Welcome


Rabu, 27 Januari 2010

Bonek

SUPORTER dalam sebuah pertandingan olahraga, khususnya sepak bola, memang bisa menjadi bius yang memacu adrenalin para pemain. Maka, kehadiran suporter menjadi bagian penting bagi sebuah kesebelasan untuk memenangkan pertandingan.

Namun, fenomena yang kita lihat saat menjelang pertandingan Persib vs Persebaya di Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kab. Bandung, membuat kita sedikit miris. Betapa tidak, suporter Persebaya yang dikenal dengan julukan bondo nekad (bonek), terutama yang menggunakan kereta api, membuat resah warga yang dilaluinya.


Di beberapa lokasi yang dilalui, bonek terlibat perang batu dengan warga. Sehingga kita khawatirkan, kedatangan mereka di Bandung akan membuat ulah serupa. Untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan itu, beberapa jam sebelum digelarnya pertandingan, pusat-pusat pertokoan di sejumlah ruas jalan di Bandung memilih menutup toko-tokonya.

Melihat sikap bonek seperti itu, ada baiknya kita renungkan betapa sebuah fanatisme menjadikan mereka rela mengorbankan segalanya untuk apa yang dibelanya. Sikap fanatik yang dogmatis kerap membuat nalar tidak bekerja. Yang ada adalah emosi untuk membela mati-matian apa yang tengah dibelanya. Tanpa melihat lagi benar atau salah, bahkan melabrak rambu-rambu hukum.

Sikap fanatik yang demikian hebatlah yang mendorong seorang bonek dengan bermodalkan uang Rp 5.000, nekat datang ke Bandung. Bahkan sebagian ada yang tidak membawa uang sama sekali, atau bermodalkan sebuah gitar. Akibatnya, mereka rawan bersentuhan dengan tindakan kriminalitas. Setidaknya gambaran demikian terlihat dari ulah para bonek yang menjarah toko, para pedagang makanan, hingga barang-barang yang ada di truk yang mereka tumpangi. Bahkan, PT Kereta Api (KA) mengalami kerugian hingga ratusan juta akibat kerusakan gerbong dan beberapa ornamen yang diambil paksa para bonek.

Sepak bola memang telah mampu menyihir fanatisme pendukungnya demikian hebat. Bahkan di Inggris, tidak sedikit suporter sepak bola yang senang menuliskan klub kesayangannya dalam baris agama di KTP-nya. Fanatisme terhadap klub sepak bola telah demikian banyak melebihi fanatisme terhadap agama.

Tentu ini menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa sebuah fanatisme terhadap apa pun tidak selamanya berakibat baik. Fanatisme terhadap sebuah kesebelasan yang demikian berlebihan menjadikan kita lupa bahwa ada kepentingan lain, kepentingan umum, yang kita abaikan. Ini akan menjadi potensi konflik horizontal di antara masyarakat kita.

Kita berharap fanatisme yang kita bangun tetap dalam nalar yang sehat, sehingga tidak membabi buta, dan bisa menghargai hak-hak orang lain. Kebesaran sebuah kesebelasan di samping berkat kepiawaian pemain dan manajemennya, tentu berasal dari citra yang dibangun para suporternya. Ulah para bonekmania ini kita harap menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kesebelasan kesayangan kita, Persib, untuk menjadi salah satu raksasa sepak bola di negeri ini, dengan sikap simpatik para bobotoh-nya. Semoga.(Selasa, 26 Januari 2010) **


Tidak ada komentar:

Posting Komentar