Welcome


Sabtu, 26 Desember 2009

Natal

SAUDARA kita, umat Kristiani baru saja melaksanakan perayaan Natal. Beragam acara dilakukan, layaknya Idulfitri di kalangan umat Islam. Hakikat dan arti Natal sesungguhnya adalah berbagi. Berbagi sukacita, berbagi damai sejahtera, berbagi motivasi dll.

Natal bukanlah pesta, Natal bukanlah kemewahan, Natal bukanlah sekadar menyayikan lagu Natal, namun Natal adalah sebuah renungan tentang kesederhanaan, keterbatasan, dan penderitaan. Tentu bagi para penganut Kristen, tidak perlu membatasi pengetahuan Natal hanya sebatas Santa Claus baik hati yang suka bawa karung goni berisi hadiah Natal buat anak-anak kecil yang dilarang menangis saat bertemu dengannya. Jangan batasi pula dengan dekorasi Natal yang serbaglamour.

Mari kita kembalikan hati dan pikiran kita kepada sejarah Natal yang penuh ancaman di balik penderitaan pembunuhan bayi pada waktu itu. Namun di balik semua penderitaan tersebut ada harapan akan masa depan. Masa depan yang tak 'kan pernah suram.

Natal bisa kita artikan perayaan kelahiran suci. Kelahiran Kristus bagi kaum Kristiani adalah wujud janji Allah yang dikumandangkan sejak Adam-Hawa jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3:15) dan disampaikan berulang-ulang dalam Perjanjian Lama, yang paling jelas pada Yesaya 7:14 yang menulis seorang perawan akan melahirkan seorang bayi-perjanjian. Apa yang diperingati dalam Natal adalah pengucapan syukur terhadap segala belas-kasihan dan anugerah kehidupan dari Allah.

Tahun berganti tahun, tiap Natal selalu ada momentum lahir baru dan di tahun yang baru juga selalu berharap hidup yang baru dan segala sesuatu yang lama di tahun kemarin diharap diganti dengan hal-hal yang baru. Namun sampai di manakah manusia hidup baru? Begitu menjelang akhir tahun, segala sifat-sifat lama manusia kerap kambuh lagi. Apakah makna lahir baru dan hidup baru cuma pada saat Natal dan Tahun Baru saja? Natalan tiap tahun selalu diwarnai dengan berbagai kemewahan, parsel-parsel, pesta, dan pernik-pernik mewah lainnya dan tiap pergantian tahun biasa diwarnai dengan tiup terompet dan pesta kembang api serta berbagai acara hura-hura lainnya. Tapi itu cuma bisa dinikmati oleh segelintir orang yang hidup dalam kemewahan belaka, sementara mereka yang hidup dalam kekurangan jauh lebih banyak.

Berbagai bencana masih mewarnai pada saat Natal dan Tahun Baru ini mengingatkan kepada semua umat tentang kesederhanaan hidup yang hanya sekali ini, setelah mati entah ke mana. Tidak ada lagi parsel yang biasa dikirim ke rumah gedongan dan acara-acara mewah yang berlebihan yang biasa diadakan oleh orang-orang kaya tapi lupa diri. Sekarang dengan banyak peristiwa seperti di atas maka mereka pun harus rela meniadakan parsel-parsel dan segala acara mewah lainnya. Sanggupkah hidup berbagi rasa dengan mereka yang benar-benar membutuhkan? Sejauh manakah makna Natal dan Tahun Baru benar-benar dihayati dan diamalkan, bukan pesta pora dan hura-hura. Buka hati ada damai. Buka mata ada terang. Buka kasih ada sukacita. (Sabtu, 26 Desember 2009)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar