Welcome


Kamis, 23 April 2009

Satpol dan PKL



SATUAN Polisi Pamong Praja atau lebih dikenal Satpol PP, dulu Tibum, sejak dulu merupakan satuan yang paling menjadi momok bagi para pedagang kaki lima (PKL). Dulu bila satuan ini datang ke lokasi PKL, serentak mereka menghilang karena ketakutan.

Namun entah karena zaman telah berubah atau wibawa Satpol PP sendiri yang mulai berkurang, sekarang ini keberadaannya tidak terlalu ditakuti para PKL. Bahkan mereka bisa mengajak "main petak umpet". Satpol PP datang, PKL menghilang, Satpol PP pergi PKL berdatangan lagi. Itulah fenomena yang terjadi di sekitar kawasan Alun-alun Bandung, yang konon katanya menjadi salah satu dari 7 titik pusat kota yang seharusnya bersih dari PKL.

Keberadaan Satpol PP tidak hanya dilengkapi sarana yang cukup menunjang operasional mereka. Bahkan dikatakan anggota Panitia Anggaran (Pangar) Kota Bandung, Endrizal Nazar, dana penertiban dan penegakan peraturan daerah dan peraturan wali kota yang diterima Satpol PP Kota Bandung sudah termasuk tinggi dan menyentuh angka miliaran. Tapi masih banyak PKL dan pekerja seks komersial (PSK) yang mangkal di tempat-tempat terlarang.

Tahun 2008, Satpol PP meminta dana sebesar Rp 3,675 miliar. Sedangkan tahun 2009, mereka kembali meminta dana sebesar Rp 1,5 miliar. Dana tersebut di antaranya digunakan untuk biaya operasional. Meski anggota Satpol PP yang statusnya PNS itu sudah menerima gaji rutin, lanjut Endrizal, namun untuk setiap penertiban mereka memperoleh uang dinas.

Kepala Satpol PP Kota Bandung, Ferdi Ligaswara mengatakan, dukungan dana yang besar lebih menunjang tugas mereka. Untuk meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan para PKL ini, pihaknya akan menempatkan 1 regu di 5 kecamatan yang masuk dalam kawasan tujuh titik. Kelima kecamatan itu antara lain Andir, Astanaanyar, Sumur Bandung, Regol, dan Bandung Wetan. Masing-masing regu yang di-BKO atau di bawah kendali operasi ke kecamatan itu akan melakukan tugas sesuai fungsinya masing-masing.

Namun belajar dari pola penertiban PKL di Kec. Banjaran, Kab. Bandung, tampaknya bisa dipetik pelajaran, cara berkoordinasi yang baik dan komitmen yang sama di antara muspika setempat. Di tengah semrawutnya kota kecamatan tersebut, penertiban PKL di Banjaran dianggap cukup berhasil. Bahkan saat operasi penertiban, tidak hanya Satpol PP, namun bisa melibatkan aparat TNI, kepolisian, petugas Dishub serta Linmas. Sehingga PKL di kawasan tersebut benar-benar bisa ditertibkan.

Kawasan semrawut lainnya, yaitu Kec. Dayeuhkolot. Namun sayang hingga saat ini, camat dan aparatnya mandul. Sehingga kawasan tersebut terkesan semrawut, terutama pada jam-jam puncak. Bahkan masjid megah di kawasan itu pun nyaris tak terlihat keindahan bagian bawahnya karena tertutup para PKL.

Bagi Satpol PP, baik yang ada di pemkot/pemkab maupun kecamatan, kondisi tersebut tentunya harus menjadi target mereka untuk mengatasinya. Karena mereka dibayar antara lain untuk menegakkan perda mengenai kebersihan, ketertiban, dan keindahan (K3). Dan mudah saja bagi masyarakat untuk mengukur keandalan satuan ini, yaitu dengan hanya melihat kondisi pusat-pusat keramaian tersebut. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar