Welcome


Senin, 08 Februari 2010

Dana BOS

KEHADIRAN dana biaya operasional sekolah (BOS) selain mengimplementasikan program "sekolah gratis", juga sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Namun sangat ironis ketika semangat itu didorong, dana yang digelontorkan pemerintah melalui program tersebut tidak terserap. Di Jawa Barat sebagaimana ditulis harian ini, masih Rp 24 miliar lebih dana BOS yang tidak terserap dari total dana BOS provinsi tahun 2009 sebesar Rp 622 miliar lebih.

Padahal kalau kita melihat ke pelosok, masih sangat banyak sekolah yang memerlukan dana bantuan seperti ini. Tentunya tetap harus ditunjang pengawasan serta manajemen yang lebih baik di sekolah penerima dana tersebut. Agar dana yang tujuannya mulia untuk membantu memperlancar pendidikan anak-anak di sekolah tidak malah menjadi dana milik Bos (kepala sekolah).

Ketika melihat kenyataan masih begitu banyak dana BOS yang tidak terserap, kita tentu prihatin. Perjalanan dana BOS ini melalui perjuangan yang tidak mudah.

Amanat UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatur pendanaan tersebut selama bertahun-tahun, pemerintah belum merealisasikan anggaran 20%. Dalam kurun 2005-2008, para guru dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menuntut pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) untuk mematuhi UU 20/2003 agar APBN memberi porsi 20% bagi pendidikan.

Hingga Mei 2008, para guru memenangkan gugatan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemerintah SBY-JK mematuhi UU 20/2003, khususnya anggaran 20% APBN untuk pendidikan. Inilah salah satu kemenangan para pendidik menuntut hak mendidik generasi muda. Pemerintah SBY-JK "terpaksa" menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan. Angka ini meningkat cukup signifikan, karena kita tahu bahwa sektor pendidikan pada tahun 2007 hanya menerima sebesar 11,8% dari APBN (Rp 50,02 triliun). Dan pada tahun 2008 hanya 12% dari APBN (Rp 61,4 triliun). Dan pada tahun 2009, pemerintah baru menganggarkan pendidikan 20% APBN setelah digugat di antaranya oleh para guru melalui PGRI. Hasil perjuangan para guru yang tergabung dalam PGRI yang tidak henti-henti menyuarakan 20% selama 3 tahun akhirnya benar-benar dapat direalisasikan.

Tentu hasil yang diupayakan dengan tenaga dan pikiran itu sangatlah disayangkan kalau benar-benar tidak dilaksanakan dengan baik. Sistemnya harus lebih dibenahi agar dana tersebut dianggarkan sesuai dengan jumlah siswa dan benar-benar bisa seluruhnya terserap sekolah-sekolah. Alasan ketidaklengkapan administrasi karena banyaknya siswa yang berubah status sekolahnya tentunya jangan dibiarkan, namun harus segera dibantu dengan teknologi informasi yang bisa setiap saat meng-update data siswa paling mutakhir.(Sabtu, 06 Februari 2010) **


Tidak ada komentar:

Posting Komentar