Welcome


Kamis, 14 Januari 2010

Monorel

BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Senin (12/1), di Jakarta, memaparkan salah satu program untuk merevitalisasi Sungai Cikapundung Kota Bandung dengan pembangunan monorel. Rencana tersebut akan dikerjasamakan dengan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang tur, travel, dan hotel.

Apa yang dipaparkan Bappenas menarik bila kita melihat kondisi kekinian Kota Bandung yang denyutnya sebagai kota tujuan wisata semakin terasa. Sehingga, kehadiran monorel di Kota Bandung bisa menambah daya tarik wisatawan, terutama yang sudah jengah melihat kemacetan tiap libur panjang.

Bahkan sebetulnya program ini jangan hanya untuk ruang lingkup Kota Bandung, namun harus dikerjasamakan dengan daerah rural di sekitarnya. Misalnya, monorel ini bisa dibuat untuk membelah Kota Bandung dari utara ke selatan, atau dari barat ke timur.

Di kota-kota besar negara lain, monorel sudah banyak digunakan dan menjadi alternatif angkutan yang diminati masyarakat. Di Jepang, monorel digunakan untuk transit cepat di tujuh kota, termasuk Tokyo dan Osaka. Monorel Tokyo membawa sekitar 100 juta penumpang setiap tahun. Begitu pula di Kuala Lumpur, Malaysia, Kereta Maglev Shanghai di Shanghai, Cina yang merupakan monorel komersial pertama yang menggunakan teknologi Maglev berdasarkan teknologi Maglev Transrapid dari Jerman. Di Singapura ada Sentosa yang digantikan dengan sistem monorel baru yang berkapasitas lebih besar, Sentosa Express.

Seperti kita tahu, monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta konvensional.

Tipe monorel sampai saat ini ada dua jenis, yaitu straddle-beam di mana kereta berjalan di atas rel, dan tipe suspended di mana kereta bergantung dan melaju di bawah rel.

Kelebihan menggunakan monorel antara lain ruang yang kecil, baik ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga. Terlihat lebih "ringan" daripada kereta konvensional dengan rel terelevasi dan hanya menutupi sebagian kecil langit. Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton. Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta biasa. Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, risiko terguling jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim. Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.

Kekurangannya, monorel terasa lebih memakan tempat. Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.

Kita berharap rencana ini benar-benar mendapat pengkajian secara komprehensif dan dampak sosio-kulturalnya, jangan sampai proyek yang tidak sedikit dananya ini malah menjadi ajang konflik yang menyisakan kemubaziran. Masyarakat juga kita harapkan lebih realistis memandang rencana tersebut.(Kamis, 14 Januari 2010) **



Tidak ada komentar:

Posting Komentar