Welcome


Jumat, 29 Januari 2010

Beras

HARI ini, Kamis, 28 Januari 2010, genap sudah 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Dari berbagai evaluasi di berbagai bidang masih banyak yang skeptis. Presiden SBY dinilai belum menggunakan tenaga penuh untuk mendorong kemajuan dalam aspek-aspek tersebut.

Terutama dalam bidang hukum, tidak sedikit yang meragukan keseriusan SBY setelah mencuatnya dugaan kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih setelah hasil rekaman percakapan Anggodo cs dibuka Mahkamah Konstitusi (MK) ke publik, sangat jelas mengesankan adanya makelar kasus (markus), namun Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri sepertinya rikuh untuk menjebloskan Anggodo ke penjara, dengan alasan bukti hukumnya tidak kuat. Padahal ini akan sangat bertentangan dengan opini publik, sehingga ada kesan Anggodo cs nyaris seperti Al Capone dalam film The Untouchable. Dan, masyarakat merindukan munculnya Eliot Ness di jajaran kepolisian yang mampu mengobrak-abrik Al Capone di Chicago.

Sementara dalam bidang ekonomi, kita melihat untuk makro ekonomi menunjukkan indikator yang makin positif dengan makin menggeliatnya pasar saham dan kecenderungan menguatnya rupiah, meski dibayang-bayangi dengan utang luar negeri yang makin tinggi. Performa tersebut diwarnai dengan masalah, khususnya dalam sebulan terakhir di mana masyarakat dihadapkan pada harga kebutuhan pokok, terutama beras yang harganya terus merangkak, hingga di beberapa daerah kenaikannya mendekati 30%. Beras tentu kebutuhan yang sangat strategis bagi masyarakat, sehingga kenaikan harga sedikitpun dampaknya sangat terasa. Pemerintah dinilai masyarakat menunggu terlalu lama untuk merespons kenaikan harga beras, mengingat ketetapan operasi pasar baru akan diambil jika kenaikan harga beras sebesar 25 persen dan berlangsung selama tiga pekan.

Untuk urusan ini, tidak haram tentunya kalau kita belajar dari Mao Zedong. Alkisah, suatu hari terjadi perselisihan paham antara pemimpin Cina itu dengan pemimpin Uni Sovyet. Perselisihan begitu panas sampai keluar statement dari pemimpin Sovyet, "Sampai rakyat Cina harus berbagi 1 celana dalam untuk 2 orang pun, Cina tetap tidak akan mampu membayar utangnya".

Ucapan yang sangat menyinggung perasaan rakyat Cina itu pun disampaikan Mao kepada rakyatnya dengan cara menyiarkannya lewat siaran radio. Penghinaan dari pemimpin Sovyet itu secara terus-menerus dari pagi hingga malam disiarkan ke seluruh negeri sambil mengajak segenap rakyat Cina untuk bangkit dan melawan penghinaan tersebut dengan cara berkorban.

Ajakan Mao kepada rakyatnya adalah menyisihkan satu butir beras, untuk setiap anggota keluarga, setiap kali mereka akan memasak. Jika satu rumah tangga terdiri dari 3 orang maka cukup sisihkan 3 butir beras. Beras yang disisihkan dari 1 miliar penduduk Cina tersebut tidak dikorupsi, tentunya akan menghasilkan 1 miliar butir beras setiap hari. Hasilnya dikumpulkan ke pemerintah untuk dijual. Uangnya digunakan untuk membayar utang kepada negara pemberi utang yang telah menghina mereka. Akhirnya Cina berhasil melunasi utang mereka ke Sovyet dalam waktu yang sangat cepat. Ini tentu hanyalah sebuah kisah, namun ada baiknya untuk kita renungkan pada 100 hari pemerintahan SBY-Boediono ini. (Kamis, 28 Januari 2010)**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar