Welcome


Senin, 08 Februari 2010

Wakil Rakyat

PANTAS saja proses jenjang karier di lingkungan pemerintahan di Indonesia tidak berjalan mulus dan sering zig-zag. Seorang pegawai biasa, tiba-tiba naik pangkat menjadi kepala subbagian (kasubag) dan tidak lama kemudian jadi kepala bagian. Sementara tidak sedikit orang yang benar-benar mempersiapkan diri, baik dari sisi akademis maupun kompetensi, tetap saja kariernya bergerak lambat seperti siput.

Menghadapi kondisi ini pada tahun 2010 ini pemerintah rencananya membuat undang-undang untuk pengaturan jenjang karier agar orang-orang yang kompeten bisa diberi ruang dan lebih terakomodasi. Beberapa pasal di undang-undang itu menyebutkan, wakil kepala sekolah dipromosikan menjadi kepala sekolah, wakil kepala dinas menjadi kepala dinas, wakil kepala bagian menjadi kepala bagian, wakil bupati atau wakil wali kota menjadi bupati atau wali kota, dan wakil gubernur menjadi gubernur.

Namun ternyata, ketika undang-undang itu diajukan, wakil rakyat di lembaga terhormat tidak pernah mau menyetujuinya. Lo! Apa yang jadi penyebab? Ternyata gara-garanya satu klausul yang berbunyi, "wakil rakyat harus siap dipromosikan menjadi rakyat!"

Cerita wakil rakyat memang tidak akan pernah ada putusnya, seperti anekdot di atas. Dari cerita menggelikan seperti yang pernah disampaikan almarhum Gus Dur di sidang paripurna DPR RI, yang menyebut wakil rakyat seperti taman kanak-kanak hingga kasus-kasus yang membelitnya.

Seperti kasus yang tengah membelit puluhan wakil rakyat dari Kota Cirebon dan Kota Bogor. Di Cirebon, sebanyak 23 wakil rakyat, baik yang masih aktif maupun yang sudah "dipromosikan" menjadi rakyat, disidang karena dugaan korupsi dana APBD 2004 senilai Rp 4,9 miliar. Sedangkan di Bogor 40 wakil rakyat dan juga mantan wakil rakyat ditahan karena terlibat dana fiktif APBD 2002 senilai 6,8 miliar.

Ironis memang kalau melihat kasus-kasus yang melilit wakil rakyat ini, karena sangat kontraproduktif dengan apa yang sering dikampanyekan saat mereka berusaha merebut simpati rakyat untuk duduk di lembaga terhormat itu. Kasus-kasus seperti ini jelas akan sangat melukai rakyat. Bukan saja rakyat merasa dibohongi, namun juga merasa dikhianati oleh mereka yang dipercaya sebagai penyambung lidah rakyat.

Kasus yang menimpa para wakil rakyat ini memang bisa menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Sistem pemerintahan kita tentu harus lebih dibenahi agar standar operasional prosedural (SOP)-nya tidak memberikan celah terjadinya pengeluaran dana untuk dikorupsi. Begitu juga orang-orang yang duduk di instansi pengawas dana pemerintah, baik inspektorat maupun badan pemeriksa keuangan, tentu harus bisa lebih steril dari praktik-praktik yang bisa merusak wibawa mereka.

Untuk para wakil rakyat yang duduk di lembaga terhormat, tentu masyarakat berharap bisa bekerja jauh lebih baik dari periode sebelumnya. Kalau tidak, tentu nasibnya akan sama dengan rekan mereka yang berada di Bogor dan Cirebon. Jadi rakyat setelah menjadi wakil rakyat memang sangat tidak mengenakkan!(Kamis, 04 Februari 2010) **




Tidak ada komentar:

Posting Komentar