Welcome


Kamis, 14 Mei 2009

Imbas "Cerai" Demokrat dan Golkar



"CERAINYA" pasangan parpol yang dianggap cukup solid, Partai Demokrat dan Partai Golkar, diperkirakan akan berimbas ke tingkat lokal. Lobi-lobi di tingkat lokal tampaknya mulai dilakukan para caleg yang memastikan diri bakal lolos dan menduduki kursi di lembaga legislatif.

Partai Demokrat seperti di set-up sebelumnya menjagokan incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai calon presiden (capres) dalam pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang. Sedangkan hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar yang berlangsung di Kantor DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta, Rabu (22/3), memutuskan mengusung ketua umumnya Jusuf Kalla (JK) untuk mencalonkan diri jadi presiden (capres).

Kondisi tersebut memberikan ruang yang terbuka bagi terjadinya koalisi di tingkat pusat, yang sudah lama dirancang antara dua partai besar, Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun ganjalannya, kedua pimpinan parpol sama-sama direkomendasikan untuk menjadi capres. Sehingga kelihatannya, kalau koalisi ini akan dibangun, masih diperlukan negosiasi-negosiasi lagi untuk menentukan siapa yang mau mengalah menjadi cawapres.

Namun yang menarik, cerainya Partai Demokrat dengan Partai Golkar di tingkat pusat sepertinya membuka ruang bagi pengurus parpol-parpol di tingkat lokal, baik provinsi maupun kabupaten. Partai Demokrat yang sedang di atas angin mempunyai ruang yang cukup leluasa untuk membangun koalisi dengan parpol-parpol lain. Hanya masalahnya, tidak sedikit kader parpol ini, yang akan duduk di bangku legislatif, masih mentah pengalaman. Sehingga tidak menutup kemungkinan meski Partai Demokrat mendominasi raihan kursi di lembaga legislatif, namun kadernya tidak bisa duduk dalam posisi-posisi strategis dalam kelembagaan dewan.

Padahal parpol yang secara nasional merebut kursi paling banyak untuk semua tingkatan DPR ini, mulai DPRD kab./kota, provinsi, hingga pusat, memerlukan "pengamanan" kebijakan di tingkat lokal, agar program-program yang digulirkan pusat bisa diimplementasikan dengan baik di daerah. Tentu kawalan dari anggota dewan dari parpol tersebut sangat penting bagi lancarnya setiap program yang diluncurkan oleh pusat.

Di sisi lain, parpol besar lainnya, seperti Golkar, PDIP, Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS), dan parpol-parpol lainnya memiliki banyak kader muda yang memang sudah terasah di lapangan. Selain itu, dinamika kedua parpol besar ini menjadikan kader-kadernya cukup terlatih baik dalam melakukan lobi-lobi maupun dalam menjalankan serta mengamankan kebijakan parpolnya.

Yang menarik kita perhatikan apakah fenomena retaknya Partai Demokrat dan Partai Golkar ini akan mendorong kristalisasi parpol-parpol nasional di tingkatan lokal, seperti menguatnya koalisi antara Golkar dan PDIP. Atau malah sebaliknya, kedua parpol besar tersebut, juga PKS, berebut pengaruh untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat yang memang sedang berada di atas angin. Kita lihat saja. **


Tidak ada komentar:

Posting Komentar