daripada tidak mau mengambil risiko mengorbankan para pelanggar aturan yang menjadikan citra mereka di masyarakat menjadi kurang baik. Yang menjadikan masyarakat sulit membedakan mana yang melanggar aturan dan mana yang tidak. Biarlah kalau memang terbukti, Bellair tidak perlu lagi mengudara.(Selasa, 05 Januari 2010) **

Senin, 04 Januari 2010

Bangun Tidur, Banjir Lagi

BANJIR kembali menggenangi beberapa wilayah di Kota dan Kabupaten Bandung. Bahkan Minggu (3/1) petang, para pengendara yang habis berlibur banyak yang terjebak banjir yang menggenangi jalan Cicalengka-Majalaya. Genangan air di beberapa titik lebih dari setengah meter sehingga mengakibatkan sejumlah kendaraan mogok.

Ironisnya, kata beberapa warga di kawasan itu, tidak sedikit di antara mereka yang kaget oleh datangnya air tersebut. Karena di beberapa wilayah di Majalaya sendiri tidak terjadi hujan, kalaupun ada, tidak terlalu besar. Banjir yang menyergap daerah mereka merupakan banjir kiriman.

Di Kota Bandung pun demikian. Sedikitnya 6 rumah di Jln. Babakan Cikutra RT 01/RW 08 Kel. Neglasari, Kec. Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Sabtu (2/1) sore roboh tergerus aliran Sungai Cidurian. Sedangkan puluhan rumah lainnya terancam mengalami hal serupa karena berada di atas kirmir sungai tersebut.

Masalahnya, penanganan banjir di Kota dan Kab. Bandung seperti tidak pernah tuntas. Di Kab. Bandung, Sungai Citarum yang menjadi sumber utama banjir hingga sekarang belum ditangani secara komprehensif. Kesannya saling menyalahkan antara masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah menuding sebagian masyarakat yang menjadi penyebab banjir akibat seringnya merusak kantung-kantung air di daerah-daerah resapan, sehingga terjadi erosi besar-besaran. Selain itu, alasan klasik, sebagian oknum masyarakat yang sering membuang sampah ke sungai sebagai penyebab terjadinya banjir.

Sementara masyarakat sendiri beranggapan pemerintah belum optimal dalam menangani penyebab banjir. Pengerukan Sungai Citarum yang dulu dirasakan warga korban banjir bisa mengurangi volume banjir, tiba-tiba dihentikan dengan alasan yang tidak jelas. Begitu pula penanggulan bantaran sungai, hanya dilakukan sebagian-sebagian, sehingga terkesan hanya "memindahkan" lokasi-lokasi banjir. Sementara usulan untuk memangkas sebagian Curug Jompong yang diindikasikan sebagai salah satu penyebab terhambatnya arus Sungai Citarum, setelah terjadi perdebatan, tidak ada kelanjutan yang jelas.

Kondisi semacam ini tentu memudarkan kepercayaan masyarakat korban banjir kepada pemerintah. Paling tidak dalam pandangan mereka, pemerintah tidak punya kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi warganya. Meski kita akui, tidak sedikit upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Namun masyarakat tetap melihat hasil kerja, bukan alasan yang disampaikan melalui orasi-orasi. Buktinya, banjir di Kp. Cieunteung, Kel./Kec. Baleeendah, Kab. Bandung kalau hanya mengandalkan pemerintah, entah sampai kapan akan dilakukan. Masyarakat bergerak, menggalang swadaya, dan akhirnya mampu melakukan penanggulan bantaran sungai.

Kita berharap, stimulus yang baik ini bisa segera direspons pemerintah dengan mengajukan plafon anggaran yang memadai untuk penanggulan bantaran sungai di kawasan itu, agar kokoh seperti di Kp. Parunghalang (sebelah barat Sungai Citarum). Kita berharap, warga di kawasan itu bebas banjir, jangan malah sebaliknya, bangun tidur, banjir lagi.(Senin, 04 Januari 2010) **

Minggu, 03 Januari 2010

Bea Masuk

MULAI Januari 2010 ini, Indonesia harus ikut mengimplementasikan hasil kesepakatan yang tertuang dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Isinya antara lain penurunan tarif bea masuk yang semula 20% (2005) turun menjadi 12% (2007), kemudian 5% (2009), dan 0% (2010). Konsekuensinya, produk indonesia yang masuk dalam daftar kesepakatan itu harus mampu bersaing dengan produk dari luar.

Manfaat dari kesepakatan tersebut, sebagaimana tertuang dalam perjanjian yang telah ditandatangani bersama, khusus untuk sektor pertanian antara lain: (a) peningkatan volume perdagangan produk pertanian melalui penurunan tarif bea masuk di negara RRC, yang penduduknya terbesar di dunia dan merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia; (b) peningkatan kerja sama investasi; (c) kerja sama ekonomi melalui kerja sama peningkatan capacity building.

Di samping manfaat di atas, mengingat pengelolaan produksi pertanian oleh petani RRC sudah maju dan sangat efisien, pemerintah dan para pelaku usaha agrobisnis Indonesia dituntut untuk dapat meningkatkan daya saing komoditas, khususnya untuk produk sayuran dan buah-buahan.

Namun implementasinya di lapangan tidaklah mudah. Sejak April 2006, perusahaan ekspor buah-buahan nasional, PT Friendship Prima telah melayangkan komplain karena adanya penolakan ekspor produk pepaya, mangga, dan salak oleh Kepabeanan RRC. Alasannya Indonesia hanya diperbolehkan mengekspor manggis, pisang, dan longan. Produk pertanian termasuk komoditas yang ada dalam kesepakatan itu.

Pada konsultasi bilateral RI-RRC di Hanoi, Vietnam, Indonesia telah meminta klarifikasi dari pihak Cina atas penolakan ekspor buah-buahan tersebut. Tapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan karena instansi yang berwenang tidak ikut serta dalam sidang.

Selain masalah tersebut, yang paling krusial adalah dorongan pemerintah untuk ikut membantu para petani dan produsen dalam menekan biaya produksi. Mustahil pengusaha kita bisa bersaing kalau ekonomi biaya tinggi masih terus berjalan dan tingkat suku bunga perbankan masih tinggi. Sebagai perbandingan, di Cina tingkat suku bunga pinjaman hanya 4-6% per tahun, sementara di Indonesia 14-16% per tahun.

Selain itu, tentunya pemerintah juga bisa mengeluarkan regulasi lainnya, yang mendorong pengusaha Indonesia lebih kompetitif dalam menjual produknya. Kalau tidak demikian, tentu tidak adil karena para pengusaha Indonesia harus menghadapi dua musuh. Musuh di dalam negeri dan serangan dari luar negeri. Berat tentunya bagi mereka untuk tetap bisa bertahan dan kalau pengusaha kita kalah dalam persaingan keras pada tahun 2010 ini, artinya bakal muncul permasalahan baru, yakni jutaan pekerja kita yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Tentu upaya pemerintah untuk membuka jutaan lapangan kerja seperti mengukir di atas air alias sia-sia.(Sabtu, 02 Januari 2010) **