Welcome


Kamis, 14 Mei 2009

Lagi, tentang Dana BOS



PENGGUNAAN biaya operasional sekolah (BOS) sejak awal memang ditengarai rawan penyimpangan. Di Kab. Bandung, pencairan dana BOS sempat membuat beberapa pihak kewalahan untuk mengganti dana yang sudah dipotong untuk pembelian Buku Agenda Korpri. "Setelah melihat juklak dan juknisnya, memang tidak ada alokasi dana BOS untuk pembelian buku tersebut," ujar seorang kepala sekolah. Namun karena buku tersebut sudah telanjur diterima, akhirnya pihak sekolah terpaksa menggantinya dengan menggunakan dana yang lain. "Pokoknya tidak lagi menggunakan dana BOS," katanya.

Indikasi terjadinya pelanggaran dalam penggunaan dana BOS juga dikemukakan salah seorang anggota Komisi D DPRD Kab. Bandung, H. Dadang Rusdiana. Kepada wartawan ia menyatakan, dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diketahui masih ada pelanggaran dalam penggunaan dana BOS tahun 2008. Perbedaan ini, kata Dadang, akibat adanya perbedaan pemahaman dalam juknisnya.

Dadang menyatakan, yang diduga melakukan pelanggaran dalam penggunaan dana BOS tersebut adalah salah satu SMP di Kec. Nagreg sekitar Rp 70 juta. Namun, menurutnya, bukan hanya di Nagreg, di beberapa daerah lainnya juga masih ada yang salah dalam penggunaan dana BOS tersebut. Jenis penggunaan yang salah tersebut antara lain untuk perbaikan SDM guru. Padahal, kata Dadang, kalau gurunya sudah PNS, tidak perlu lagi menggunakan dana BOS kalau ada aktivitas tambahan seperti pelatihan atau kegiatan lainnya.

Sulitnya, pihak sekolah tidak sedikit yang enggan memberikan transparansi dalam penggunaan dana BOS. Jangankan kepada komite sekolah, bahkan guru-guru di sekolahnya sendiri, di sejumlah sekolah banyak yang tidak tahu mengenai penggunaan dana BOS tersebut. Di beberapa sekolah, kepala sekolah kerap mengeluhkan kurangnya dana yang diperlukan untuk operasional sekolah, namun tidak memberikan laporan detail penggunaan dana BOS yang sudah diterimanya. Bagaimana bisa melakukan upaya mengatasi soal pendanaan sekolah kalau pihak sekolah saja tidak melakukan identifikasi permasalahan dana ini secara transparan.

Sikap yang tidak terbuka ini --minimal terhadap guru-guru di sekolahnya-- tentu membuat para guru dan komite sekolah kurang mempedulikan persoalan yang sedang dihadapi. Karena, mereka akan berpikir masalah tersebut adalah masalah kepala sekolah.

Terlebih tidak sedikit munculnya kecemburuan di kalangan guru dan komite sekolah yang melihat kepala sekolahnya begitu mudah mengeluarkan dana BOS untuk hal yang bukan asnaf-nya. Sementara guru sendiri tidak jarang kesulitan memenuhi kebutuhan standar dalam memperlancar kegiatan di sekolahnya.

Kita berharap pendidik dan tenaga kependidikan menjadi orang-orang yang paling bisa memberikan contoh yang baik dalam menggunakan dana masyarakat yang berasal dari APBD maupun APBN. Karena, penghargaan masyarakat terhadap mereka akan sangat bergantung pada cara mereka dalam memegang amanah. **


Tidak ada komentar:

Posting Komentar