Welcome


Minggu, 10 Januari 2010

Beras Mahal

BERAS harganya beranjak naik. Di sejumlah pasar tradisional Kota Bandung, kenaikannya bahkan dianggap tidak wajar karena mencapai lebih dari 15%. Lonjakan harga itu disebabkan pasokan beras dari tingkat penyalur yang kini cenderung tersendat, sehingga stok di tingkat pedagang terus menyusut.

Di sejumlah pasar tradisional Kota Bandung, kenaikan harga beras berkisar antara Rp 800 - Rp 1.000/kg. Padahal biasanya Rp 100 - Rp 200/kg. Eddy Sudirman, salah seorang pedagang beras di Pasar Kosambi mengatakan, sejumlah pedagang beras kini mengeluh karena harga beras mengalami kenaikan tidak wajar, sekitar Rp 800 - Rp 1.000/kg.

Disebutkan, kenaikan harga beras untuk kelas medium 1 terjadi pada jenis mentik wangi, pandan wangi, dan jembar wangi. Kini beras mentik wangi ditawarkan Rp 7.500 - Rp 8.000/kg dari biasanya Rp 6.500/kg. Begitu pun dengan pandan wangi, kini mencapai Rp 7.500/kg dari sebelumnya Rp 6.500/kg. Sedangkan jembar wangi saat ini harganya mencapai Rp 7.000/kg dari sebelumnya Rp 6.500/kg.

Untuk kelas medium 2, kenaikan harga di antaranya terjadi pada IR 64 dan setra 64. Kedua jenis beras itu kini ditawarkan Rp 6.500/kg. Padahal normalnya hanya Rp 5.600/kg. Sedangkan untuk kelas medium 3 kenaikan harga terjadi pada jenis setra ramos 2 dan sadani bulet, yang kini dipasarkan Rp 5.800 - Rp 6.000/kg dari sebelumnya Rp 5.000/kg - Rp 5.200/kg.

Persoalan ini tidak hanya masalah di kita. Di Bangladesh pernah akibat melambungnya harga beras, pemerintah mengampanyekan makanan pengganti, yakni kentang. Sebanyak 500 ribu tentara diinstruksikan untuk makan kentang. Namun meski kampanye cukup gencar, hasilnya sulit diwujudkan. Hingga 140 juta jiwa penduduk negeri tersebut terpaksa meniadakan sarapan pagi dan makan malam.

Implikasi serius dari naiknya harga beras bukan hanya pada persoalan mikro. Harga beras yang melonjak akan memicu inflasi, padahal kini sedang stabil. Kalau inflasi naik lagi, itu pertanda stabilitas nasional akan terganggu.

Belum lagi masalah beras adalah indikator yang digunakan untuk urusan kesejahteraan. Pemerintah menggunakan pasokan beras dalam menilai tingkat dan derajat kesehatan masyarakat, termasuk dalam memperhitungkan kemiskinan di level rumah tangga.

Jadi wajar saja kalau kemudian masalah beras ini harus direspons dengan amat cepat. Sayangnya, secepat apa pun masalah, selalu saja pemerintah lambat menanganinya.

Hal lain yang gagal diantisipasi pemerintah adalah bahwa masalah kenaikan beras akan berhubungan erat dengan permintaan. Pemerintah seolah tidak memiliki pengalaman bahwa November-Desember-Januari akan mengalami lonjakan kebutuhan beras akibat perayaan Iduladha, Natal, dan Tahun baru. Kebutuhan masyarakat akan bahan pokok pastilah meningkat secara signifikan.

Kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan mengantisipasi keadaan darurat memang sangat lemah. Padahal pemerintah memiliki lumbung beras yang dicadangkan oleh Bulog.Sabtu, 09 Januari 2010 **



Tidak ada komentar:

Posting Komentar