Welcome


Senin, 08 Februari 2010

Raperda

KOTA Bandung akan memprioritaskan lima rancangan peraturan daerah (raperda) yang diajukan pihak eksekutif kepada anggota DPRD. Kelima raperda tersebut, yaitu Raperda Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW), Raperda Bangunan Gedung, Raperda Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir, Raperda Pajak Hiburan, dan Raperda Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol serta Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.

Yang menarik, untuk membahas lima raperda itu diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 1,5 miliar atau rata-rata satu raperda butuh dana Rp 300 juta. Ini barangkali tidak terlalu mahal kalau reperda ini bisa memberikan dampak yang baik. Tidak seperti raperda-raperda sebelumnya yang setelah disahkan jadi perda, malah hanya dijadikan pelengkap perpustakaan di bagian hukum.

Ini sebuah ilustrasi. Seorang wakil kepala daerah mengeluhkan perda yang dengan mudah diganti oleh perda juga yang kontra dengan perda sebelumnya. Perda itu berbunyi tentang larangan izin untuk industri celup di daerah tersebut, karena dianggap sangat mencemari lingkungan. Pada tahun 2008 perda tersebut tiba-tiba dicabut tanpa sepengetahuannya, apalagi disosialisasikan kemasyarakat atau stakeholder. Perda baru itu memberikan ruang untuk berdirinya industri pencelupan.

Raperda RT/RW diharapkan tidak saja memberikan kejelasan mengenai status lembaga terkecil yang banyak membantu tugas pemerintahan, juga bagaimana memberikan insentif yang lebih baik agar mereka bisa menjalankan tugasnya secara sungguh-sungguh. Bagaimanapun peran dan tanggung jawab RT dan RW sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Begitu pula Raperda Bangunan Gedung, Raperda Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Restribusi Tempat Khusus Parkir, Raperda Pajak Hiburan, dan Raperda Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol serta Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, harus berisi klausul-klausul dengan sasaran yang jelas dan dapat diimplementasikan di lapangan. Jangan sampai ada kesan perda dibuat untuk alasan yang sifatnya insidental dan kepentingan tertentu.

Selain perda-perda tersebut, kita juga masih berharap di Kota Bandung ada perda penataan pedagang kaki lima (PKL). Perda ini sangat penting karena Pemerintah Kota Bandung sepertinya belum secara serius melihat potensi PKL. PKL terkesan hanya dianggap sebagai biang kesemrawutan yang mengotori wajah kota. Namun belum ada lokasi-lokasi PKL yang bener-benar dilindungi perda, sehingga meskipun mereka menempati tempat-tempat tertentu, masih dianggap belum nyaman.

Lebih dari itu, tentu kita sangat berharap PKL menjadi bagian tujuan wisata belanja bagi wisatawan yang datang ke Bandung. Suatu saat kita berharap, bagi wisatawan yang mau berkunjung ke Bandung dengan cara hemat, bisa berlama-lama di pusat-pusat komoditas yang dijual PKL. (Jumat, 05 Februari 2010)**



Tidak ada komentar:

Posting Komentar