Welcome


Minggu, 24 Januari 2010

Kebanjiran Produk Cina

INDONESIA memang sedang musim kebanjiran. Di beberapa daerah banjir cukup merepotkan warga, sehingga memaksa warga korban banjir untuk berhenti beraktivitas.

Namun banjir yang terjadi mulai awal Januari 2010 ini bakal lebih dahsyat lagi dampaknya. Banjir produk Cina ini, kalau tidak segera diantisipasi dengan upaya penanggulangannya yang tepat akan merontokkan banyak pilar kehidupan masyarakat kita. Banjir produk Cina dengan harga murah, tidak hanya akan menjadi candu yang bakal menjadikan ketergantungan bangsa kita terhadap produk mereka, juga akan melumpuhkan sektor industri kita, terutama yang bergerak dalam skala kecil dan menengah.

Sebagai negara yang terkemuka dalam bidang ekonomi, sejak penandatanganan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) beberapa tahun lalu, Cina tentu sudah ancang-ancang untuk "menggempur" pasar Indonesia yang paling potensial di kawasan ASEAN. Mereka telah menggelontorkan subsidi dan proteksi terhadap tenaga kerjanya untuk menjadikan produk yang mereka lempar ke Indonesia benar-benar memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga untuk produk-produk sejenis, jelas akan mampu mengalahkan produk buatan Indonesia.

Kalau sudah demikian, kampanye "Aku Cinta Produk Indonesia" yang pernah dilakukan pemerintah tidak akan berarti apa-apa karena bagi konsumen sekarang bukan lagi militansi terhadap produk kita, tapi bagaimana mendapatkan barang dengan harga yang murah dengan kualitas yang baik.

Ironisnya, pemerintah kita sendiri yang sering berusaha untuk pasang badan menghadapi gempuran produk Cina ini belum memiliki strategi yang jelas. Tingkat suku bunga perbankan kita masih paling tinggi di kawasan Asean, pungutan yang tidak jelas masih berlangsung, proses pengurusan perizinan masih tidak jelas waktu dan biayanya. Sehingga para pengusaha kecil dan menengah kita tidak hanya dihadapkan pada "musuh" di luar negeri, namun mereka juga harus berhadapan dengan "musuh" di dalam negeri untuk tetap survive.

Salah satunya dengan terus menekan buruh melalui outsourcing atau tenaga kontrak, pembayaran gaji yang di bawah ketentuan upah minimum, penghapusan upah lembur, dan instrumen lainnya yang bisa menekan biaya produksi dari sektor tenaga kerja.

Untuk itu kita harapkan, pemerintah segera melakukan langkah-langkah strategis yang tidak bersifat reaktif dalam memperkuat posisi pengusaha kecil dan menengahnya. Salah satunya, kita bisa belajar dari cara Jepang dalam melawan produk otomotif Cina yang membanjiri Indonesia di awal tahun 2000. Meski produk Cina dijual dengan harga rendah, namun promosi tentang kualitas produk yang berhasil dilakukan produk-produk otomotif Jepang, mampu kembali meraih captive market yang sudah terbangun sebelumnya. Sehingga, produk otomotif Jepang yang sempat goyah, akhirnya kembali kuat sebagai leader market di Indonesia.

Kita berharap, pemerintah juga memiliki strategi yang bisa memperkuat daya saing produk kita di dalam negeri, sambil mencari celah besar untuk ekspor produk kita ke Cina. (Sabtu, 23 Januari 2010)**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar