Welcome


Kamis, 14 Mei 2009

Bosscha



PERBEDAAN pendapat soal pembangunan kawasan wisata terpadu antara PT BMP dengan Observatorium Bosscha, sudah terjadi sejak 2003. Masalah ini sempat mereda pada 2006 sampai 2007. Tetapi, akhir 2008 sampai sekarang konflik itu muncul lagi, seiring Pemkab Bandung Barat mulai memproses amdal proyek tersebut.

Kepala Observatorium Bosscha, Taufik Hidayat menyebutkan, pembangunan di kawasan Lembang saat ini sudah melewati batas baku mutu atau sudah mencapai 60%. Hal itu, baik dari sisi air, udara, penghijauan maupun bangunan, kurang menguntungkan. Idealnya, pembangunan di kawasan Lembang tidak boleh dari 10% karena kawasan tersebut merupakan kawasan resapan air. Dampaknya, selain air semakin sulit didapat oleh masyarakat, pengamatan benda-benda langit di Observatorium Bosscha pun terganggu karena polusi cahaya dan udara di sekitar Lembang.

Taufik menegaskan, Observatorium Bosscha tetap akan menolak pembangunan kawasan wisata terpadu oleh PT BMP. Hal ini sesuai dengan tidak diberikannya rekomendasi oleh Rektor ITB kepada Pemkab Bandung Barat tentang pembangunan kawasan wisata terpadu.

Katanya, Observatorium Bosscha merupakan tempat penelitian, bukan tempat pariwisata. Karenanya mereka menolak tegas pembangunan kawasan wisata terpadu.

Wajar kalau kemudian, tim penyelamat Bosscha mempertanyakan amdal (analisis dampak lingkungan) kawasan wisata terpadu "Puri Lembang Mas" di kawasan Observatorium Bosscha, yang terus diproses oleh Pemkab Bandung Barat.

Tim Penyelamat Bosscha, Achmad Sarmidi didampingi Kepala Observatorium Bosscha, Taufik Hidayat dan ahli planologi ITB, Denny Zulkaidi di Sekretariat Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB), Jln. Tamansari Bandung, Jumat lalu mengatakan Pemkab Bandung Barat seperti tidak mengindahkan surat penolakan dari Rektor ITB dan surat dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang ditandatangani Menristek Kusmayanto Kadiman. Untuk memproses amdal kawasan wisata terpadu tersebut, harus ada rekomendasi dari ITB. Dan yang menarik, meski ITB sudah tidak memberikan rekomendasi, tapi tetap diproses.

Bagi masyarakat, hal ini tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah hal ini karena sekadar perbedaan persepsi antara ITB dan Pemkab Bandung Barat atau karena masalah finansial yang tidak adil. Atau karena memang Pemkab Bandung Barat yang terlalu melihat sisi keuntungan jangka pendek ketimbang melihat persoalan tersebut untuk kepentingan jangka panjang.

Bagi Pemkab Bandung Barat, sektor wisata memang menjadi salah satu andalan untuk meningkatkan product domestic ratio brutto (PDRB) dan lokasi yang paling tepat dan diandalkan memang di kawasan Lembang tersebut.

Kita berharap, dua kepentingan ini bisa mencapai titik temu kalau kedua belah pihak duduk satu meja dan membicarakan masalah ini secara menyeluruh. Kita berharap, masalah ini bisa diselesaikan dengan tetap berpegang pada falsafah kesundaan, "laukna beunang, caina herang". **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar