Welcome


Jumat, 25 Desember 2009

Serikat Pekerja

SERIKAT pekerja kerap dipandang perusahaan seperti pemadam kebakaran, yang sangat diperlukan hanya ketika terjadi gejolak internal perusahaan. Ketika perusahaan sudah kembali mapan dan harmonis, para pekerja kembali asyik dengan dirinya dan tidak menganggap serikat pekerja sebagai sebuah wadah vital komunitas pekerja.

Namun ada juga yang memandang, serikat pekerja sebagai ancaman bagi berlangsungnya sebuah perusahaan. Karena sekelompok kecil karyawan yang melihat kebobrokan manajemen perusahaannya dipandang bisa berkembang menjadi sebuah kekuatan yang bisa menjadi "lawan" perusahaan. Seperti musuh dalam selimut.



Bagi pekerja adanya serikat seperti ini tentu bisa dijadikan alat untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang mungkin tidak diberikan oleh perusahaan. Karena tidak sedikit perusahaan yang tidak memberikan hak-hak pekerja, seperti hak cuti hamil, gaji ke-13 atau tunjangan hari raya (THR), upah lembur, jaminan sosial dan kesehatan, dan lain-lain. Melalui wadah ini, mereka bisa membicarakannya dengan pihak perusahaan.

Maka untuk melindungi hak-hak pekerja tersebut, dikeluarkanlah UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Sedangkan pasal 25 ayat (1) menyebutkan, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak: a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh; e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dan perusahaan yang mencoba menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apa pun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Maka bagi perusahaan PT LLP kalau benar sampai melakukan isolasi bahkan PHK terhadap 6 pekerjanya yang akan mendirikan serikat pekerja, tentu akan berhadapan dengan konsekuensi hukum yang berat. Sekarang tinggal seberapa jauh kesungguhan para pekerja yang telah diintimidasi itu untuk memperjuangkan hak-haknya. Ini tentu bakal menjadi pelajaran penting bagi masyarakat.(Kamis, 24 Desember 2009)**

1 komentar:

  1. Serikat Pekerja harus didorong untuk berdiri di setiap perusahaan dan mandiri karena organisasi ini yang akan memperjuangkan penuh hak-hak daripada pekerja yang seringkali diabaikan atau bahkan sengaja dibuat tidak tahu oleh pengusaha

    BalasHapus